Kroasia pun Kena Semprit

0
178 views
Xenophobia alias rasa takut dan benci terhadap orang asing. (Ist)

JEPANG terisak-isak, Brasil tersedu-sedu. Drama yang terjadi di Piala Dunia Qatar 2022.

Gara-gara keduanya masuk kotak, ditekuk Kroasia melalui adu penalti. Jepang kalah 1-3 dan Brasil 2-4.

Tim Vatreni (si Blazer) atau Kockasti (si Kotak-kotak), yang semula dianggap kuda-hitam, “tiba-tiba” menjadi perkasa. Sampai hari ini, sudah masuk semi final.

Karena du kali lolos lubang jarum melalui adu penalti, wajar kalau perhatian dunia menoleh ke kiper Kroasia. Ia dinobatkan menjadi pahlawan kesebelasan.

Dominik Livakovic tercatat sebagai kiper pertama yang menggagalkan empat pemain spesialis penalti dalam satu edisi Piala Dunia. (Banyak nama pemain Kroasia yang berakhiran “ic”.

Artinya mirip “bin” atau “anak dari”, yang sering dijumpai di Indonesia. Makna nama sang kiper adalah Dominik anak dari Livakov).

Dominik bukan hanya jago dalam menahan tendangan 12 pas saja. Ia juga gilang-gemilang dalam 120 menit pertandingan sebelumnya.

Berdasarkan statistik, Dominik melakukan 10 penyelamatan. Ia menjadi penjaga gawang pertama yang menoreh prestasi itu dalam pertandingan Piala Dunia 2022 dan terpilih sebagai “Man of the Match”, di laga perempat final melawan Brasil (sindonews.com).

Kroasia tak hanya mencatat prestasi karena permainan cantik Dominik di bawah mistar gawang. Mereka juga mendapat “aib”.

Lantaran hukuman denda Rp. 830 juta yang dijatuhkan FIFA.

Para suporter Kroasia menyanyikan yel-yel yang bernada xenopobia. Rasa permusuhan yang dialamatkan kepada orang-orang (dari negara) lain. Lagu kebencian itu ditujukan kepada kiper Kanada, Milan Borjan. Padahal Kroasia menang dengan skor 4-1 melawan Kanada di babak penyisihan grup F.

Borjan berdarah Serbia. Dia lahir di Kroasia dan meningggalkan negara itu saat masih kecil. “Perang dingin” menyulut permusuhan berkepanjangan antara Kroasia dan Serbia, meski sama-sama bekas negara Republik Yugoslavia (m.mediaindonesia.com).

Xenopobia tak hanya menjangkiti dunia sepakbola. Ia ada di mana-mana, merambah aspek sosial, politik, olahraga bahkan seni. Siapa saja atau kelompok apa saja yang membentengi diri dengan cara memusuhi atau membenci pihak lain, atau yang berbeda, termasuk dalam kategori penyakit masyarakat ini.

Awalnya adalah rasa takut dan terancam. Kemudian mekanisme pertahanan diri menguat dalam bentuk yang kontra-produktif. Tak jarang bahkan anarkis. Sering tanpa alasan yang logis.

Xenopobia juga bisa meluaskan permusuhan ke orang asing, adat istiadat, agama, dan perbedaan lainnya. Ia sering tumpang tindih dengan prasangka termasuk rasisme atau diskriminasi rasial.

Beberapa ahli berpendapat bahwa latar belakang sejarah, kebiasaan dan pendidikan, bisa mencetak budaya, tradisi dan kehidupan beragama yang cenderung xenopobia.

Hanya saya (kami) yang benar, yang lain salah atau kalah. Kadang tanpa sadar dan di luar akal sehat manusia (https://www.kompas.com).

Sadar akan berbeda, pada awalnya adalah mekanisme pertahanan diri yang tepat.

Anak-anak tak mau diajak orang yang belum dikenal, karena takut diculik. Remaja puteri was-was didekati teman lawan jenis karena khawatir dilecehkan. Siswa SMP enggan naik bis kota dan KRL gara-gara banyak tawuran dan perudungan.

Itu semua adalah mekanisme pertahanan diri yang keluar secara spontan dan benar. Tetapi bila dibiarkan dan tumbuh secara keliru dan berlebihan, ia berpotensi menjadi sikap salah-benar atau kalah-menang.

Perasaan itu sedikit demi sedikit bermetamorfose menjadi sauvinisme (chauvinism). Kebanggaan berlebihan baik terhadap negara sendiri, suku, atau kelompok secara tidak proporsional.

Kroasia kena denda karena xenopobia memang harus dibasmi. Suatu sikap dan perilaku jahat yang bermukim pada diri (sekelompok) orang akibat kekacauan sistem pendidikan yang diperoleh anak muda di jalanan, sekolah atau bahkan di rumah.

“The root cause of xenophobia is not religious differences between Muslims and Christians. Nor is it crime. The root cause is the terrible education that children acquire on the street, at school, and at home”. (Margarita Simonyan – Jurnalis Rusia)

@pmsusbandono
11 Desember 2022

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here