MENDADAK saya langsung ingat bunyi pepatah lama dalam khazanah budaya timur di Indonesia. Bunyinya: “Lain ladang lain belalang; lain lubuk lain ikannya.” Yang artinya, setiap tempat punya “aturan main” dalam bersosialisasi dan tata nilainya.
Kuliah prodi akuntansi
Sebagai “orang baru” dalam kapasitas diri menjadi mahasiswa di Universitas Katolik Darma Cendika (UKDC) di Surabaya, maka saya pun wajib menyesuaikan diri dengan lingkungan baru tersebut.
Sejak Agustus 2023 lalu, pimpinan Kongregasi Suster-suster Santo Augustinus dari Kerahiman Allah (OSA) -sering disebut Augustinessen- memberi tugas pengutusan baru kepada saya: kuliah di UKDC Surabaya. Ambil program studi S1 akuntansi.
Tentu saja, saya harus ikut “arus”. Dengan menyesuaikan diri agar lancar masuk ke dalam lingkungan sosial yang sama sekali baru untuk saya. Maklumlah, selama beberapa tahun belakangan ini, saya praktis sudah sangat “jauh” terpisah dari lingkup dunia persekolahan.
Ketapang, kota kecil di Kalbar
Sebelum masuk kampus, praktis perjalanan hidup harian saya hanya terjadi di lingkungan kerja dan Biara OSA di Ketapang, Kalbar. Dengan demikian, saya hanya bergaul dengan lingkup sosial yang “sangat kecil”. Orangnya pun hanya “itu-itu” saja. Di lingkungan kerja selalu hanya ketemu orang-orang yang sama. Lalu di Biara OSA juga masih ketemu dengan para suster sesama kolega suster biarawati anggota OSA.
Harap tahu saja, Ketapang itu kota sangat kecil. Berlokasi di wilayah barat daya Provinsi Kalbar. Dijangkau dari Pontianak dengan dua moda transportasi. Terbang selama 35 menit. Atau naik kapal cepat selama enam jam perjalanan.
Lebih luas dibanding Provinsi Jateng atau Jatim
Keuskupan Ketapang, Kalbar, merupakan wilayah gerejani paling luas di seluruh Provinsi Kalbar. Tiga keuskupan lainnya adalah Keuskupan Agung Pontianak, Keuskupan Sanggau, dan Keuskupan Sintang.
Besaran wilayah reksa pastoral Keuskupan Ketapang yang mengampu dua kabupaten yakni Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Sukadana ini benar-benar “gede buanget”. Bahkan secara geografis dan sebelum “pecah” menjadi dua kabupaten, wilayah administratif Kabupaten Ketapang jauh lebih luas daripada wilayah geografis Provinsi Jateng atau Jatim.
Padahal, Jateng itu punya sekian puluh kabupaten. Begitu pula di Jatim. Tapi satu wilayah Kabupaten Ketapang saja, arealnya bisa “dibagi-bagi” menjadi puluhan kabupaten.
Di wilayah Keuskupan Ketapang di Kalbar dengan luas geografis super jumbo itulah, kami para suster biarawati Kongregasi OSA berkarya. Sejak tahun 1949. Kami mengampu karya di bidang layanan kesehatan, pendidikan, pembinaan murid berasrama, dan pastoral.
Namun, sejumlah suster OSA lain juga berkarya di Keuskupan Sintang dan Keuskupan Sanggau – keduanya di Kalbar. Anggota OSA lainnya berkarya di Keuskupan Agung Jakarta (Rumah Duka Oasis Tangerang), Keuskupan Malang (RS Sumber Sentosa Ngadiroso), Keuskupan Surabaya, dan Keuskupan Manokwari-Sorong di Papua.
Offroad, jalan perusahaan, sungai jadi andalan
Jawa dan Kalimantan tentu saja beda. Juga semakin berbeda, kalau melihat kondisi geografis di Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Sukadana di Kalbar dibandingkan dengan semua wilayah kabupaten di Pulau Jawa.
Kondisi jalan dan moda transportasi di Jawa tentu saja jauh lebih nyaman dan lancar. Manakala harus dibandingkan dengan banyak ruas jalan yang saya biasa temui di banyak tempat di wilayah Keuskupan Ketapang, Kalbar. Karena ruas-ruas jalan di daerah pelayanan para Suster OSA itu lebih banyak berciri offroad.
Lebih banyak juga hanya berupa “jalan perusahaan”. Inilah ruas-ruas jalan yang dulu dibangun oleh perusahaan tambang, kepala sawit atau perusahaan penebangan hutan. Untuk memfasilitasi kebutuhan lalu lintas logging. Juga untuk lalin truk-truk bertonase sangat berat pengangkut material sumber kekayaan hutan Kalimantan.
Sampai sekarang, jalan-jalan perusahaan itu masih ada. Tidak beraspal. Kalau kemarau banyak debu beterbangan. Kalau di musim hujan, bisa tergenang dan menjadi penuh banyak kubangan lumpur pekat.
Bahkan untuk bisa menjangkau banyak kawasan pedalaman Keuskupan Ketapang, mau tak mau kami harus mengandalkan sungai. Manakala aliran sungai sedang pasang karena banjir, saat itulah para pelayan pastoral (uskup, imam, bruder, dan suster) baru bisa milir alias isa pergi ke kawasan hilir sungai dengan naik perahu motor.
Bila tidak ada hujan yang menjadikan permukaan sungai menjadi lebih tinggi, maka bisa jadi bukan manusia yang naik perahu motor. Tapi manusialah yang harus menggotongnya sejenak. Untuk mencari aliran sungai yang lebih dalam agar perjalanan berikutnya bisa dilalui.
Mengakomodasi tantangan
Untuk dan demi mutu pelayanan para suster Kongregasi OSA masa depan di wilayah terluas Provinsi Kalbar yang lebih baik inilah saya menerima tugas pengutusan dari pimpinan. Untuk menjadi seorang mahasiswa baru di UKDC Surabaya. Padahal bangku sekolah sudah saya tinggalkan beberapa tahun silam. Namun demi ketaatan, tugas belajar prodi akuntansi saya terima dengan sukacita.
UKDC itu sendiri sudah eksis sejak tahun 1986. Selain mengalami banyak tantangan penyesuaian diri dengan tugas dan lingkungan baru, saya menikmati keberadaanku di lingkungan kampus UKDC Surabaya ini. Karena lingkungan kampusnya bersih. Semua hal tertata dengan rapi. Juga, fasilitas kegiatan belajar sangat mendukung.
Banyak teman suka membantu
Pengalaman selama hampir lima bulan terakhir di kampus UKDC membawa saya pada sebuah kesimpulan. Saya merasa senang karena kini telah mendapatkan banya teman asal dari berbagai daerah di seluruh Indonesia.
Lebih dari itu, masing-masing mahasiswa-mahasiswi itu bersikap sangat baik dan ramah kepada saya – sosok mahasiswa baru yang tidak “biasa” karena saya seorang suster biarawati.
Yang lebih menyenangkan lagi tentu saja karena mereka itu selalu siap sedia mau menolong saya. Jika dalam proses perkuliahan itu, saya mengalami kesulitan mengerjakan tugas kuliah pemberian dosen.
Harap maklum, bangku sekolah sudah saya tinggalkan lebih dari 6-7 tahun silam. Karena itu, saya boleh dibilang “banyak tertinggal” di banyak keterampilan teknis di mana kolega mahasiswa lain sudah sangat terbiasa dengan hal-hal tersebut.
Implementasi core values UDKC
Di UKDC Surabaya ini, setiap mahasiswa diajari untuk loyal, setia, dan tertib berperilaku. Dengan menerapkan sejumlah core values. Yakni, bersikap jujur, bertanggungjawab, dan peduli.
Perjalanan saya dari Komunitas Biara OSA Koala Regency ke kampus UKDC saya jalani dengan naik sepeda motor. Jarak sejauh 3,1 km saya bisa capai dalam waktu 15 menit saja.
Kembali kepada core values yang diajarkan oleh UKDC Surabaya. Maka pada kesempatan ini, saya ingin mengucap syukur atas kepercayaan pimpinan Kongregasi OSA yang telah mengutus saya bisa kuliah prodi akuntansi.
Gerakan Words2Share, beasiswa Program Pintu Depan YKCA
Lebih dari itu, saya juga ingin berterimakasih kepada Gerakan Words2Share di Jakarta. Karena berkat orang-orang baik dan murah hati, Gerakan Words2Share melalui Yayasan Karsa Cipta Asa (YKCA) sudah menyediakan bantuan beasiswa studi bagi saya.
Demi misi baik yakni investasi pengembangan mutu SDM untuk kaum muda dari wilayah “3T”: termiskin, tertinggal, dan terluar alias kawasan udik pedalaman.
Harapan banyak orang tentu saja adalah agar selama 3,5 tahun ke depan ini, saya mampu dan berhasil menyelesaikan program studi S-1 akuntansi di UKDC. Agar selanjutnya saya bisa kembali pulang ke wilayah pastoral Keuskupan Ketapang di Kalbar.
Guna meneruskan pengabdian kami -para suster biarawati OSA- di banyak bidang pelayanan di daerah pinggiran yang sangat luas. Juga sering kali sulit dijangkau. Karena harus dicampai dengan moda transportasi yang “tidak biasa” tersebut: aliran sungai dengan perahu motor dan motor tril.
Akhir kata, izinkan saya mengucapkan syukur dan berterimakasih kepada semua orang baik yang telah membantu biaya studi saya di UKDC Surabaya ini melalui Program Pintu Depan YKCA.
Salam kasih. Servire invicem in caritate. Yang berarti: hendaknya saling melayani dengan cinta kasih – motto Kongregasi Suster-suster Santo Augustinus dari Kerahiman Allah (OSA).
Baca juga: Beasiswa YKCA Jadikan Lebih Bersemangat Rampungkan Studi Pariwisata (2)