Jumat, 31 Mei 2024
Zef 3:14-18 atau Rm 12:9-16b;
MT Yes 12:2-3.4-bcd.5-6;
Luk 1:39-56
DALAM kehidupan bersosial, kita tentu saja akan banyak melakukan interaksi dengan berbagai macam orang.
Salah satu bentuk solidaritas dengan sesama adalah mengadakan kunjungan. Melalui kunjungan dan wawan hati kita menemukan keindahan hidup bersama yang terungkap dalam kemampuan untuk satu perasaan, satu nasib, atau saling setia kawan.
Dalam kunjungan itu, keegoisan benar-benar harus kita buang jauh dari hati kita. Dengan kunjungan akan terbangun pemahaman, kekompakan dan kerja sama yang baik.
“Salah satu buah yang saya petik dalam kunjungan pastoral adalah kedekatan secara personal dengan umat yang kami layani,” kata seorang imam.
“Seringkali dalam kunjungan itu, saya menemukan kisah yang tidak pernah terungkap dalam syering waktu pendalaman iman atau pertemuan resmi di lingkungan, wilayah atau paroki.
Mereka dengan jujur bercerita tentang sesuatu yang sangat pribadi baik kisah tentang kegembiraan maupun tentang kesedihan yang mungkin saat itu tengah mereka alami.
Ada sukacita karena mereka merasakan diperhatikan, disapa secara pribadi bahkan mereka merasakan diorangkan. Mereka menemukan kenayaman karena ada orang yang penduli akan situasi yang tengah mereka hadapi,” papar imam itu.
Dalam bacaan Injil hari ini, kita dengar demikian, ”Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? Sebab sesungguhnya, ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan.
Dan berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana.”
Bunda Maria datang berkunjung ke tempat Elisabet dan menjumpai saudarinya yang sedang mengandung pada usia tuanya.
Tentu pengalaman ini menjadi pengalaman kegembiraan bagi keduanya. Namun, kegembiraan mereka tidak terbatas hanya pada kegembiraan dua orang saudari yang bertemu.
Kegembiraan ini adalah kegembiraan berjumpa dengan Tuhan lewat pengalaman konkret. Baik Maria maupun Elisabet langsung menangkap pengalaman ini sebagai pengalaman bersama Tuhan.
Kita belajar seperti Maria yang berkunjung ke tempat Elisabet. Berkunjung dapat direfleksikan sebagai gerakan keluar dari diri sendiri untuk berjumpa dengan orang lain. Dalam perjumpaan itu bisa terjadi banyak hal, seperti bertukar kabar, bercerita pengalaman, bersenda gurau.
Dalam perjumpaan tersebut, pengalaman cinta dirasakan karena kita memberikan sebagian dari perhatian, waktu, cinta, tenaga dan pikiran untuk orang tersebut.
Berkunjung memang biasanya dilakukan dengan pergi ke rumah saudara, teman atau tetangga. Namun, berkunjung bisa dimulai dengan hal yang sederhana, yaitu dengan menyapa sesama anggota keluarga atau berkunjung ke kamar anak.
Dalam kesempatan itu, kita bisa meluangkan waktu sejenak. Ini dapat menjadi sebuah kegembiraan di tengah situasi kemajuan teknologi yang membuat orang semakin sibuk dengan dirinya sendiri. Mengunjungi orang terdekat bisa menjadi jalan berjumpa dengan Tuhan.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku mau meluangkan waktu mengujungi anak, saudara atau sahabat kenalan?