BAPERAN – BAcaan PERmenungan hariAN.
Sabtu, 7 Juli 2021.
Tema: Hati berbisik.
- Bacaan Ul. 6: 4-13.
- Mat. 17: 14-20.
IMAN itu setitik terang dalam dunia. Bersama yang lain dan bersekutu dengan Tuhan, cahaya iman menerangi, menuntun.
Lepas dari komunitas iman, kita akan terseok-seok. Mungkin kelihatan bisa sendiri tanpa yang lain. Sebuah tipuan dunia.
Kita tidak bisa sendiri. Lingkungan atau komunitas dapat menjadi rumah imanku.
Iman merupakan cahaya yang muncul dari keyakinan pribadi. Bahwa aku dicintai tanpa batas. Tuhan tanpa lelah selalu menyertai.
Dalam sebuah pelayanan pastoral ke Stasi Gunung Aru, Pulau Laut, Kalsel, di mana umat bekerja di kebun sawit, saya mengalami “diganggu”.
Perjalanan sangat menyenangkan. Kendati jauh dan sepi. Juga dan masuk ke dalam perkebunan sawit milik Mina Mas.
Awalnya, saya hanya mendapat ceritera. Saya harus melewati sebuah jembatan kecil, membelah sungai.
Sebelum dan setelah jembatan itu, tanah selalu becek. Ada kubangan air. Sebelah kiri hutan, sebelah kanan perkebunan sawit.
Diganggu mahkluk halus
Diberitahu juga, ada kebiasaan untuk membunyikan klakson sebelum melewati jembatan kecil. Kebiasaan lokal.
Mungkin berbau tahkayul. Spontan saya lakukan juga.
Memang tidak ada perasaan apa-apa, kalau saya lewat itu pada siang hari. Tetapi pada malam hari, saat pulang, ada perasaan yang sering merinding.
Bahkan pernah tiba-tiba mencium aroma bunga seperti saat melayat di rumah duka.
Kalau itu terjadi, saya berdoa di dalam hati sambil meneruskan perjalanan pulang. Tidak terjadi apa-apa.
Kadang dalam hati saya berucap, “Permisi. Numpang lewat. Saya mau pulang. Saya tidak mengganggu. Saya mewartakan Injil dan merayakan Ekaristi.”
Dan memang tidak pernah terjadi sesuatu.
Suatu malam peristiwa yang merindingkan bulu kuduk terjadi. Sedikit perasaan takut.
Sekitar pukul 20.00 malam, saya akan melewati jembatan itu. Waktu itu tidak ada listrik. Lokasinya agak jauh dari rumah penduduk. Berada di tengah kebun sawit.
Kira-kira 15 meteran sebelum jembatan, mesin motor tril tiba-tiba mati. Berkali-kali dicoba starter, tetap tidak berhasil nyala.
Saya mulai merinding. Sedikit takut. Di tengah perkebunan sawit di tengah kondisi malam gelap gulita.
Saat mengeluarkan senter, mulai tercium bau bunga. Harumnya seperti bunga di rumah duka. Bau itu terasa sekali.
Masih berdiri di motor, saya merinding, bulu kuduk seperti berdiri. Saya berdoa, minta perlindungan Tuhan.
“Tuhanlah Gembalaku”
Tuhan, jauhkan aku dari kuasa kegelapan. Bentengi saya dalam kuat kuasa Roh-Mu.
Saya menenangkan pikiran dan hati dengan menyanyikan lagu Tuhan adalah Gembalaku.
Bau itu tidak hilang. Makin jelas baunya, seakan dekat. Saya semakin merinding dan ketakutan. Iman ciut. Cemas. Takut.
Betul. Saya mengalami kegelapan iman. Keberanian lemah. Namun saya terus berdoa
Saya, akhirnya, menyadari, ada sesuatu di sekitar saya. Saya meminta maaf, kalau suara motor saya mengganggu, tidak membunyikan klakson.
Nanti saya doakan.
Tolong jangan mengganggu perjalanan pulang saya
Tak lupa, saya menyandarkan imanku kepada Tuhan Yesus. Saya ingat firman Tuhan, di mana Yesus menenangkan badai di danau. Pikiran dan hati tertuju pada perumpamaan itu.
Tasa takut dan bau bunga makin berkurang. Satu jam dalam pergulatan iman dan kegelapan dunia.
Tuhan menjaga saya. Saat mencoba lagi menyalakan motor. Puji Tuhan, mesin motor berhasil menyala.
Sepanjang jalan saya terus menyanyikan Tuhanlah Gembalaku sampai saya pulang ke paroki sekitar pukul 24.00 malam lewat.
Apakah imanku lemah?
Mengapa aku takut pada kuasa gelap? Bukankah aku percaya akan kuasa Yesus?
Seorang imam lagi.
Memang banyak hal tak dapat kumengerti. Semakin berusaha mengerti semakin tidak paham.
Tapi hatiku selalu percaya. Adakah Tuhan tetap hadir dalam pencobaan? Tetapi aku yakin Tuhan lebih berkuasa.
Pengalaman malam itu membuat aku sadar, tanpa hubungan erat dengan Yesus, aku gampang goyah. Tanpa kedekatan dan kepercayaan mendalam, aku gampang cemas.
Hari ini, Yesus mengajariku ketika Ia berkata, “Kamu kurang percaya. Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana- maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu.” ay 20.
Tuhan, biarlah salib-Mu menjadi kekuatan hidupku. Amin.