Lampu Teplok

0
1,320 views
Lampu teplok (Ist)

Puncta 20.09.21
PW. St. Andreas Kim Taegon dan Paulus Chong Hasang, martir Korea
Lukas 8: 16-18

SEBELUM ada listrik di rumah, kami dulu memakai lampu dari minyak. Namanya lampu semprong atau teplok.

Setiap sore, saya bertugas untuk membersihkan semprong dari kerak asap yang menghitam. Setiap jam lima sore, lampu-lampu itu sudah tertata bersih di depan rumah.

Saya membersihkan semprong-nya dengan alat seperti ekor bulu kucing, disogok-sogok supaya mengkilat.

Kemudian saya mengisi minyak tanah ke tempatnya yang terbuat dari beling dan menyalakan sumbunya.

Kalau kami belajar sampai malam, kadang bekas asap hitam menempel di alis atau bulu hidung. Bangun-bangun sudah kayak badut, “pating cloneh”.

Berkat lampu teplok atau semprong itu, semua terang benderang sehingga bisa belajar dengan baik.

Kebaikan itu seperti lampu teplok. Walaupun kecil tetap akan nampak di tengah kegelapan.

Oleh karena itu, Yesus mengajarkan kepada murid-murid-Nya: “Tidak ada orang yang menyalakan pelita lalu menutupinya dengan tempayan atau menempatkannya di bawah tempat tidur, tetapi ia menempatkannya di atas kaki dian, supaya semua orang yang masuk ke dalam rumah melihat cahayanya.”

Kebaikan bukan untuk dipamerkan, tetapi kebaikan dinyalakan agar banyak orang di sekitarnya terbantu.

Seperti lampu teplok itu bersinar bukan untuk dirinya sendiri, tetapi untuk orang-orang di sekitarnya. Ia membakar diri dan menyala agar orang bisa melihat seisi rumah.

Begitu kiranya kebaikan. Ia mengorbankan diri untuk membantu banyak orang agar dapat melihat dengan terang benderang.

Tidak mempedulikan dirinya sampai habis terbakar. Yang penting orang-orang serumah dapat melihat dan mengerjakan apa pun dengan aman.

Seperti lampu yang selalu diisi dengan minyak, demikian pun orang yang sering memberi kebaikan. Karena sudah memberi, apa pun yang dia punya akan terus diberi agar terus bisa menerangi.

Sebaliknya orang yang tidak pernah menyumbangkan kebaikan, apa pun yang ada padanya akan diambil.

Sekali orang bisa bertanggungjawab atas tugasnya, dia akan diberi dan diberi tanggungjawab lagi.

Tetapi orang yang tidak memberi kontribusi pada lingkungan sekitarnya, ia akan banyak kehilangan kesempatan dan peluang karena orang tidak akan mempercayainya.

Seperti lampu teplok itu yang selalu diisi dengan minyak, karena ia selalu memberi terang kepada kegelapan di sekitarnya.

Kita pun diharapkan mampu menyumbangkan cahaya kebaikan kepada lingkungan kita.

Mari kita menjadi terang, mengurbankan diri bagi kegelapan di sekitar kita.

Dan jangan kaget kalau setelah memberi, anda akan diberi, diberi dan diberi lagi.

Habis gelap terbitlah terang,
Karya Ibu kita Kartini.
Hati selalu gembira dan riang
Hidup kita akan jadi happy.

Cawas, jadilah cahaya….

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here