HARI-hari ini mulai tanggal 12-16 November 2017 mendatang, lima orang suster biarawati asal Indonesia dan datang dari berbagai kongregasi religius datang ke kota wisata Hua Hin di selatan Bangkok – Thailand untuk sebuah program acara konferensi.
Kelima orang suster biarawati itu datang dari Kongregasi Suster-suster:
- Biarawati Karya Kesehatan (BKK).
- Puteri Maria dan Yosep (PMY).
- Fransiskan Santo Georgius Martir (FSGM).
- Religius Gembala Baik (RGS).
- Suster Passionis (CP).
Pertemuan internasional ini resminya mengadopsi nama Talitha Kum Southeast Asia – East Asia Conference 2017. Sedangkan tema besar bahasan sepanjang empat hari pertemuan ini adalah “Combating Modern Day Slavery: Talitha Kum Network through Prevention and Protection”.
Para peserta suster-suster biarawati ini datang dari 14 negara atau kawasan teritorial mandiri yang berada di kawasan Asia Tenggara. Mereka datang dari Indonesia, Timor Leste, Filipina, Vietnam, Taiwan, Kamboja, Jepang, Korea Selatan, Hong Kong, Malaysia, Myanmar, Singapura, Laos dan tuan rumah Thailand.
Kelima suster biarawati asal Indonesia yang menjadi peserta pertemuan Talitha Kum Conference 2017 di Hua Hin ini sebelumnya telah mendapatkan ‘atmosfir pemahaman bersama’ tentang tema besar tersebut dalam sebuah pertemuan sepekan lamanya di Provinsialat Suster Religius Gembala Baik (RGS) pertengahan Oktober 2017 lalu. Dalam pertemuan yang diikuti sejumlah suster biarawati dari 10 tarekat religius ini, kami dibantu oleh para narasumber agar bisa merumuskan modul-modul pengajaran dan pemahaman yang lebih komprehensif tentang praktik-praktik ‘perbudakan modern’ di zaman ini.
Dalam pertemuan itu, kami para suster berbagai tarekat religius diajak membahas format modul pengajaran dan kemudian merumuskannnya dalam pola-pola konsep dan aksi. Tujuannya untuk ‘merangsang’ kesadaran sosial di kalangan internal para suster biarawati dan kaum religius lain di Indonesia –termask kaum awam– agar semakin intensif menyadari di kanan kirinya masih ada berbagai bentuk praktik perbudakan modern zaman sekarang.
Sasaran kami tidak hanya untuk kebutuhan internal para suster biarawati se-Indonesia yang tergabung dalam IBSI (Ikatan Biarawati Seluruh Indonesia) saja. Lebih dari itu, kami juga mengajak para mitra kerja kami –baik di kalangan penggiat sosial Gereja maupun di luar lingkup wilayah gerejani—untuk memerangi praktik-praktik perbudakan modern zaman sekarang. Di antaranya adalah praktik perdagangan manusia, prostitusi, dan masih banyak lagi.
Talitha Kum Conference 2017 di Hua Hin – Thailand ini juga membahas tema yang sama, namun dengan ruang lingkup kerja yang lebih luas lagi: wilayah Asia Tenggara dan Asia Timur.
Tujuannya untuk saling meneguhkan komitmen para suster biarawati sekawasan Asia Tenggara – Asia Timur dalam karya besar dan mulia ini agar mereka aktif mau menjaga martabat manusia dari jeratan praktik-praktik perbudakan modern tersebut.
Berikut ini adalah maksud dan tujuan pertemuan itu:
- Memperkuat jaringan kerja Talitha Kum dengan salah satunya mensyeringkan pengalaman kerja dan lainnya sejak berlaku Deklarasi Vietnam tahun 2015.
- Mengindentifikasi praktik-praktik perdagangan manusia –salah satu contok perbudakan modern—di Thailand.
- Mempertajam kesadaran dan pemahaman akan 5P + 1 yakni Prevention, Protection, Prosecution, Partnerships, Punishment dan Prayer.
- Memberdayakan kaum perempuan berbasis kondisi ekonomi mereka.
- Memperluas jaringan kerja para penggiat Talitha Kum.
Hua Hin adalah sebuah kota wisata yang terletak di sebelah selatan Ibukota Bangkok. Lokasinya ada sekitar 144 km dari Bangkok dan masuk dalam wilayah teritorial Provinsi Phetchaburi.
Butuh waktu sedikitnya 3-4 jam perjalanan darat dengan mobil dari Bangkok menuju Hua Hin. Bisa juga ditempuh lebih cepat dengan pesawat terbang atau KA.
Pada hari pertama, kami menghadiri acara pembukaan dengan perayaan ekaristi bersama Mgr. Johannes Bosco Panya Kritcharoen dari Keuskupan Ratchaburi – Thailand.
Inilah ‘oleh-oleh’ ringan dari Hua Hin di hari pertama.