PELETAKAN batu pertama pertanda dimulainya pembangunan menara lonceng Gereja Santo Agustinus Manokwari telah dilaksanakan Minggu, 15 Agustus 2018 lalu oleh Uskup Keuskupan Manokwari-Sorong: Mgr. Hilarion Datus Lega Pr.
Sibori dan monstrans
Menara lonceng yang sedang dalam proses pembangunan tersebut berbentuk mirip sibori.
Kata “sibori” berasal dari bahasa Latin kiborion yang artinya “piala dari logam”.
Sibori memang dibuat dari logam mulia; biasanya emas atau disepuh emas dan berbentuk piala dengan tutup di atasnya. Sibori digunakan sebagai wadah hosti yang akan dibagikan saat komuni
Jika menara loncengnya berbentuk sibori, maka Gereja Santo Agustinus Manokwari berbentuk layaknya sebuah monstrans, terutama bila dilihat dari atas.
Arti monstrans
Kata “monstans” berasal dari bahasa Latin monstrare yang berarti “memperlihatkan”.
Monstrans digunakan untuk ‘memajang’ hosti kudus yang sudah dikonsekrasikan dalam Perayaan Ekaristi. Para selebran “memperlihatkan” Sakramen Ekaristi -titik pusat devosi religius- dalam sebuah monstrans yang diletakkan di atas altar untuk selanjutnya disimpan dalam tabernakel.
Dalam homili Minggu 15 Juli 2018, Bapa Uskup menyampaikan antara lain bahwa perpaduan antara sibori dan monstrans dalam bentuk bangunan menara lonceng dan Gereja Santo Agustinus Manokwari merupakan perpaduan yang sangat ideal.
Anggaran Rp 1,4 milyar
Menara lonceng dengan tinggi 31 meter dan akan selesai dibangun paling lama satu tahun itu telah dianggarkan dengan biaya sebesar Rp 1,4 milyar.
Ketua Panitia Pembangunan Pak Alex menyampaikan, dana diperoleh dari sisa anggaran pembangunan gereja dan sumbangan-sumbangan yang sampai saat ini terus mengalir.
Diharapkan bangunan menara lonceng akan selesai sesuai dengan yang direncanakan atau bahkan sebelumnnya.