ORANG Semarang dan industri mebel Indonesia, siapa yang tak kenal PIKA (Pendidikan Industri Kayu) Semarang? Inilah lembaga pendidikan tinggi khusus sekolah industri perkayuan yang moncer berkat produksi mebelair dengan kualitas tekstur desain dan mutunya yang terjamin.
Tapi kali ini, PIKA Semarang bersama Komunitas Canirunners dari Perhimpunan Alumni Kolese Kanisius Jakarta (PAKKJ) punya urusan lain. Bukan soal perkayuan dan produksi mebelair, melainkan soal lari amal.
Sebuah acara lari ekstrim menempuh jarak 64 km, demikian mereka suka membicarakannya, akan berlangsung Sabtu pekan depan tanggal 5 Desember 2015 mulai pukul 21.00 WIB di Jakarta. Acara lomba lari ekstrim ini didapuk sebagai gerakan donasi untuk pengumpulan dana pendidikan PIKA.
PIKA di Semarang termasuk salah satu lembaga pendidikan kolese yang dikelola oleh para Jesuit Indonesia.(Baca: PIKA Semarang)
Dalam lembaran sejarahnya, PIKA awalnya bernama Keboen Kajoe (Kebun Kayu) yang tak lain merupakan ‘bengkel kerja’ yang menangani perbaikan dan pengadaan aneka perabotan berbahan dasar kayu untuk kebutuhan gereja dan pelayanan misi. Dibesut awal oleh mendiang Burder Joseph Haeken SJ sejak 25 Maret 1953 dan pada tanggal 30 Mei 1963 dikembangkan oleh Bruder Paul Wiederkehr SJ, Jesuit ahli bidang industri kayu dari Swiss.
Menurut Ketua Panitia Marathon Ekstrim Canirunners, Glenn Sebastian, dari 400 peserta lari yang telah mendaftarkan diri, ada beberapa klasifikasi: 28 pelari ekstrim untuk jarak tempuh 64 km, 42 pelari jarak 33 km, 110 pelari jarak 16 km dan 200 pelari jarak 6 km. Sejak awal dirancang acara lari amal ini diadakan pada malam hari dan selesai 12 jam kemudian.
Ikut dalam jumpa pers di SMA Kanisius Jakarta bersama Glenn hari Jumat (27/11) kemarin antara lain Juaniato Tiwow (Ketua PAKKJ), Mico Tanbrata (Ketua Canirunners), Daisy Chahyadi (pemudi penggemar olahraga lari) bersama kakaknya Adrian Chahyad, seorang alumnus, dan Direktur PIKA Semarang Pastor Teguh Santosa SJ.
Lari amal
Acara ini bukan lomba lari untuk memperebutkan hadiah. Ini adalah acara lari amal dimana setiap pelari akan mengumpulkan dana dari para donatur yang mendukungnya untuk berlari. Setiap donasi memiliki jumlah nilai yang harus diselesaikan oleh pelarinya untuk mendapatkannya. Oleh karena itu, untuk mendapatkan nilai utuh seluruh pelari harus sampai garis finish.
Sumbangan terbesar, kata Glenn, diraih oleh Pastor Antonius Widiarsono SJ yang mengambil jarak tempuh 16 km dengan perolehan sebesar Rp 65 juta. Aturan mainnya adalah sumbangan itu diperoleh, manakala pastor ini mampu menyelesaikan pertandingan hingga garis akhir. Kalau gagal, maka prosentasi perhitungan yang akan dipergunakan.
Menurut Ketua PAKKJ, Juanito Tiwow, acara lari donasi untuk PIKA ini terjadi karena kerja antara lembaga pendidikan Jesuit (kolese). Salah satunya adalah Kolese Kanisius yang beralamatkan di Jl. Menteng Raya 64, Jakarta Pusat. Nomor “64” itu pula yang menjadi ikon untuk lomba lari ekstrim dengan jarak tempuh terjauh: 64 km. Para alumni CC –demikian sebutan akrab Canisius College—membentuk Canirunners, komunitas alumni CC yang memang punya hobi berlari.
Canirunners berhasil menyelenggarakan lomba lari masal Jakarta Marathon pada Oktober 2013 silam. Namun, pada event besar itu Rektor Seminari Menengah Mertoyudan Pastor Ignatius Sumaryo –salah satu peserta lomba—meninggal karena serangan jantung.
Pada kesempatan sama, Direktur PIKA Pastor Teguh Santosa menyebutkan, sejak lama hingga kini PIKA menjalin kolaborasi erat dengan perusahaan-perusahaan industri furnitur (mebel) yang sangat membutuhkan tenaga ahli desain. Menurut dia, lulusan ahli desain dan teknik furnitur adalah keunggulan PIKA.
Kredit foto: Istimewa.
Ikut berkontribusi dalam pemberitaan ini adalah Sdr. Putut Prabantoro, alumnus Seminari Mertoyudan -satu dari beberapa kolese besutan para Jesuit Indonesia.