DEMI memaksimalkan potensi diri yang sudah ada, serta menumbuhkan semangat juang dan bertahan hidup di luar zona nyaman, Seminari Menengah St. Paulus Palembang menyelenggarakan Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK) bagi para pengurus bidel (OSIS-nya seminari) dan perwakilan kelas periode 2018/2019.
Selaku koordinator LDK, Romo Anselmus Inharjanto SCJ memilih kawasan perkebunan sawit di Desa Pulo Kerto, Kecamatan Gandus, Palembang sebagai lokasi LDK bagi 41 orang seminaris.
Selama tiga hari (9-11 September 2018) peserta LDK diberi pelatihan di tengah keterbatasan situasi. Menggunakan konsep perkemahan, peserta yang dibagi dalam lima kelompok harus tidur di tenda, dan mengusahakan keperluan makan secara mandiri (panitia hanya memberikan bahan untuk diolah sendiri).
Romo Y. Ongko Handoko, praefectus disciplinae menjelaskan, dengan proses ini peserta ditantang untuk belajar survive (bertahan hidup), serta berjuang untuk tidak gampang mengeluh atau protes terhadap keterbatasan.
Keterampilan public speaking, survival, character and community building menjadi tema utama dalam LDK ini.
Heri Pranoto, dosen Unika Musi Charitas (UKMC), melihat proses LDK ini sebagai bagian dari kegiatan pengabdian kepada masyarakat. Untuk itu beberapa personel dari mahasiswa PGSD UKMC ikut membantu kegiatan ini.
Dalam rangkaian kegiatan ini tampak bahwa para peserta tetap bersemangat dan di luar dugaan ternyata semua mampu mengatasi keterbatasan yang ada. Secara keseluruhan semua peserta dalam kondisi sehat, meskipun harus hidup seadanya.
Kekompakkan dalam tim pun sudah mulai tampak, namun masih perlu ditingkatkan terutama ketika dalam suasana susah atau ada masalah. Tetap kompak ketika susah atau ada masalah dan menemukan solusi demi kebaikan bersama tentu akan menjadi nilai positif dalam sebuah tim.
Belajar dari pengalaman Abraham
Nilai reflektif religius menjadi ciri khas dalam kegiatan LDK ini, karena peserta juga dibimbing untuk membangun motivasi dalam menjalani panggilannya sebagai seorang seminaris. Proses menggali nilai-nilai tersebut dilaksanakan dengan rangkaian kegiatan yang menantang dan membutuhkan daya juang yang lebih.
Pola napak tilas dengan berjalan kaki menjadi cara yang harus ditempuh oleh peserta. Napak tilas panggilan Abraham menjadi tema yang diusung. Di dalam kelompok, para seminaris harus berjalan sejauh 8-9 km (dari tempat perkemahan menuju Wismalat Podomoro) seraya mengenakan atribut pramuka dan membawa bendera Merah Putih sebagai ungkapan kecintaan kepada NKRI.
Sepanjang perjalanan ada pos-pos perhentian untuk merefleksikan tema perjalanan panggilan Abraham, serta menerima tugas dan tantangan yang ada.
Dalam refleksi tersebut, salah satunya peserta diberi tugas untuk menemukan simbol yang bisa mengungkapkan kondisi serta identitas kelompok. Simbol tersebut harus mewakili keterbatasan dan kelebihan yang dimiliki setiap pribadi di dalam kelompok.
Spiritualitas Abraham dalam menjalani panggilan sengaja dipilih untuk proses napak tilas ini. Abraham adalah salah satu di antara sekian banyak orang yang dipilih Allah untuk menjadi orang milik-Nya.
“Aku akan mengerjakan perjanjian antara Aku dan engkau serta keturunanmu turun temurun menjadi perjanjianmu yang kekal, supaya Aku menjadi Allahmu dan Allah keturunanmu”(Kej 17:7).
Abraham harus berpetualang untuk pergi ke tanah terjanji dan untuk membuktikan bahwa ia adalah milik Allah. Dengan keteladanan Abraham, diharapkan bahwa seminari memiliki semangat yang sama yaitu percaya dan mengandalkan bimbingan Tuhan. Inilah wujud iman yang layak ditiru dari Abraham sebagai Bapa Kaum Beriman.
Dari rute yang ditetapkan, ternyata waktu yang ditempuh oleh kelompok rata-rata empat jam. Semangat kebersamaan sebagai keluarga dan saudara membuat para seminaris mampu menyelesaikan perjalanan dalam kondisi yang tetap sehat dan ceria.
Harapannya, semangat ini dapat ditularkan juga dalam kehidupan bersama di seminari.