Lebih Baik Bersyukur Daripada Irihati

0
510 views
Ilustrasi - Menahan diri untuk tidak marah. (Ist)

Puncta 18.08.21
Rabu Biasa XX
Matius 20: 1-16

PERUMPAMAAN Yesus kali ini mengajak kita berpikir di pihak manakah kita berdiri.

Pada pekerja yang datang pada jam pertama atau pekerja yang datang terakhir?

Posisi itu akan menentukan penilaian kita terhadap sikap Allah (Pemilik kebun anggur).

Kalau kita sebagai pekerja pertama, kita akan menilai Allah tidak adil. Sudah bekerja selama 12 jam diupah sama dengan yang hanya bekerja satu jam, yakni sedinar.

Semua akan malas bekerja. Lebih baik menunggu saat terakhir saja. Senang pekerja yang hanya satu jam kerja juga mendapat satu dinar yang sama.

Apa maksud Yesus?

Upah kerja sedinar merupakan upah standar pada waktu itu. Dengan uang sedinar ia dapat mencukupi kebutuhan keluarga sehari.

Para pekerja yang dipanggil awal, sudah sepakat dengan upah sedinar sehari. Pekerja yang datang belakangan, tahu bahwa mereka tidak berhak atas upah satu dinar.

Mereka hanya berharap mendapat kemurahan pemilik kebun.

Dari sisi pekerja pertama, memberi satu dinar kepada pekerja yang datang sore hari adalah tidak bijaksana. Tetapi tindakan ini bukan tidak adil secara moral.

Pemilik kebun tidak mengurangi hak pekerja yang datang sejak pagi. Tetapi ia memberi lebih kepada yang datang kemudian.

Kemurahan hatinya melampaui keadilan, tetapi ia tidak melanggar kesepakatan.

Tetapi tindakan ini menimbulkan iri hati mereka yang datang lebih awal. Mereka merasa seharusnya mendapat lebih karena sudah bekerja lebih lama.

Mereka lupa, seharusnya mereka bersyukur karena sudah pasti ada rezeki di tangan.

Mereka yang datang terakhir, masih cemas apakah mereka akan menerima upah. Mereka tidak tahu, apakah mereka akan mendapat upah yang cukup untuk hidup sehari.

Orang yang datang pertama mestinya bersyukur sudah pasti dapat upah.

Orang zaman kini yang dipikir untung rugi. Merasa iri, kalau ada orang lain beruntung. Iri hati adalah salah satu ciri hidup manusia modern.

Dalam dunia penuh persaingan kita dituntut lebih dari yang lain. Kita harus bisa mengalahkan yang lain. Kita tidak suka kalau disaingi.

Kelebihan atau keberhasilan orang lain merupakan kekalahan bagi kita.

Sombong, serakah dan egois, merupakan sikap-sikap manusia modern yang disadari atau tidak semakin merasuk dalam hati.

Yesus menyindir kita dengan sabda-Nya, “Iri hatikah engkau karena Aku murah hati?”

Sindiran ini ditujukan kepada orang-orang Yahudi yang merasa diri paling benar. Mereka merasa berhak memperoleh keselamatan. Mereka merasa sebagai bangsa pilihan.

Pemungut cukai dan orang berdosa tidak berhak memperoleh keselamatan.

Seharusnya mereka bersyukur. Bukan malah iri hati melihat kebaikan Allah.

Inilah yang ditawarkan Yesus kepada kita, sikap hati penuh bersyukur. Bukan iri hati.

Kita pantas bersyukur karena Allah murah hati. Pemungut cukai, orang berdosa itu bersyukur karena kemurahan hati Allah.

Mereka dipandang sebagai orang-orang terakhir yang datang, namun tetap dikasihi Allah.

Kendati mereka tidak punya “jasa” tetapi Allah tetap memberi upah yang sama.

Nah, di manakah posisi kita memandang kebaikan Allah yang memberi matahari yang sama kepada orang baik dan orang jahat?

Kalau kita salah memilih, kita yang terdahulu akan menjadi yang terakhir.

Lebih baik makan jamur daripada rempela ati.
Lebih baik bersyukur daripada kita iri hati.

Cawas, hati penuh syukur.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here