Senin, 17 Juli 2023.
- Kel. 1:8-14,22.
- Mzm. 124:1-3,4-6,7-8.
- Mat. 10:34 – 11:1.
MEMILIKI keluarga yang harmonis dan damai menjadi idaman setiap orang yang berkeluarga. Tetapi, Yesus memberikan gambaran tentang perpecahan dalam keluarga
Siapapun orangnya tidak ada yang mau pernikahan yang suci harus terancam oleh persoalan dan konflik, apalagi sampai menyebabkan pertengkaran yang luar biasa.
Sama sekali tidak ada yang menginginkan pernikahan yang kokoh hancur berantakan sehingga anak-anak tidak lagi dapat bersama ayahnya karena perceraian.
Sama sekali tidak ada yang mendambakan pernikahan yang suci harus berwarna kelam karena tak ada tempat lagi untuk bersatu.
Kehidupan perkawinan kadang harus menghadapi benturan keras.
Terkadang benturan keras itu bernama keadaan, contohnya kesulitan ekonomi yang menghimpit.
Terkadang benturan keras itu bernama tekanan sosial, misalnya keinginan saudara-saudara dekat atau jauh untuk menentukan warna perkawinan yang kita jalani.
Terkadang benturan keras itu bernama fitnah yang ber macam-macam sumbernya: prasangka yang diperturutkan, keadaan sulit tak terelakkan. atau malah bersumber dari kesukaan kita membuka keburukan pasangan sendiri.
Selain masalah-masalah di atas, ada banyak contoh kasus di mana seseorang yang beriman kepada Kristus dimusuhi, dikucilkan, dibuang oleh keluarga, dan bahkan dibunuh.
Ketika seseorang memutuskan hidup sesuai dengan jalan kebenaran Kristus, maka ejekan dan cemoohan serta permusuhan akan muncul dari orang-orang yang menolak Yesus bahkan oleh keluarga sendiri.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,
“Jangan kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi; Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang.
Sebab Aku datang untuk memisahkan orang dari ayahnya, anak perempuan dari ibunya, menantu perempuan dari ibu mertuanya, dan musuh orang ialah orang-orang seisi rumahnya.”
Yesus menggunakan gambaran keluarga untuk menjelaskan betapa pentingnya totalitas penyerahan diri kepada-Nya.
Ia menghendaki agar diri-Nya menjadi yang terutama di atas segalanya.
Ketika seseorang mengasihi keluarganya lebih daripada mengasihi Yesus, sebenarnya mereka tidak layak untuk Yesus.
Karena mengikut Yesus dibutuhkan komitmen, tekad, dan pengosongan diri hidup secara total bagi-Nya.
Orang yang beriman kepada Yesus akan dipisahkan dari dunia dan orang-orang yang tidak percaya kepada-Nya.
Karena keputusan dan tindakan untuk beriman kepada Yesus akan menimbulkan gejolak dan perpecahan dalam keluarga.
Tidak heran apabila orang-orang percaya kepada Kristus menjadi target kebencian dari mereka yang menolak Yesus, termasuk keluarga sendiri.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku mengasihi Tuhan sepenuh hati, lebih daripada aku mengasihi yang lainnya?