Lebih Mudah Melayani Tuhan daripada Pastor

0
788 views
Ilustrasi: Melayani dan memberikan nyawa. (Ist)

Sabtu, 7 Mei 2022

  • Kis. 9:31-42.
  • Mzm. 116:12-13.14-15.16-17.
  • Yoh. 6:60-69.

PERASAAN galau, sedih, serta sakit hati merupakan suatu luapan emosi yang wajar dialami oleh semua orang. Penyebab dari berbagai perasaan tersebut juga beragam, ada yang dikarenakan masalah pekerjaan, percintaan, pertemanan, keluarga, hingga tentang pelayanan dan pengabdian di Gereja.

Orang-orang yang merasakan kecewa tersebut terkadang pernah merasakan keinginan untuk pergi dan menghilang karena keputusasaan yang mereka alami.

Bahkan, tak jarang juga depresi yang diakibatkan oleh perlakuan yang dianggap menghina dan tidak ada rasa percaya hingga membuat selalu tertekan dan merasa bersalah.

“Saya lebih baik mundur dari pelayanan di Gereja, rasanya salah anggapanku selama ini, bahwa melayani Tuhan itu membahagiakan, ternyata jauh dari rasa tenang dan bahagia,” kata seorang bapak.

“Rasanya, saya serba salah dengan pastor. Lebih mudah melayani Tuhan daripada melayani pastor. Di hadapan pastor, semua yang aku lakukan selalu tidak berkenan,” lanjutnya.

“Jangan mutung, pelayananmu itu dirasakan oleh seluruh umat,” sahut temannya.

“Jika hanya karena beda pendapat dengan pastor lalu mundur dan pergi, Gereja ini akan kosong, dan tidak ada orang yang terlibat dalam pelayanan lagi,” sambungnya.

“Kamu bisa saja ngomong seperti itu, karena tidak merasakan sakitnya perasaan ini,” jawab bapak itu.

“Saya menjalankan pelayanan di Gereja dengan hati yang tulus. Tidak mencari keuntungan apa pun. Namun apa yang saya dapat? Jangankan dihargai pelayanan dan pengorbananku selama ini. Diterima dengan ramah pun tidak,” lanjut bapak itu.

“Pastor berusaha menata supaya pelayanan dan pengabdian umat itu tepat sasaran dan tidak berjalan sendiri-sendiri,” sahut teman bapak itu.

“Ada orang yang langsung bisa mengerti dan melakukan dengan tepat apa yang dikehendaki pastor. Namun juga ada orang yang perlu sampai dua-tiga kali bahkan berkali-kali untuk diingatkan, hingga kadang pastor harus menggunakan kata-kata yang tegas, lugas, dan gamblang,” sambung temannya.

“Saya tidak tahan dengan kata-kata yang keras itu. Saya rasakan sangat merendahkan serta menyepelekan apa yang telah kami buat,” sanggah bapak itu.

“Pastor juga perlu memahami perasaan kami. Kami ini bukan anak kecil yang perlu diteriakin dan dimarahi,” sambungnya.

“Karena kecewa seperti itu, kamu akan mundur dan meninggalkan Gereja. Jika kamu minta dipahami, coba juga kamu berpikir dari pihak pastor, bagaimana sulit dan beratnya sebagai pastor yang harus memahami perasaan ribuan umatnya,” sahut temannya.

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian.

“Sesudah mendengar semuanya itu banyak dari murid-murid Yesus yang berkata: “Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya?”

Injil yang kita renungkan hari ini menyadarkan kita bahwa mengikuti Yesus bukanlah perkara yang mudah.

Untuk sampai pada pengenalan akan Kristus, dibutuhkan usaha pribadi dan yang terutama adalah selalu memohon rahmat kesetiaan dari Allah.

Perkataan Yesus tentang roti hidup mengguncang iman para murid sehingga mereka mengatakan, “Perkataan ini keras. Siapakah yang sanggup mendengarkannya?”

Kalau kita setia pada Yesus meski kita menghadapi banyak tantangan dan rintangan, kita tidak akan berubah. Apalagi meninggalkan komunitas Gereja kita.

Meski kadang ada kesulitan namun jika kita tetap bertahan dalam pelayanan dan pengabdian pasti berbuah kebahagiaan dan kedamaian.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah aku sungguh tulus melayani di Gereja?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here