Lectio Divina 01.05.2022 –  Gembalakan Domba Milik Dia yang Bangkit

0
365 views
Gembalakan Domba Milik Dia Yang Bangkit Yesus menampakkan Diri di tepi Danau Galilea, by Jacopo Tintoretto, c. 1575-1580.

Minggu. Hari Minggu Paskah III (P)

  • Kis. 5:27b-32.40b-41
  • Mzm. 30:2.4.5.6.11.12a.13b
  • Why. 5:11-14
  • Yoh. 21:1-19

Lectio (Yoh. 21:1-19)

Meditatio-Exegese

Kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia

Pewartaan para Rasul di Bait Allah mengguncang Yerusalem. Berbondong orang datang tak hanya untuk mendengarkan warta tentang Yesus yang bangkit dari mati, tetapi juga, melalui tanda heran, disembuhkan dan dibebaskan dari pengaruh roh jahat (bdk. Kis. 5:16).

Pemuka agama yang gusar dan marah mengambil tindakan drastis. Para rasul dan saksi iman harus dibungkam, ditangkap dan dipenjara. Namun, upaya itu sia-sia. Mereka lepas dari penjara secara ajaib.

Kegagalan melalui cara kasar, dikoreksi dengan tindakan tanpa kekasaran. Setelah ditangkap lagi, para imam dari kaum Saduki dan kaum Farisi menanyai mengapa mereka bisa lepas dari penjara yang dikunci rapat dan dijaga ketat dan melarang untuk mewartakan Yesus Kristus.

Bagi para pemuka agama, Yesus selalu menjadi sandungan, seperti kerikil dalam sepatu. Bahkan, Ia dianggap seolah tak pernah ada. Ia hanya disebut dengan ungkapan Nama itu dan Orang itu.

Kata mereka, “Dengan keras kami melarang kamu mengajar dalam Nama itu. Namun ternyata, kamu telah memenuhi Yerusalem dengan ajaranmu dan kamu hendak menanggungkan darah Orang itu kepada kami.” (Kis. 5:28).

Penghambatan tidak pernah menyurutkan pewartaan para rasul. Mereka memilih taat menaati otoritas ilahi dari pada manusiawi. Santo Lukas menulis (Kis. 5:29), Kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia.”, Oboedire oportet Deo magis quam hominibus

Saat menghadapi pengadilan agama, para rasul dan saksi iman selalu menantang apakah para hakim berpihak pada kebenaran atau keselamatan mereka sendiri.

Santo Yohanes Chrysostomus menulis, “Allah membiarkan para Rasul diseret ke pengadilan agar para musuh dapat memperoleh pengajaran iman, bila mereka demikian mendamba. […]

Para Rasul tidak menjadi marah karena para hakim. Mereka beradu gagasan dengan sepenuh hati dan kesabaran, dengan cucuran air mata, dan tujuan mereka hanya untuk membebaskan diri dari kekeliruan dan amarah Tuhan.” (Homily on Acts, 13).

Dalam tiap tantangan, khususnya pengadilan, selalu tersedia ruang dan kesempatan untuk bersaksi dan mengungkapkan pengakuan iman akan Yesus Kristus. Dia dibangkitkan Allah dari kematian setelah digantung kayu salib dan dibunuh. Dan Allah telah meninggikan Dia.  

Sekarang Yesus menjadi Pemimpin dan Juruselamat. Ia membuka hati-Nya untuk menerima setiap orang dari bangsa Israel dan bangsa lain yang bertobat dan memberi pengampunan dosa (Kis. 5:30-31). 

Ungkapan‘Yesus, yang kamu gantungkan pada kayu salib’ mengingatkan akan kutukan seperti ditulis dalam Kitab Ulangan, “Janganlah mayatnya dibiarkan semalam-malaman pada tiang itu, tetapi haruslah engkau menguburkan dia pada hari itu juga, sebab seorang yang digantung terkutuk oleh Allah.” (Ul. 21:23).

Namun, Yang dikutuk manusia sekarang ditinggikan dan dibenarkan Allah. Cara memperlakukan Yesus seperti penjahat, ternyata berakar dari warisan penghukuman di Persia. Kemudian, cara ini berkembang di seluruh kawasan Timur dan diambil alih Kekaisaran Romawi.

Saran Gamaliel pada anggota Sanhedrin diabaikan. Masing-masing anggota mencoba menyelamatkan diri sendiri.

Mereka tidak berani menghukum mati para Rasul; tetapi mereka terus melarang pewartaan tentang Yesus dengan ancaman cambuk. Namun, ancaman itu ternyata tidak berdampak apa-apa.

Santo Yohanes Chrysostomus menulis, “Benar, Nabi Yeremia disiksa karena ia mewartakan sabda Allah. Nabi Elia dan para nabi lainnya diancam. Namun dalam kasus para Rasul, setelah mereka lebih dihukum karena membuat tanda heran, membuktikan kuasa Allah.

Ia tidak berkata bahwa mereka tidak menderita, tetapi bahwa mereka bergembira karena dianggap layak menderita penghinaan demi Nama Yesus. Kita dapat menyaksikan keberanian ini setelah peristiwa ini berlalu: segera setelah mereka dianiaya, mereka kembali mewartakan Injil.” (Homily on Acts, 14).

Aku pergi menangkap ikan

Petrus memutuskan untuk kembali ke tempat asal, setelah mengira bahwa mengikuti Yesus hanya kesia-siaan.  Yesus yang dirindukan menaklukkan penjajah seperti para raja menaklukkan para musuh mati sia-sia di salib. Ia mati dan dihitung sebagai penjahat dan dikutuk.

Pengalaman mengikuti Yesus selama tiga tahun seolah menjad tak bermakna. Perjumpaan itu sia-sia, seperti kulit gandum yang hilang tertiup angin gurun.

Mungkin Petrus mengalami kegalauan dan kehilangan daya nalar saat ia masuk ke dalam makam dan hanya mendapati kain pembungkus jenazah Yesus terletak di tanah (Yoh. 20:6). Mungkin ia tidak percaya atau ragu-ragu atau tak bisa berbicara apa pun.

Tanggapannya berbeda dengan tanggapan murid yang dikasihi-Nya (Yoh. 20:8), “Ia melihatnya dan percaya.”, vidit et credidit.

Maka, orang-orang Galilea itu, Petrus,  Tomas, Natanael dari Kana yang di Galilea, anak-anak Zebedeus dan dua orang murid yang lain, menolak warta Maria dari Magdala bahwa Tuhan telah bangkit. Selanjutnya, mereka pulang ke Kapernaum untuk melanjutkan hidup lama mereka sebagai nelayan.

“Aku pergi menangkap ikan,” kata Petrus.

“Kami pergi juga dengan engkau,” jawab  Tomas yang disebut Didimus, Natanael dari Kana yang di Galilea, anak-anak Zebedeus dan dua orang murid-Nya yang lain (Yoh. 21:2-3).

Petrus dan anak-anak Zebedeus telah lupa bahwa mereka dipanggil untuk menjadi penjala manusia (Mrk. 1:17; Luk. 5:10).

Petrus lupa bahwa Yesus tidak menjadikan Andreas sebagai batu karang komunitias iman yang didirikan-Nya, walau Andreas memperkenalkan Yesus padanya. Ia diberi nama baru: Kefas, yang searti dengan Petrus (Yoh. 1:42).

Natanael dan anak-anak Zebedeus seolah lupa akan peran penting mereka pada awal pengenalan mereka pada Yesus (Yoh. 1:19-52). Ia diberi peran seperti Yakub, Israel, yang melihat malaikat Allau turun naik kepada Anak Manusia (Yoh. 1:52; bdk. Kej. 28:12). Ia, yang kelak disebut Bartolomeus, seolah lupa bahwa Yesus yang tergantung di salib menghubungkan antara Allah dengan manusia.

Ia bersabda (Yoh.  12:32), “Dan Aku, apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang datang kepada-Ku.”, et ego, si exaltatus fuero a terra, omnes traham ad meipsum.

Dan anak-anak Zebedeus, Yakobus dan Yohanes, dipanggil bersama dengan Petrus, Andreas, Filipus dan Natanael menjadi murid-Nya yang pertama.

Tebarkanlah jalamu di sebelah kanan perahu

Nelayan yang berpengalaman menyusuri danau Galilea tidak menangkap seekor pun ikan  pada malam itu. 

Ketika hari sudah siang dan mereka harus mendarat, tiba-tiba, seorang asing berkata dan menyuruh dengan penuh wibawa, “Tebarkanlah jalamu di sebelah kanan perahu, maka akan kamu peroleh.” (Yoh. 21:6).

Digunakan kata δεξια, dexia, dari kata dexios, yang berakar dari kata dechomai, menerima; dan μερη mere, dari kata meros, bagian, sebelah.

Maka sebelah kanan bermakna tempat di mana anugerah-Nya terletak. Diingatkan juga penjahat yang diberi tempat di Firdaus adalah dia yang bertobat dan di gantung di sebelah kanan Yesus (bdk. Luk. 23:40-43). 

Mereka patuh dan menebarkan jala. Hasil tangkapan ikan begitu luar biasa banyak, tak terkira. Semua takjub. Dan, murid yang dikasihi sadar akan siapa yang menyuruh mereka dengan penuh wibawa. Maka, ia berseru, “Itu Tuhan”, Dominus est, ο κυριος εστιν, ho kurios estin.

Sejenak kesadaran Petrus mulai pulih, keterpurukannya mulai sirna. Ia melompat dari perahu dan berenang ke tepi untuk segera berjumpa dengan Tuhannya. Murid yang lain mengikuti Petrus, seraya menarik perahu dan mengangkat jala yang penuh ikan.

Marilah dan sarapanlah

Sesampai  di tepi danau mereka melihat perapian yang telah disiapkan Yesus. Di situlah mereka memanggang ikan dan roti.

Yesus mengajak, “Marilah dan sarapanlah” menjadi tanda bahwa Ia mengasihi mereka.

Tanda kasih-Nya sangat sederhana dan biasa, tetapi sering dilupakan, bahkan oleh Petrus sekali pun. Juga dilupakan sabda-Nya (Yoh. 14:9), “Barang siapa melihat Aku, dia melihat Bapa.”, Qui vidit me, vidit Patrem.

Maka, tak seorang pun dari mereka berani bertanya, “Siapakah Engkau?” Sebab mereka tahu, bahwa Ia adalah Tuhan (Yoh. 21:12).

Sama seperti pada Perjamuan Malam terakhir, saat Ia menetapkan Ekaristi (Yoh. 21:13), “Yesus maju ke depan, mengambil roti dan memberikannya kepada mereka, demikian juga ikan itu.”, Venit Iesus et accipit panem et dat eis et piscem similiter.

Maka, Ekaristi menjadi tanda dan sarana yang sangat istimewa untuk berjumpa dengan Yesus, yang bangkit dari mati. 

Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku

Komunitas iman yang dibina Santo Yohanes menyingkapkan bahwa komunitas itu dibangun berlandaskan kasih. Mereka memaknai kasih sesuai penghayatan mereka, bukan apa yang dilakukan dunia di luar mereka.

Dalam berelasi dengan semua manusia, mereka memaknai kasih dengan cakupan makna: suka cita, kesedihan, pertumbuhan, penolakan, dedikasi, kepenuhan, pemberian, komitmen, hidup, mati, dan sebagainya.

Semua kata ini dalam bahasa Ibrani diringkas dalam satu kata: hesed.

Sulit menemukan padanan kata ini dalam bahasa lain. Umumnya dalam Kitab Suci, kata ini ditransliterasi menjadi: kasih, belas kasih, kasih setia atau cinta.

Yesus menyingkapkan makna kata ini dalam relasinya dengan keluarga Marta dan Maria dari Betania. Ia mengasihi seperti saudara dan bersedih hati, bahkan menangis ketika mendengar Lazarus telah mati. “Lihat, betapa kasihNya kepadanya” (Yoh. 11:5. 33-36).

Yesus selalu menyingkapkan tugas perutusan-Nya sebagai ungkapan kasih, “Ia mengasihi mereka sampai pada kesudahannya.” (Yoh. 13:1).

Dalam kasih, Ia menyingkapkan jati diriNya yang paling sejati dalam relasi dengan Bapa. “Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasih-Ku itu.” (Yoh. 15:9).

Untuk komunitas imannya, tidak ada perintah lain selain perintah ini: ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup (1Yoh. 2:6).

Perintah ini memastikan bahwa tiap anggota komunitas merentangkan kasih kepada seluruh jemaat dan manusia tanpa kecuali (bdk. 1Yoh. 2: 7-11; 3: 11-24; 2Yoh. 4-6).

Sabda-Nya, “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.” (Yoh. 15:13).

Santo Yohanes rupanya ‘bermain-main’ dengan kata αγαπας, agapas, dari kata agapao, dengan kata φιλεις, phileis, dari kata philein. Santo Yohanes tidak membedakan dengan tegas nuansa makna yang sedikit berbeda antara agapao dan philein.

Yang perlu diperhatikan justru frase lebih dari mereka ini. Frase ini menyingkapkan tuntutan Yesus akan relasi yang lebih dekat dan lebih setia dan komitmen mengasihi-Nya tanpa syarat.

Gembalakanlah domba-domba-Ku

Perjumpaan dengan Yesus ditandai dengan kelembutan hati dan ungkapan kasih. Dan pada akhirnya, Yesus memanggil dan bertanya pada Petrus, “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?”

Hanya setelah mendapatkan jawaban tegas tiga kali dari Petrus, Yesus mempercayakan tugas penggembalaan atas domba milikNya pada Petrus. Tiga kali Yesus bertanya tentang ketegasan sikap Petrus, sebanding dengan tiga kali saat ia mengkhianatiNya (Yoh. 18:17.25-27).

Rupanya Santo Yohanes memberi perhatian khusus pada Petrus. Benar, yang melihat Yesus duduk di pantai Danau Galilea dan membuat sarapan adalah murid yang dikasihiNya. Tetapi, Petruslah yang mendatangi-Nya terlebih dahulu. Dia jugalah yang mengambil beberapa ikan untuk dibakar, seperti perintah Yesus (Yoh 21:7-11).

Kisah ini menyingkapkan peran utama Petrus di antara sepuluh rasul lain. Ia menjadi yang utama di antara yang lain, primus inter pares, dan menjadi salah satu alasan Gereja menempatkan dia sebagai Paus pertama, dan, setelah kematiannya, digantikan oleh Santo Klement. Begitu seterusnya pewarisan Tahta Apostolik dilaksanakan dalam Gereja Katolik (bdk. Katekismus Gereja Katolik,  881).

Ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri

Yesus menyingkapkan bagaimana cara Petrus akan mati. Saat masih muda, orang bisa melakukan apa pun sesuka hati. Tetapi, “jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki.”

Sepanjang sisa hidup, Petrus dan para murid-Nya mengalami pendewasaan iman. Iman merupakan jawaban atas uluran kasih Allah. Ia mengaruniakan Anak-Nya “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yoh. 3:16). Terlebih, Allah adalah kasih (1Yoh. 4:8).

Manusia menyambut-Nya dengan kasih dan suka cita. Kasih diwujud nyatakan dalam pelayanan kepada saudara dan saudari dalam komunitas iman, dan disebarkan kepada siapa pun tanpa batas.

Sabda-Nya, “Orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki” menyingkapkan makna ‘mengikuti’. Maka, Santo Yohanes kemudian menambahkan “hal ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana Petrus akan mati dan memuliakan Allah.” Dan Yesus menegaskan (Yoh. 21:19), “Ikutlah Aku.”,  Sequere me

Katekese

Setelah kebangkitan-Nya, Yesus tetap menjalin relasi dengan para murid-Nya. Katekismus Gereja Katolik:

 “Yesus yang telah bangkit berhubungan langsung dengan murid-murid-Nya: la. membiarkan diri-Nya diraba dan Ia makan bersama mereka. Ia mengajak mereka untuk memastikan bahwa Ia bukan hantu, sebaliknya untuk membenarkan bahwa tubuh yang baru bangkit sebagaimana Ia berdiri di depan mereka, adalah benar-benar tubuh yang sama dengan yang disiksa dan disalibkan, karena Ia masih menunjukkan bekas-bekas kesengsaraan-Nya.

Tetapi tubuh yang benar dan sungguh-sungguh ini serentak pula memiliki sifat-sifat tubuh baru yang sudah dimuliakan: Yesus tidak lagi terikat pada tempat dan waktu, tetapi dapat ada sesuai dengan kehendak-Nya, di mana dan bilamana Ia kehendaki.

Kodrat manusiawi-Nya tidak dapat ditahan lagi di dunia dan sudah termasuk dunia ilahi Bapa-Nya.

Atas dasar ini, maka Yesus yang bangkit juga bebas untuk menampakkan Diri, sesuai dengan kehendak-Nya: dalam sosok tubuh seorang tukang kebun atau “dalam satu bentuk lain” (Mrk. 16:12) dari bentuk yang sudah terbiasa untuk para murid.

Dengan demikian iman mereka mau dibangkitkan.” (Katekismus Gereja Katolik, 645).

Oratio-Missio

Tuhan, buatlah hatiku menjadi hati yang penuh belas kasih. Hapuslah dari hatiku sikap tak ramah, tak bersyukur, tak mengasihi dan tak kudus serta suka memberontak melawan Dikau. Semoga aku selalu mengasihiMu dan menuruti kehendakMu. Amin.  

Apa yang perlu kita lakukan untuk ikut serta menggembalakan domba milikNya?

dicit Simoni Petro Iesus, “Simon Ioannis, diligis me plus his?” – Ioannem 21:15

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here