Lectio Divina 01.10.2023 – Tidak, Tetapi Mau

0
229 views
Tentang dua anak, by Nelly Bube, seniman Kazakhstan

Minggu. Hari Minggu Biasa XXVI (H)

  • Yeh. 18:25-28
  • Mzm. 25:4bc-5.6-7.8-9
  • Flp. 2:1-11 (Flp. 2:1-5)
  • Mat. 21:28-32

Lectio

28 “Tetapi apakah pendapatmu tentang ini: Seorang mempunyai dua anak laki-laki. Ia pergi kepada anak yang sulung dan berkata: Anakku, pergi dan bekerjalah hari ini dalam kebun anggur. 29 Jawab anak itu: Baik, bapa. Tetapi ia tidak pergi.

30 Lalu orang itu pergi kepada anak yang kedua dan berkata demikian juga. Dan anak itu menjawab: Aku tidak mau. Tetapi kemudian ia menyesal lalu pergi juga. 31 Siapakah di antara kedua orang itu yang melakukan kehendak ayahnya?” Jawab mereka: “Yang terakhir.”

Kata Yesus kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah.

32 Sebab Yohanes datang untuk menunjukkan jalan kebenaran kepadamu, dan kamu tidak percaya kepadanya. Tetapi pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal percaya kepadanya. Dan meskipun kamu melihatnya, tetapi kemudian kamu tidak menyesal dan kamu tidak juga percaya kepadanya.”

Meditatio-Exegese

Kamu berkata: Tindakan Tuhan tidak tepat

Abad keenam sebelum Masehi, Nabi Yehezkiel merefleksikan kesombongan para pemimpin dan umat Israel dan Yehuda. Para pemimpin dan umat yang sombong mengira mereka adalah bangsa yang terpilih. Mereka mengira perbuatan baik yang mereka lakukan mampu menghapus kejahatan yang mereka buat di hadapan Allah.

Bangsa terpilih itu terjerat dalam pencobaan dengan tiga cara. Pertama, dengan melaksanakan pelbagai macam aturan perilaku, 366 perintah dan larangan serta turunannya, mereka mengira  bisa mengadili perilaku bangsa lain, termasuk yang kafir.

Selanjutnya, mereka mengabaikan dosa yang mereka lakukan, karena merasa jumlah perbuatan baik lebih banyak dari dosa yang mereka lakukan. Akhirnya, mereka melupakan  bahwa Sang Pengadil sejati adalah Allah.

Nabi Yehezkiel menjungkibalikkan cara pikir dan cara tindak bangsa yang dihukum buang ke Babel. Orang benar yang berbalik dari kebenaran dan berlaku curang, pasti, menjadi lebih buruk, bahkan, mati. Sabda sang nabi, “Ia harus mati karena kecurangan yang dilakukannya.” 

Sebaliknya, orang fasik atau jahat yang bertobat, pasti, melakukan keadilan dan kebenaran. “Ia insaf dan bertobat dari segala durhaka yang dibuatnya, ia pasti hidup.” Dengan kata lain : “lebih baik menjadi bekas penjahat dari pada menjadi bekas orang benar”.

Maka, peradilan Allah selalu berlaku adil. Ia memberi hidup pada orang yang melakukan kebenaran dan keadilan.

Tetapi apakah pendapatmu tentang ini

Setelah khotbah panjang tentang Jemaat yang didirikan-Nya (Mat. 18:1-35), Yesus meninggalkan Galilea, menyeberangi Sungai Yordan dan memulai perjalanan ke Yerusalem (Mat. 19:1). Jauh sebelumnya Ia bersabda bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan diserahkan kepada tangan manusia dan dibunuh.

Namun pada hari ketiga Ia bangkit dari kematian (Mat. 16:21; 17:22-23). Dan sekarang Ia sudah ada di ibu kota Israel, Yerusalem.

Saat masuk kota Yerusalem, orang banyak menyambut Yesus dengan suka cita (Mat. 21:1-11). Bahkan anak-anak  bergirang memuji-Nya, ketika Ia mengusir para pedagang dan penukar uang di Bait Allah dan menyembuhkan orang buta dan orang timpang (Mat. 21:12-15).  

Sebaliknya, para imam dan ahli Kitab mengecam Dia. Mereka membungkam mulut anak-anak (Mat. 21:15-16). Tindakan para pemuka agama membuat situasi mencekam dan menakutkan.

Maka, Yesus terpaksa menyingkir dan bermalam di luar kota (Mat. 21:17; bdk. Yoh. 11:53-54). Esok hari, saat menuju Bait Suci, Yesus mengutuk pohon ara, lambang Yerusalem, sehingga tidak berbuah (Mat. 21:18-22). Kemudian Ia memasuki Bait Allah dan mengajar di sana. 

Saat mengajar, Yesus terlibat dalam perdebatan dengan para pemimpin agama. Ia menghadapi mereka satu demi satu (Mat. 21:33-22:45), para imam kepala dan tua-tua (Mat. 21:23), kaum Farisi (Mat. 21:45; 22:41), murid-murid kaum Farisi dan pengikut Herodes Antipas (Mat. 22:16), kaum Saduki (Mat. 22:23) dan ahli Taurat (Mat. 22:35).

Setelah perdebatan panjang, Yesus mengeluh karena Yerusalem tidak mau bertobat. Bahkan kaum Farisi berusaha menangkap Dia (Mat. 21:46).

Siapakah yang melakukan kehendak ayahnya?

Setelah menolak menjawab tentang kuasa yang digunakan-Nya untuk menguduskan Bait Allah, Yesus mengundang para pemimpin agama untuk mempertajam refleksi iman mereka akan Yahwe. Seperti biasa, Ia mengambil kisah sehari-hari untuk menyingkapkan kehendak Bapa-Nya dan meminta para pendengar menanggapi ajakan keselamatan itu.

Yesus mengawali perumpamaan tentang dua orang kakak beradik dengan pertanyaan, “Apa pendapatmu?” Ia mengajak para pemimpin agama Yahudi dan pendengar-Nya untuk memperhatikan dan berlajar dari kisah yang biasa dijumpai dalam kehidupan rumah tangga sehari-hari.

Ia bertutur, “Seorang mempunyai dua anak laki-laki. Ia pergi kepada anak yang sulung dan berkata: Anakku, pergi dan bekerjalah hari ini dalam kebun anggur. Jawab anak itu: Baik, bapa. Tetapi ia tidak pergi.

Lalu orang itu pergi kepada anak yang kedua dan berkata demikian juga. Dan anak itu menjawab, “Aku tidak mau. Tetapi kemudian ia menyesal lalu pergi juga.” (Mat. 21:28-30).

Setiap orang tahu persis kisah seperti ini. Tetapi, sama seperti pemimpin agama Yahudi, tidak seorang pun memahami dan memperhatikan dengan hati terbuka apa yang ingin disingkapkan Yesus.

Pada awal perumpamaan, Yesus mengawali dengan bertanya, “Apa pendapatmu?”. Pada akhir Ia bertanya (Mat. 21:31), “Siapakah di antara kedua orang itu yang melakukan kehendak ayahnya?”. Quis ex duobus fecit voluntatem patris?

Biasanya, anak yang menjawab, “Ya” pada orangtuanya, melakukan. Maka, harusnya Yesus mendapatkan jawaban, “Si sulung, yang melakukan perintah bapaknya.” Tetapi, ternyata tidak ada jawaban.

Pemungut cukai dan perempuan sundal akan mendahului kamu

Yesus menyingkapkan kelaziman melalui perumpamaan dua orang kakak beradik ini. Cukup banyak kisah berpihak pada anak bungsu yang dibenarkan. Kain ditolak persembahannya; sedang Habil diterima (Kej. 4:1-4).

Esau kehilangan hak dan berkat kesulungan karena kecerdikan adiknya, Yakub (Kej. 25:1-34; 27:1-29). Daud, anak bungsu Isai, dipilih menjadi raja Israel, menggantikan Saul; sedangkan kakak-kakak yang lebih perkasa ditolak (1Sam. 16:1-13). 

Yesus ternyata menggunakan perumpamaan itu untuk menyingkapkan bahwa undangan untuk masuk dalam Kerajaan Allah disebarkan kepada siapa saja. Yesus menggunakan jawaban imam-mam kepala dan tua-tua Yahudi, ”Yang terakhir” untuk mengajak mereka merenungkan undangan Yohanes Pembaptis.

Maka jawaban itu juga sekaligus menjadi penghukuman bagi mereka.

Pada saat diminta untuk bekerja di kebun anggur, si bungsu menjawab tidak mau. Tetapi, kemudian, ternyata ia menimbang kembali dan berbalik. Ungkapan μεταμεληθεις, metameletheis dari kata μεταμελομαι, metamelomai, bermakna: berubah pikiran, bertobat.   

Para pemungut cukai dan para pelacur, pada awalnya, memang menolak undangan untuk ambil bagian dalam bekerja di kebun anggur, masuk dalam kebahagiaan abadi. Namun, setelah mereka mendengarkan dan menerima warta Yohanes Pemandi, mereka berubah pikiran dan berbalik kepada Bapa.

Sebaliknya, para imam kepala dan tua-tua Yahudi, semula bersedia melakukan perintah bapa. “Baik, bapa,” jawabnya. Tetapi, tidak pergi ke kebun anggur untuk melaksanakan kesanggupannya.

Mereka merasa diri benar dan tidak mau menerima warta Yohanes Pemandi, bahkan mereka menolaknya di muka mereka yang mempercayai bahwa Yohanes adalah utusan Allah. Dan sekarang yang ada di hadapan mata mereka adalah Anak Allah sendiri.

Dan pada akhirnya, Yesus menyimpulkan, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah. Sebab Yohanes datang untuk menunjukkan jalan kebenaran kepadamu, dan kamu tidak percaya kepadanya.

Tetapi pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal percaya kepadanya. Dan meskipun kamu melihatnya, tetapi kemudian kamu tidak menyesal dan kamu tidak juga percaya kepadanya.” (Mat. 21:31-32).

Santo Lukas mencatat bahwa pemungut cukai, yang mewakili semua orang yang disingkirkan dan ditindas, bertanya kepada Yohanes Pembaptis apa yang mereka lakukan untuk bertobat (Luk. 3:12-13).

Sedangkan para pemimpin yang tahu tentang Tuhan, justru, tidak percaya dan memunggungi Allah. Mereka berpura-pura bertobat (bdk. Mat. 3:7-10; Zef. 3:2).

Belas kasih Allah merengkuh semua orang yang yang mau berpaut pada-Nya. Mereka adalah “suatu umat yang rendah hati dan lemah, dan mereka akan mencari perlindungan pada nama Tuhan, yakni sisa Israel itu.” (Zef 3:12-13).  

Katekese

Dari “Tidak” menjadi “Ya”. Paus Fransiskus, 17 Desember 1936:

Dalam Injil yang dibacakan hari ini, salah satu butir yang amat menarik perhatian adalah anak kedua. Setelah berkata, “Tidak” pada bapanya, ia mengubah menjadi “ya”, ia bertobat. Allah begitu sabar pada kita.

Ia tidak berhenti setelah kita berkata “Tidak.” Ia membiarkan kita bebas bahkan membiarkan kita menjauh dari-Nya dan melakukan banyak kesalahan. Tetapi, merenungkan kesabaran sungguh luar biasa.

Betapa Tuhan tetap menanti kita. Ia selalu menyertai dan mengulurkan tangan-Nya untuk kita. Sekaligus Ia menghormati kebebasan kita. Dan Ia selalu cemas menanti jawaban “Ya” dari kita.

Maka Ia selalu membaharui hati dan tangan-Nya yang kebapakan serta melimpahi kita dengan belas  kasih tanpa batas. Iman pada-Nya menuntut kita terus menerus membaharui pilihan akan kebaikan dari pada kejahatan, memilih kebenaran dari pada dusta, memilih mengasihi sesama dari pada mementingkan diri sendiri.

Mereka yang bertobat, setelah mengalami dosa, akan mendapatkan tempat pertama dalam Kerajaan Surga, karena tersedia sukacita yang lebih besar saat seorang pendosa bertobat dari pada sembilan puluh sembilan orang benar (Luk. 15:7).

Namun, pertobatan, perubahan hati, memerlukan proses. Proses itu memurnikan kita dari kungkungan-kungkungan moral. Tentu proses ini sangat menyakitkan, karena tak ada jalan menuju kesucian tanpa pengurbanan dan perjuangan rohani.

Berjuang untuk kebaikan; berjuang untuk tidak jatuh dalam pencobaan; melakukan apa yang bisa kita lakukan, agar kita mencapai hidup yang penuh kedamaian dan sukacita seperti Sabda Bahagia.

Injil hari ini menimbulkan tanya tentang cara hidup seorang Kristen. Cara itu tidak dibentuk dari mimpi atau gagasan indah, tetapi dari komitmen konkrit, agar kita membuka pintu hari untuk kehendak Allah dan mengasihi saudara dan saudari kita.

Tetapi komitmen ini, bahkan yang terkecil dan konkrit, tak dapat kita lakukan tanpa rahmat. Rahmat pertobatan harus selalu kita mohon pada Allah.

“Tuhan, anugerahkanlah rahmat-Mu agar kami tumbuh. Anugerahkanlah rahmatmu agar kami menjadi pengikut setia-Mu.” (Angelus, Lapangan Santo Petrus, Minggu, 27 September 2020)

Oratio-Missio

Tuhan, Engkau mengubah hatiku agar aku hanya menghendaki apa yang menyenangkan hati-Mu. Bantulah aku untuk menghormati kehendak-Mu dan selalu mempersembahkan pada-Mu kekuatan, sukacita dan ketekunanku untuk melakukan kehendak-Mu sepenuh hati dan jiwaku. Amin.

  • Apa yang perlu aku lakukan untuk tidak memberontak pada kehendak-Nya?

Dicit illis Iesus, “Amen dico vobis, quia publicani, et meretrices praecedent vos in regnum Dei”Matthaeum 21:31 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here