Lectio Divina 03.03.2024 – Menyucikan Rumah Allah dan Hidup

0
54 views
Menjungkalkan pedagang dan penukar uang di Bait Allah, by Luca Giordano (–1705)

Minggu Prapaskah III (U)

  • Kel. 20:1-17
  • Mzm. 19:8-9.10.11
  • 1Kor. 1:22-25
  • Yoh. 2:13-25

Lectio

13 Ketika hari raya Paskah orang Yahudi sudah dekat, Yesus berangkat ke Yerusalem. 14 Dalam Bait Suci didapati-Nya pedagang-pedagang lembu, kambing domba dan merpati, dan penukar-penukar uang duduk di situ. 15 Ia membuat cambuk dari tali lalu mengusir mereka semua dari Bait Suci dengan semua kambing domba dan lembu mereka; uang penukar-penukar dihamburkan-Nya ke tanah dan meja-meja mereka dibalikkan-Nya.

16 Kepada pedagang-pedagang merpati Ia berkata: “Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan.” 17 Maka teringatlah murid-murid-Nya, bahwa ada tertulis: “Cinta untuk rumah-Mu menghanguskan Aku.” 18 Orang-orang Yahudi menantang Yesus, katanya: “Tanda apakah dapat Engkau tunjukkan kepada kami, bahwa Engkau berhak bertindak demikian?”

19 Jawab Yesus kepada mereka: “Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali.” 20 Lalu kata orang Yahudi kepada-Nya: “Empat puluh enam tahun orang mendirikan Bait Allah ini dan Engkau dapat membangunnya dalam tiga hari?” 21 Tetapi yang dimaksudkan-Nya dengan Bait Allah ialah tubuh-Nya sendiri.

22 Kemudian, sesudah Ia bangkit dari antara orang mati, barulah teringat oleh murid-murid-Nya bahwa hal itu telah dikatakan-Nya, dan merekapun percayalah akan Kitab Suci dan akan perkataan yang telah diucapkan Yesus. 23 Dan sementara Ia di Yerusalem selama hari raya Paskah, banyak orang percaya dalam nama-Nya, karena mereka telah melihat tanda-tanda yang diadakan-Nya.

24 Tetapi Yesus sendiri tidak mempercayakan diri-Nya kepada mereka, karena Ia mengenal mereka semua, 25 dan karena tidak perlu seorangpun memberi kesaksian kepada-Nya tentang manusia, sebab Ia tahu apa yang ada di dalam hati manusia.

Meditatio-Exegese

Akulah Tuhan, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan

Pembukaan yang meriah dan agung menyingkapkan bahwa Allah sendirilah yang harus dihormati dan disembah. Sabda-Nya, “εγω ειμι κυριος ο θεος, ego eimi kurios ho theos.”, “Akulah Tuhan, Allahmu.” (Kel. 20:2, LXX). Ia menggemakan kembali jati diri-Nya di hadapan Musa saat bersabda dalam semak yang terbakar, εγω ειμι, ego eimi, AKU ADALAH AKU (Kel. 3:14).

Dia menguasai sejarah dan menuntun umat yang dipilih atas kebaikan hati-Nya untuk keluar dari tanah Mesir. Dialah Sang Pembebas dan menuntut tiap pribadi umat pilihan-Nya untuk hidup sesuai dengan tuntutan hidup berkualitas tinggi sebagai manusia merdeka. Ia menghendaki relasi yang intim dengan tiap pribadi umat-Nya yang dikukuhkan dalam Perjanjian Sinai dan, kelak diperbaharui dalam Perjanjian Baru (Luk. 22:20).

Relasi yang intim dengan Allah dikembangkan melalui pengakuan bahwa Allah meraja di hati manusia dan Ia “menunjukkan kasih setia kepada mereka yang mengasihi-Nya dan berpegang pada perintah-perintah-Nya.” (Kel 20:6). Pengakuan itu diwujudkan dalam penetapan perjanjian dan perintah yang harus diikuti manusia, yakni: dekalog, sepuluh perintah Allah.

Gereja mengajarkan, ”Dekalog merupakan satu keseluruhan yang tidak dapat dibagi. Tiap ‘firman’nya menunjuk kepada yang lain dan kepada seluruhnya: mereka bergantung satu sama lain. Kedua loh batu saling menerangkan; mereka membentuk satu kesatuan. Siapa melanggar satu perintah, melanggar seluruh hukum (bdk. Yak. 2:10-11).

Orang tidak dapat menghormati sesama, tanpa memuji Allah, Penciptanya. Orang tidak dapat menyembah Allah, tanpa mengasihi manusia, yang adalah makhlukNya. Dekalog mempersatukan kehidupan rohani dan kehidupan sosial manusia.” (Katekismus Gereja Katolik, 2069).

Karena menerima Allah sebagai Raja atas hidupnya, manusia hanya menyembah dan mengabdi pada-Nya. Pengabdian kepada Allah mendapatkan kepenuhan pada tindakan kasih kepada sesama manusia dan alam. Gereja menegaskan perlunya pemenuhan hukum kasih,  “Ketika orang menanyakan kepada-Nya:“Guru hukum manakah yang terutama, dalam hukum Taurat?” (Mat. 22:36),

Yesus menjawab, ”Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.” (Mat. 22:37-40; bdk. Ul. 6:5; Im. 19:18).

Dekalog harus dijelaskan dalam terang hukum kasih ganda dan sekaligus satu-satunya yang merupakan kegenapan hukum : “Firman: jangan berzina, jangan membunuh, jangan mencuri, jangan mengingini dan firman lain mana pun juga, sudah tersimpul dalam firman ini, yaitu: kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Kasih tidak berbuat jahat terhadap sesama manusia, karena itu kasih adalah kegenapan hukum Taurat.” (Rm. 13:9-10)” (Katekismus Gereja Katolik, 2055).

Tantangan yang dihadapi sekarang: kesaksian palsu dalam rupa hoax, aborsi, narkotik, perdagangan manusia, kehancuran keluarga, dan lingkungan hidup. Semua tantangan itu langsung berhadapan dengan penerapan 10 perintah Allah dalam hidup sehari-hari.

Ketika hari raya Paskah orang Yahudi sudah dekat

Inilah Paskah pertama dalam karya pelayanan Yesus. Penulis Injil menyebut hari raya Paskah orang Yahudi, karena ia menulis untuk mereka yang tinggal di Asia Kecil dan kebanyakan berkebudayaan Yahudi.

Paskah (Ibrani pesach), dirayakan pada senja tanggal 14 dan berakhir pada senja tanggal 21 bulan Nisan. Inilah hari raya terbesar orang Yahudi.

Kata pasch bermakna melewati, melalui. Nama perayaan ini mengacu pada peringatan saat malaikat Allah melewati rumah-rumah bangsa Israel dan seluruh tanah Mesir. Ia membunuh bayi yang lahir sulung di tiap jengkal yang tak bertanda darah domba di kusen pintu, baik hewan maupun manusia (bdk. Kel. 12:11-12).

Umat Perjanjian Lama merayakan Paskah, yang mempralambangkan Paskah Perjanjian Baru (bdk. Mat. 26:2), sebagai hari raya terpenting. Setelah Paskah, disusul perayaan Roti Tak Beragi selama seminggu. Menurut Hukum Musa, tiga kali dalam setahun tiap laki-laki dewasa harus “menghadap ke hadirat Allah”, termasuk pada Hari Raya Paskah (Kel. 34:23; Ul. 16:16).

Atas dasar hukum inilah kebiasaan saleh untuk berziarah ke Bait Allah di Yerusalem terbentuk. Maka,  saat itu, Yerusalem dipenuhi para peziarah dari pelbagai penjuru angin. Denyut ekonomi di Yerusalem makin kencang untuk memenuhi kebutuhan peziarah, termasuk,  praktek penyimpangan.

Bait Suci

Bait Allah dipahami sebagai tempat Allah bersemayam di tengah umat-Nya. Setelah Allah membebaskan bangsa Israel dari perbudakan Mesir, Ia mengikat pejanjian dengan mereka dan menuntut peri hidup baru sesuai kehendakNya seperti tertuang dalam Dekalog, Sepuluh Perintah (Kel. 20:1-17). 

Selanjutnya Allah memerintahkan Musa untuk melaksanakan tata ibadat untuk menghormati-Nya dan membuat Tabut Perjanjian, atau Kemah Suci. Kemah Suci, akhirnya, digantikan oleh Bait Allah, yang didirikan oleh Salomo, di Yerusalem. Perjanjian Baru memandang Bait Allah sebagai “gambaran dan bayangan dari apa yang ada di surga.” (Ibr. 8:5).

Yesus berangkat ke Yerusalem

Yesus secara terus terang menunjukkan bahwa Ia mentaati Hukum Tuhan. Ia bersama-sama dengan para peziarah menghadap ke hadiran Allah di Bait Allah.

Namun, terlihat perbedaan antara Dia dengan peziarah biasa, Ia tampil sebagai Anak-Nya yang tunggal. Ia memastikan bahwa seluruh proses penghormatan pada Bapa-Nya dilaksanakan dengan benar, tidak menyimpang dari Hukum Taurat.

Origenes, teolog dan bapa Gereja abad ke-5, menulis, ”Sejak saat itu, Yesus, Yang Diurapi Allah, selalu memulai pembaharuan atas penyimpangan dan menyucikan dari dosa; Ia memulainya baik pada saat Ia mengunjungi Gereja-Nya, dan ketika Ia mengunjungi jiwa orang Kristen.” (Homily on Saint John, 1).

Ia membuat cambuk, mengusir mereka dari Bait Suci

Berbeda dengan penulis Injil sinoptik, Santo Yohanes menempatkan kisah penyucian Bait Allah di awal karya pelayanan Yesus. Tindakan mengkuduskan Bait Allah menjadi awal konflik Yesus dengan pemuka agama  Yahudi (Yoh. 2: 18). Perselisihan memuncak saat orang percaya pada-Nya, setelah Ia membangkitkan Lazarus (Yoh. 11:48-57).

Yesus marah ketika mendapati bahwa rumah BapaNya, Bait Allah, telah diubah menjadi tempat berjualan (Yoh. 2:16) atau “sarang penyamun” (Mrk. 11:17). Inilah alasan mengapa Yesus meluapkan kemarahan-Nya secara fisik dengan mengusir para pedagang dan penukar uang.

Nabi Maleakhi telah menubuatkan tindakan Yesus, Ia “memurnikan dan mentahirkan perak; dan Ia mentahirkan orang Lewi, menyucikan mereka seperti emas dan seperti perak, supaya mereka menjadi orang-orang yang mempersembahkan korban yang benar kepada Tuhan.” (Mal. 3:1-4). Ia menyucikan Bait Allah, tempat BapaNya bersemayam, karena “Cinta untuk rumahMu menghanguskan Aku.” (Mzm. 6:10).

Pengusiran pedagang hewan kurban bermakna Yesus menghentikan ibadat kurban. Penjungkir balikkan meja penukaran uang berarti penghentian aliran uang yang dikhususkan untuk Allah.

Uang yang beredar dan digunakan dalam transaksi sehari-hari bergambar Kaisar dan dianggap haram. Untuk persembahan uang haram itu harus ditukarkan dengan uang tanpa gambar. Maka, tindakan Yesus menyucikan Bait Allah menandakan jaman baru telah dimulai.

Tanda apakah dapat Engkau tunjukkan kepada kami

Para penguasa mempertanyakan dan menuntut Yesus tanda kuasa ilahi untuk melakukan tindakan itu. Bila Ia tidak mampu menunjukkan, berarti Ia adalah pengacau atau pemberontak melawan penguasa.

Yesus menjawab (Yoh. 2:19), “Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali.”, Solvite templum hoc, et in tribus diebus excitabo illud.

Jawaban ini bermakna bahwa yang menyebabkan keruntuhan Bait Allah bukan Yesus, seperti yang dituduhkan kepada-Nya di pengadilan (Mrk. 14:58; 15:29), tetapi para penuduh itu. Nabi Yeremia mengingatkan bahwa ketidak setiaan pada perjanjian dengan Allah menjadi sebab keruntuhan Kenisah yang dibangun Salomo juga (Yer. 7:1-34).

Dan kelak pada tahun 70, Bait Allah benar-benar runtuh setelah dipugar pada masa Herodes Agung hingga tahun 64. Bait itu tidak bisa didirikan lagi hingga saat ini. Seluruh kemegahan dan fungsi keagamaan runtuh.

Yesus ternyata memaknai perintah-Nya sebagai lambang Ia akan dihukum mati di kayu salib dan dibangkitkan pada hari ketiga. Orang Yahudi tidak mampu memahami bahwa Bait Allah yang dimaksudkan-Nya adalah tubuhNya sendiri. 

Ia mati, dihancurkan untuk membuka jalan kehadiran Allah di antara manusia. Melalui kematian dan kebangkitan Yesus tidak hanya mendamaikan kita dengan Allah; Ia juga menganugerahkan Roh Kudus dan menjadikan tiap pribadi bait Roh Kudus (1Kor. 6:19-20).

Katekese

Yesus menyucikan Bait Allah, Rumah Bapa-Nya. Santo Yohanes Chrysostomus, 347-407:

“Tapi mengapa Kristus menggunakan kekerasan semacam itu? Dia akan menyembuhkan pada hari Sabat dan melakukan banyak hal yang nampaknya bagi mereka merupakan pelanggaran atas Hukum Taurat. Namun, agar Dia tidak tampak bertindak sebagai pesaing Allah dan lawan dari Bapa-Nya, Dia mengambil kesempatan untuk memperbaiki kecurigaan mereka…

Dia tidak hanya ‘mengusir mereka’ tapi juga ‘menjungkirbalikkan meja’ dan ‘menghamburkan uang mereka’, sehingga mereka dapat melihat betapa seseorang  yang membahayakan dirinya dengan menentang tata tertib rumah tangga dapat merendahkan Tuhan-Nya.

Andai Ia bertindak karena kemunafikan, Ia hanya akan menasihati mereka. Tetapi kini dengan gagah berani Ia justru menempatkan diri-Nya menantang bahaya. Tak masuk akal bila Ia mengambil posisi menentang kemarahan begitu banyak orang  di pasar atau mencari kesenangan dari kerusuhan brutal terhadap para pedagang miskin dengan cara mengecam dan menggusur mereka.

Dengan kata lain, tindakan yang diambil-Nya bukan merupakan kepura-puraan. Ia bertindak karena memilih untuk menanggung segala sesuatu demi ketertiban di Bait Allah.

Karena alasan yang sama, untuk menunjukkan ketaatan pada perintah pada Bapa, Ia tidak bersabda, ‘Bait Suci’, tetapi ‘Rumah Bapa-Ku’. Lihat, Ia bahkan memanggil Allah, ‘Bapa’, dan mereka tidak marah pada-Nya.

Mereka mengira Ia bersabda dengan pengertian yang umum. Tetapi ketika Ia dengan lebih gamblang bersabda tentang kesetaraan-Nya dengan Bapa, inilah saat bagi mereka untuk naik darah.” (Homilies On The Gospel Of John 23.2).

Oratio-Missio 

Tuhan, Engkau membuka lebar-lebar pintu untuk masuk ke Rumah Bapa-Mu dan Engkau mendorong kami untuk memasukinya dengan penuh kepercayaan. Bantulah aku untuk mendekati tahta kerahiman dan belas kasih-Mu dengan penuh syukur dan sukacita. Amin.

  • Apa yang perlu aku lakukan untuk membersihkan hatiku dan lingkunganku yang penuh dengan ‘sarang penyamun’?

zelus domus Tuae comedit me – Iohannem 2:17

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here