Minggu. Hari Raya Pentakosta (M)
- Kis. 2:1-11.
- Mzm. 104:1ab,24ac,29bc-30,31,34.
- 1Kor. 12:3b-7,12-13 atau Rm. 8:8-17.
- Yoh. 14:15-16, 23b-26.
Lectio
15 “Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku. 16 Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya. Jika seseorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku; dan Bapa-Ku akan mengasihi dia, dan Kami akan datang kepadanya dan tinggal bersamanya.
24 Akan tetapi, orang yang tidak mengasihi Aku, tidak menuruti firman-Ku. Dan, firman yang kamu dengar itu bukan dari-Ku, melainkan dari Bapa yang mengutus Aku. 25 Semua hal ini telah Aku katakan kepadamu selama Aku masih bersamamu.
26 Akan tetapi, Penolong itu, yaitu Roh Kudus, yang akan Bapa utus dalam nama-Ku, Dia akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu, dan akan mengingatkanmu pada semua yang telah Kukatakan kepadamu.
Meditasi-Exegese
Ketika tiba hari Pentakosta, semua orang percaya berkumpul di satu tempat
Pentakosta, salah satu dari tiga hari raya orang Yahudi, adalah nama Yunani untuk Hari Raya Menuai (Kel. 23: 16). Pada hari raya ini banyak orang Yahudi berziarah ke Bait Allah. Kaum laki-laki Yahudi wajib hadir di hadapan Yahwe pada hari raya ini (bdk. Kel. 23:17).
Hari raya ini ditandai dengan persembahan buah pertama panen; dan mendapatkan kepenuhan secara rohani ketika bangsa Israel merayakan pengikatan perjanjian dan kesediaan melaksanakan Hukum Taurat yang diberikan pada Musa di Sinai (Kel. 24:1-11). Pesta Pentakosta dirayakan lima puluh hari setelah Paskah.
Dalam Perjanjian Lama, Allah menyingkapkan kehadiran-Nya di tengan umat dalam Tiang Awan dan Tiang Api di sepanjang perjalanan umat Israel di gurun (Kel. 13:21-22; 14:19, 24; 33:9-10; Bil. 12:5; 14:14; Ul. 31:15); Ia hadir dalam angin taufan dahsyat di Gunung Sinai (Kel. 19:16-25).
Selanjutnya, Ia hadir dalam awan yang menutupi Kemah Suci dan, di jaman kemudian, di Bait Allah di Yerusalem (Kel. 40:34-38; 1Raj. 8:10-11; 2Taw. 5:13-14). Ketika tata peribadatan makin berkembang, Allah berjanji pada umat-Nya untuk hadir dalam Perjanjian dengan umatNya, “Aku akan diam di tengah-tengah orang Israel dan Aku akan menjadi Allah mereka.” (Kel. 29:45).
Umat tidak dapat melihat Allah, tetapi mereka dapat bersaksi tentang kehadiran ilahi-Nya dalam setiap peristiwa itu. Berabad kemudian pada abad ke-6 sebelum Masehi, Allah menjajikan kehadiran-Nya di masa depan dan mendirikan perjanjian abadi dalan diri Sang Mesias.
Nabi Yehezkiel menubuatkan, “Dan, hamba-Ku Daud akan menjadi raja mereka selamanya. Aku akan membuat perjanjian damai dengan mereka. Perjanjian itu akan menjadi perjanjian abadi dengan mereka.
Aku akan menempatkan mereka, memperbanyak mereka, dan menaruh tempat-Ku yang kudus di tengah-tengah mereka selama-lamanya. Kediaman-Ku juga akan ada bersama mereka; Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku.” (Yeh. 37:25c-27). Yesus dari Nazaret memenuhi janji Allah.
Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku
Tema dasar yang dikembangkan semua kitab dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru adalah mengasihi Allah. Tetapi dalam Perjanjian Baru tema itu bergeser menjadi mengasihi Yesus.
Bunda Gereja mengajar, “Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dalam pelbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi, maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya.” (Ibr. 1:1-2).
Kristus, Putera Allah yang menjadi manusia, adalah Sabda Bapa yang tunggal, yang sempurna, yang tidak ada taranya. Dalam Dia Allah mengatakan segala-galanya, dan tidak akan ada perkataan lain lagi.
Hal ini ditegaskan dengan jelas oleh santo Yohanes dari Salib dalam uraiannya mengenai Ibrani 1:1-2: “Sejak Ia menganugerahkan kepada kita Anak-Nya, yang adalah Sabda-Nya, Allah tidak memberikan kepada kita sabda yang lain lagi. Ia sudah mengatakan segala sesuatu dalam Sabda yang satu itu …” (Carm. 2,22).” (Katekismus Gereja Katolik, 65).
Yesus selalu mengundang para murid untuk mengasihi-Nya. Undangan-Nya: Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku (Yoh 14: 15). Satu-satunya cara mengasihi Yesus adalah dengan mendengarkan, merenungkan, dan melakukan apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan-Nya.
PerintahNya hanya (Yoh 15:12): “supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu.”, αγαπατε αλληλους καθως ηγαπησα υμας, agapate allelous kathos egapesa humas, ut diligatis invicem, sicut dilexi vos.
Perintah untuk saling mengasihi diwujud nyatakan dalam pelayanan. Bahkan, para murid harus rela mengasihi sama seperti Tuhan mengasihi sampai Ia wafat di salib (Yoh. 13: 1). Para murid Yesus hanya akan dikenal apabila mereka saling mengasihi.
Allah menghendaki manusia mengasihiNya dengan melakukan perintah-Nya (Yoh. 14:15). Siapa pun yang mengasihi Yesus, ia dikasihi Bapa dan Putera-Nya akan menyatakan diri padanya.
Inilah tanggapan Yesus atas permintaan Filipus, “Tuhan, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami.” (Yoh. 14:8).
Pertanyaan Filipus serupa dengan pertanyaan Musa, “Perlihatkanlah kiranya kemuliaanMu kepadaku.” (Kel. 33:18). Allah menjawab, “Engkau tidak tahan memandang wajah-Ku, sebab tidak ada orang yang memandang Aku dapat hidup.” (Kel. 33: 20).
Allah tidak dapat dipandang dengan mata telanjang. Ia bersemayam dalam terang yang tak terhampiri (1 Tim 6:16). Santo Yohanes bersaksi, “Tak seorang pun pernah melihat Allah.” (1Yoh. 4:12).
Tetapi manusia dapat merasakan kehadiran Allah melalui pengalaman akan kasih. Dengan nada negatif, Santo Yohanes menulis (1Yoh. 4:8), “Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih.”, qui non diligit non novit Deum, quoniam Deus caritas est.
Maka Yesus menjawab Filipus, “Dan barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh Bapa-Ku dan Akupun akan mengasihi dia dan akan menyatakan diri-Ku kepadanya.” (Yoh. 14:21). Dengan kata lain, manusia mengasihi Yesus dengan cara melakukan perintah-Nya, “Inilah perintah-Ku kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain.” (Yoh. 15:17).
Santo John Henry Newman, 1810-1890, berkata, “Kita mengasihi karena kasih itulah kodrat kita. Kasih menjadi kodrat kita, karena Allah, Roh Kudus, menciptakan demikian.” (Sermon 21. Faith and Love).
Yesus bersabda pada para murid tentang ikatan kasih yang tak terpisahkan antara diri-Nya dan Bapa, dan kasih Yesus dan Bapa pada manusia. Dalam Yesus kita melihat kepenuhan kasih Allah dan bagaimana kasih Allah dicurahkan untuk keselamatan kita.
“Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya. ” (1Yoh. 4:9).
Di kayu salib, Allah membuktikan belas kasih dan kerahiman tanpa batas. Itulah harga yang harus dibayar Allah untuk menebus kita dari perbudakan dosa, maut dan setan. Di kayu salib, Yesus menyerahkan hidup-Nya agar manusia memperoleh hidup dalam segala kelimpahannya bersama Allah, hidup dalam persatuan dengan Bapa, Putera dan Roh Kudus, selamanya.
Dengan kata lain, melalui salib Yesus membuka cara baru bagaimana manusia menjalin relasi dengan Allah yang telah mengangkat manusia sebagai putera-puteri-Nya dan mengijinkan manusia menyebutNya “ya Abba, ya Bapa.” (Rm. 8:14-17).
Maka, Yesus memanggil para muridNya untuk berjalan bersama-Nya melalui ketaatan pada kehendak Bapa. Kasih sejati bukan luapan perasaan, gelegak emosi atau niat baik. Kasih sejati pada Allah diungkapkan melalui ketaatan pada Allah dan ketaatan diungkapkan dalam kasih pada-Nya.
Penolong itu, yaitu Roh Kudus
Yesus tahu bahwa untuk mengasihi-Nya tidaklah mudah. Kesulitan itu disingkapkan-Nya ketika Ia bersabda, “Aku tidak akan meninggalkan kamu sebagai yatim piatu. Aku datang kembali kepadamu.” (Yoh. 14:18). Maka Ia meminta kepada Bapa untuk mengutus Roh Kudus, Penolong yang lain, παρακλητον, parakleton, bentuk obyek kata parakletos: pembela, penolong, penghibur.
Roh Kudus adalah Sang Pembela ketika para murid menghadapi penentangan. Ia membimbing ketika para murid-Nya menghadapi pengadilan manusia atas kesaksian mereka tentang Yesus.
Ia menolong dan menguatkan ketika para murid menghadapi tantangan yang berat dan bahaya yang akan memisahkan mereka mereka dari Allah. Roh itu pula menerangi, memandu dan menghibur ketika para murid mengalami masa-masa gelap dalam hidup.
Roh Kudus, Roh Kebenaran, menerangi manusia untuk hidup sesuai dengan jalan kebenaran, kebijaksanaan dan kebaikan. Tetapi juga Ia membimbing manusia untuk menerima anugerah damai sejahtera. Damai sejahtera selalu menjadi buah dari pelayanan kepada sesama manusia, terutama mereka yang miskin dari yang termiskin.
Damai selalu merupakan buah dari ketaatan manusia kepada sabda Allah. Maka kaum Kristiani tidak perlu takut atau cemas. Mengasihi Kristus Yesus membawa anugerah suka cita dan penghiburan, sekalipun anda dan saya dihadapkan pada pengadilan dan siksaan.
Santo Paulus menulis, “Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus?… Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” (Rm. 8:35.38-39).
Dialah mengajarkan dan mengingatkan yang telah Kukatakan kepadamu
Di tengah kesulitan membedakan antara suara yang melawan dan memihak Allah, Yesus menjanjikan Roh Kudus, yang dicurahkan di hati (Rm. 5:5). Bila manusia mendengarkan bisikan dan bimbingan-Nya, ia terus akan berpaut pada Allah dan menaati perintahNya.
Bila demikian, tiada satu kekuatan pun mampu memisahkan manusia dari Allah (Rm. 8:35-39). Roh itu pulalah membantu manusia menjadi pendengar sabda-Nya. Ia memahami sabda-Nya dan mengasihi-Nya lebih dari emas dan perak (Mzm. 119:72).
Maka, Roh itu membimbing untuk mengasihi Yesus (Yoh. 14:26), “Dia akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu, dan akan mengingatkanmu pada semua yang telah Kukatakan kepadamu.”,ille vos docebit omnia et suggeret vobis omnia, quae dixi vobis.
Katekese
Gereja memberitakan Pentakosta tanpa henti. Santo Paus Yohanes Paulus II, 18 Mei 1920 – 2 April 2005:
“Kita memiliki hak, kewajiban dan suka cita untuk memberitakan bahwa Pentakosta terus terjadi. Kita secara absah dapat menyampaikan ‘nilai-nilai’ Pentakosta yang tak tergoyahkan.
Kita tahu bahwa lima puluh hari setelah Paskah, para murid berkumpul di Ruang Perjamuan yang digunakan untuk perayaan Ekaristi pertama. Dari ruang itu pulalah mereka pergi untuk menjumpai Tuhan yang telah bangkit.
Mereka ‘menemukan’ kembali dalam diri mereka daya kuasa Roh Kudus yang turun atas mereka, kekuatan dari Tuhan yang sering dijanjikan-Nya, karena mengalir dari penderitaan-Nya di Salib. Dikuatkan dengan pencurahan Roh Kudus, mereka mulai bertindak, yakni, melaksanakan peran mereka. […]
Maka lahirlah “Gereja apostolik”. Bahkan sekarang – di sini terus berlanjut. Basilika Santo Petrus di Roma dan setiap Gereja, ruang doa, dan setiap tempat di mana para murid Tuhan berkumpul, merupakan perluasan Ruang Perjamuan yang asli.” (Homili, 25 Mei 1980).
Oratio-Missio
Ya Allah, Engkaulah mata air damai sejahtera yang tak kunjung kering, lautan kasih yang kedalamannya tak terperi, air terjun berkat dan sumber kasih. Engkau selalu menganugerahkan damai sejahtera kepada mereka yang bersedia menerimanya.
Bukakanlah kami pada hari hari ini samudera dan air kasihMu, yang meluap dari mata air rahmat dan mengalir dari sungai kebaikan hati-Mu. Jadikanlah kami anak-anak keheningan dan pewaris damai sejahtera. Nyalakanlah dalam hati kami kasih akan Dikau. Taburkanlah dalam hati rasa takut terpisah dari-Mu.
Kuatkanlah saat kami lemah, dan ikatlah kami agar selalu dekat pada-Mu dan semakin erat dengan sesama dalam ikatan persatuan yang tak terpatahkan. Amin.” (Doa kuno dari Tradisi Liturgi Klementin Siria, terjemahan bebas).
ille vos docebit omnia et suggeret vobis omnia, quae dixi vobis – Iohannem 14:26