Minggu. Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus (P)
- Kel. 24: 3-8.
- Mzm. 116: 12-13.15.16bc.17-18.
- Ibr. 9: 11-15.
- Mrk. 14:1 2-16.22-26.
Lectio
12 Pada hari pertama dari hari raya Roti Tidak Beragi, pada waktu orang menyembelih domba Paskah, murid-murid Yesus berkata kepada-Nya: “Ke tempat mana Engkau kehendaki kami pergi untuk mempersiapkan perjamuan Paskah bagi-Mu?”
13 Lalu Ia menyuruh dua orang murid-Nya dengan pesan: “Pergilah ke kota; di sana kamu akan bertemu dengan seorang yang membawa kendi berisi air. Ikutilah dia 14 dan katakanlah kepada pemilik rumah yang dimasukinya: Pesan Guru: di manakah ruangan yang disediakan bagi-Ku untuk makan Paskah bersama-sama dengan murid-murid-Ku?
15 Lalu orang itu akan menunjukkan kamu sebuah ruangan atas yang besar, yang sudah lengkap dan tersedia. Di situlah kamu harus mempersiapkan perjamuan Paskah untuk kita!” 16 Maka berangkatlah kedua murid itu dan setibanya di kota, didapati mereka semua seperti yang dikatakan Yesus kepada mereka. Lalu mereka mempersiapkan Paskah.
22 Dan ketika Yesus dan murid-murid-Nya sedang makan, Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada mereka dan berkata: “Ambillah, inilah tubuh-Ku.” 23 Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka, dan mereka semuanya minum dari cawan itu.
24 Dan Ia berkata kepada mereka: “Inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang. 25 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya Aku tidak akan minum lagi hasil pokok anggur sampai pada hari Aku meminumnya, yaitu yang baru, dalam Kerajaan Allah.” 26 Sesudah mereka menyanyikan nyanyian pujian, pergilah mereka ke Bukit Zaitun.
Meditatio-Exegese
Inilah darah perjanjian yang diadakan TUHAN dengan kamu
Setelah membebaskan dari perbudakan Mesir, Allah mengundang umat untuk menetapkan perjanjian dalam sebuah perjamuan resmi. Berabad-abad sebelumnya, Allah menetapkan ikatan perjanjian dengan pribadi tertentu, kepala keluarga/suku.
Dengan Adam, Allah meminta Adam untuk tidak makan buah dari pohon kehidupan. Dengan Nuh, Allah tidak akan memusnahkan hidup di bumi dengan air bah dan menandai perjanjian-Nya dengan pelangi.
Kepada Abraham dan keturunannya Allah berjanji untuk menganugerahkan tanah, berkat dan keturunan sebanyak bintang di langit malam dan pasir yang menghampar di sepanjang pantai.
Namun, di Gunung Sinai, Allah menetapkan perjanjian bukan lagi dengan seorang pribadi atau kepala keluarga besar atau klan atau suku. Ia hendak menetapkan perjanjian yang mengikat seluruh keturunan Abraham-Ishak-Yakub sebagai bangsa.
Allah menyebut bangsa itu sebagai bangsa atau harta kesayangan-Nya. Bangsa itu menjadi bangsa imami dan bangsa yang kudus, bangsa yang selalu memuji dan mengabdi kepada-Nya.
Satu-satunya syarat yang harus dipenuhi adalah bangsa itu selalu setia melakukan kehendak-Nya (Kel. 19:5-6).
Allah menampakkan Diri-Nya di hadapan bangsa Israel dalam api yang berkobar dan guruh di Gunung Sinai. Bersabda dari dalam suara gemuruh, Ia menganugerahkan Sepuluh Perintah. Musa naik ke gunung untuk hadir di hadapan Allah untuk menerima dua loh batu yang atasnya tertulis Dasa Perintah-Nya.
Dasa Perintah dirinci dalam bentuk pelbagai peraturan untuk menjamin kelangsungan hidup seluruh bangsa dalam urusan moral dan tertib hukum sipil.
Hukum Tuhan dan rincian turunan peraturan harus dilakukan dan Allah berjanji pada bangsa itu untuk melindungi jika mereka taat dan setia pada-Nya.
Musa kemudian menjumpai bangsa itu dan meminta bangsa itu membuat perjanjian dengan Allah. Mereka setuju dan bersumpah (Kel. 24:3), “Segala firman yang telah diucapkan TUHAN itu, akan kami lakukan”, Omnia verba Domini, quae locutus est, faciemus.
Keesokan hari, Musa yang bertindak sebagai pengantara perjanjian dengan Allah melakukan pengesahan Perjanjian Sinai di kaki Gunung Sinai. Pengesahan ini mencakup tujuh tahap. Pertama, mereka mendirikan altar untuk mempersembahkan korban.
Kedua, batu untuk altar yang didirikan berjumlah dua belas yang melambangkan kedua belas suku Israel. Ketiga, mereka mempersembahkan kurban bakaran dan menyembelih lembu jantan sebagai kurban keselamatan kepada TUHAN.
Keempat, pengantara perjanjian, Musa, memercikkan dara binatang korban di altar. Kemudian, Musa membacakan janji setia umat untuk melakukan perintah Allah.
Selanjutnya, sebagai perantara perjanjian, Musa mengambil sisa darah hewan kurban dan memercikkannya kepada umat seraya berkata, “Inilah darah perjanjian yang diadakan TUHAN dengan kamu, berdasarkan segala firman ini.” Akhirnya, mereka semua makan dari perjamuan kudus (Kel. 24:9-11).
Suku-suku kuna nomaden biasa mengikat perjanjian dengan penumpahan darah hewan kurban. Darah hewan kurban dibagi menjadi dua bagian. Maka, kedua belah pihak berjanji setia pada perjanjian.
Upacara ini memiliki makna sangat dalam. Darah hanya bermakna hidup (Kej. 4) dan menjadi hak milik Allah. Darah dicurahkan di altar untuk mengurapi orang yang dikuduskan bagi Allah (bdk. Kel. 29:19-22).
Ketika Musa memerciki umat dengan darah kurban, ia menguduskan bangsa itu dan menjadikan mereka kepunyaan Allah dan ‘kerajaan imam’ (bdk. Kel. 19:3-6). Maka, perjanjian itu mencakup kehendak kuat untuk melaksanakan segala peraturan yang disepakati dan tiap pribadi memiliki hak untuk menjadi bagian dari bangsa yang kudus.
Perjanjian Sinai yang diselenggarakan setelah peristiwa keluaran menjadi pralambang Perjanjian Baru. Perjanjian ini ditetapkan Yesus Kristus saat Ia menetapkan Ekaristi. Saat Ia menetapkan Ekaristis, Ia menggunakan ungkapan yang sama, ‘darah Perjanjian’.
Dengan meminum ‘darah Perjanjian’ itu Ia memanggil umat baru yang dipanggil dan ditebus Allah, serta menjadi ‘umat Allah yang kudus’ (bdk. Mat. 26:27 dan par.; 1Kor. 11:23-25).
Para Bapa Konsili Vatikan II mengajar, “Ia memilih bangsa Israel menjadi umat-Nya, mengadakan perjanjian dengan mereka, dan mendidik mereka langkah demi langkah, dengan menampakkan diri-Nya serta rencana kehendak-Nya dalam sejarah, dan dengan menguduskan mereka bagi diri-Nya.
Tetapi itu semua telah terjadi untuk menyiapkan dan melambangkan perjanjian baru dan sempurna, yang akan diadakan dalam Kristus, dan demi perwahyuan lebih penuh yang akan disampaikan melalui Sabda Allah sendiri yang menjadi daging. […]
Perjanjian baru itu diadakan oleh Kristus, yakni wasiat baru dalam darah-Nya (lih. 1Kor. 11:25). Dari bangsa Yahudi maupun kaum kafir Ia memanggil suatu bangsa, yang akan bersatu-padu bukan menurut daging, melainkan dalam Roh, dan akan menjadi umat Allah yang baru.” (dikutip dari Konsili Vatikan II Konstitusi Dogmatis Tentang Gereja, Terang Bangsa-Bangsa, Lumen Gentium, 9)
Ke tempat mana Engkau kehendaki kami pergi untuk mempersiapkan perjamuan Paskah bagi-Mu?
Yesus merasa bahwa kematian-Nya makin dekat. Ia hendak berjumpa dan makan bersama para murid-Nya untuk terakhir kali pada saat Paskah Yahudi. Maka, peristiwa ini disebut sebagai ‘Perjamuan Terakhir’ (Mrk. 14: 22-26; Mat. 26: 26-29; Luk. 22: 14-20).
Namun, sepertinya Yesus tidak menghendaki Yudas Iskariot tahu persis di ruman mana Ia hendak mengadakan Perjamuan Malam Terakhir. Ia menutup semua celah informasi agar pihak Mahkamah Agama melakukan tindakan penangkapan di kota.
Yudas Iskariot akhirnya bisa memberi informasi pasti kepada Mahkamah Agama Yahudi tentang keberadaan Yesus setelah ia meninggalkan perjamuan itu di waktu malam (bdk. Yoh. 13:30).
Hanya Santo Markus menyajikan pelukisan rinci tentang tempat Perjamuan Malam Terakhir – ruangan atas yang luas dan lengkap. Ruang itu layak untuk perjamuan bagi Allah. Menurut tradisi, rumah itu dimiliki Keluarga Maria, ibu Yohanes yang dipanggil juga Markus (bdk. Kis. 12:12).
Inilah tubuh-Ku dan darah-Ku
Saat Injil Markus ditulis, Perjamuan Tuhan telah menjadi ritus yang tetap dalam komunitas Gereja Purba. Gereja tidak lagi mempraktekkan tata upacara agama Yahudi. Gereja telah menyederhanakan dan menyesuaikan upacara Perjamuan Paskah sesuai dengan pandangan imannya sendiri.
Latar belakang perayaan Paskah Yahudi untuk mengenang peristiwa keluaran dari Mesir membantu komunitas Gereja merenungkan Paskah Yesus Kristus.
Tentang peristiwa keluaran dari Mesir, Gereja mengajar, “Menurut pengertian Kitab Suci kenangan itu tidak hanya berarti mengenangkan peristiwa-peristiwa di masa lampau, tetapi mewartakan karya-karya agung yang telah dilakukan Allah untuk umat manusia (bdk. Kel 13:3).
Dalam perayaan liturgi peristiwa-peristiwa itu dihadirkan dan menjadi hidup lagi. Dengan cara ini umat Israel mengerti pembebasannya dari Mesir: Setiap kali apabila Paska dirayakan, peristiwa-peristiwa keluaran dihadirkan kembali dalam kenangan umat beriman, supaya mereka menata kehidupannya sesuai dengan peristiwa-peristiwa itu.” (dikutip dari Katekismus Gereja Katolik, 1363).
Yesus memberi makna baru pada simbol roti dan anggur. Ketika Ia membagikan roti, Ia bersabda, “Ambillah, inilah tubuh-Ku.” Saat Ia membagikan piala berisi anggur, Ia bersabda, “Inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang.”
Akhirnya, Yesus sadar bahwa pertemuan itu adalah pertemuan terakhir. Maka, Ia melanjutkan, “Sesungguhnya Aku tidak akan minum lagi hasil pokok anggur sampai pada hari Aku meminumnya, yaitu yang baru, dalam Kerajaan Allah.” (Mrk. 14:25).
Yesus menegaskan bahwa Ia akan segera mati. Tetapi Ia juga memegang teguh janji-Nya bahwa para murid-Nya juga akan ambil bagian dalam piala anggur yang sama dalam Kerajaan Allah.
Maka saat para murid ambil bagian dalam Perayaan Ekaristi, mereka tidak hanya mengenang akan apa yang telah dilakukan Yesus di kayu salib untuk manusia, tetapi tiap murid dapat mengharapkan persahabatan dengan-Nya dalam Kerajaan Allah.
Tentang Ekaristi, Gereja mengajar, “Dalam Perjanjian Baru kenangan itu mendapat arti baru. Apabila Gereja merayakan Ekaristi, ia mengenangkan Paska Kristus; Paska ini dihadirkan. Kurban yang dibawakan Kristus di salib satu kali untuk selama-lamanya, selalu tinggal berhasil guna (bdk. Ibr 7:25-27):
“Setiap kali korban salib yang di dalamnya dipersembahkan Kristus, Anak Domba Paska, dirayakan di altar, terlaksanalah karya penebusan kita.” (LG 3).” (dikutip dari Katekismus Gereja Katolik, 1364).
Mereka menyanyikan nyanyian pujian
Tidak selamanya murid Yesus berhasil menghayati makna Ekaristi yang paling hakiki. Dibalik lagu pujian yang merdu dan meriah, tersimpan kengerian luar biasa.
Pada tahun 50-an Masehi, Santo Paulus mengecam jemaat Korintus. Mereka berkumpul bukan untuk merayakan Ekaristi, tetapi mengumbar nafsu makan dan kemabukan dan melupakan yang miskin (bdk. 1Kor. 11:19-20).
Merayakan Ekaristi berarti mengenangkan dan ambil bagian dalam rencana penyelamatan Kristus. Ini berarti tiap pribadi ambil bagian dalam rencana-Nya, hidup-Nya dan pelayanan-Nya pada kaum miskin.
Pada akhir abad pertama, Injil Yohanes tidak melukiskan tata peribadatan, tetapi apa yang dilakukan Yesus dalam Ekaristi: membasuh kaki. Setelah selesai, Ia bersabda, “Kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu.” (Yoh. 13:15).
Injil Yohanes memang tidak mengulang ritus yang biasa dilakukan dalam Ibadat Ekaristi. Tetapi, menuntut komunitas yang dibina Santo Yohanes menghidupi kenangan dan anugerah yang dilimpahkan Yesus tanpa batas. Komunitas Santo Yahanes lebih menekankan aspek pelayanan, bukan upacara keagaman.
Katekese
Seluruh jemaat dipersembahkan kepada Allah. Santo Augustinus, 354 – 430:
“Seluruh jemaat yang tertebus, yaitu persatuan dan persekutuan para kudus, dipersembahkan kepada Allah sebagai kurban yang merangkum segala sesuatu oleh Imam Agung, yang dalam rupa hamba menyerahkan diri kepada kita dalam sengsara-Nya, supaya kita menjadi tubuh dari Kepala yang begitu agung…
Itulah kurban orang-orang Kristen: walaupun banyak, satu tubuh di dalam Kristus (Rm 12:5). Gereja mempersembahkan kurban ini melalui Sakramen altar yang dikenal umat beriman, di mana dinyatakan kepadanya,bahwa ia sendiri dipersembahkan dalam apa yang ia persembahkan.” (Dikutip dari civ. 10,6).
Oratio-Missio
- Tuhan, ajarilah aku untuk meneladan-Mu membasuh kaki mereka yang harus aku layani.
- Apa yang perlu aku lakukan untuk membagi-bagikan Tubuh dan Darah-Nya?
Sumite: hoc est corpus meum – Marcum 14:22