Kamis. Pekan Biasa XIII (H)
- Kej. 22:1-19
- Mzm. 116:1-2.3-4.5-6.80-9
- Mat. 9:1-8
Lectio
1 Sesudah itu naiklah Yesus ke dalam perahu lalu menyeberang. Kemudian sampailah Ia ke kota-Nya sendiri. 2 Maka dibawa oranglah kepada-Nya seorang lumpuh yang terbaring di tempat tidurnya. Ketika Yesus melihat iman mereka, berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu: “Percayalah, hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni.”
3 Maka berkatalah beberapa orang ahli Taurat dalam hatinya: “Ia menghujat Allah.” 4 Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka, lalu berkata: “Mengapa kamu memikirkan hal-hal yang jahat di dalam hatimu? 5 Manakah lebih mudah, mengatakan: Dosamu sudah diampuni, atau mengatakan: Bangunlah dan berjalanlah?
6 Tetapi supaya kamu tahu, bahwa di dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa” — lalu berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu: “Bangunlah, angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu!” 7 Dan orang itupun bangun lalu pulang. 8 Maka orang banyak yang melihat hal itu takut lalu memuliakan Allah yang telah memberikan kuasa sedemikian itu kepada manusia.
Meditatio-Exegese
Ambillah anakmu, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah sebagai kurban bakaran
Allah telah menepati janji-Nya. Dan Abraham membuktikan kesetiaan pada-Nya dengan mengurbankan anaknya yang tunggal pada Allah, milik-Nya, di Gunung Moria, tempat Bait Allah kelak didirikan (2Taw 3:1).
Hati Abraham tersayat pedih dan kehabisan air mata. Ia telah kehilangan Ismail, anaknya dari Hagar. Namun, ia taat dan harus melepaskan segala-galanya, bahkan, hidupnya dengan mengurbankan Ishak.
Kisah pengurbanan mencapai titik puncak saat Abraham mengayunkan tangan dengan pisau untuk menyembelih Ishak, yang membisu dan tanpa gerak perlawanan. Maka, para bapa Gereja memandang sikap Ishak sebagai pralambang sengsara Kristus, Anak-Nya yang tunggal.
Nabi Yesaya melukiskan sikap diam dalam sengsara-Nya, “Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulutnya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya.” (Yes 53:7).
Tentang pengurbanan Ishak, Gereja mengajar, “Sebagai pemurnian terakhir imannya diminta pula dari Abraham “yang telah menerima janji itu.” (Ibr. 11:17), agar mempersembahkan puteranya, yang telah Allah berikan kepadanya.
Imannya tidak goyah: “Allah sendiri akan menyediakan anak domba itu.” (Kej. 22:8), demikian Abraham berkata, karena “ia berpikir, bahwa Allah berkuasa membangkitkan orang-orang, sekalipun dari antara orang mati.” (Ibr 11: 19).
Demikianlah bapa orang beriman serupa dengan Allah Bapa (bdk. Rm 4:16-21), yang tidak menyayangkan anak-Nya sendiri, tetapi menyerahkan-Nya untuk semua orang (Rm 8:32).” (Katekismus Gereja Katolik, 2572).
Setelah menaati perintah untuk mengurbankan anaknya, Abraham menjadi orang benar karena perbuatannya (Yak. 2:21). Atas tindakan hamba-Nya, Allah mengokohkan janji-Nya untuk memberkati seluruh umat manusia melalui Abraham (Kej. 12:3; 22:17).
Santo Ambrosius menulis tentang Abraham, “Siapa yang dilambangkan oleh domba jantan itu, jika bukan Dia yang dinubuatkan, “Ia telah meninggikan tanduk umat-Nya.” (Mzm 148:14)? […]
Kristus: Dialah yang dilihat Abraham dalam pengorbanan itu. Itulah sengsara-Nya yang dia lihat. Jadi, Tuhan kita sendiri berkata tentang Abraham, “Abraham bapamu bersukacita bahwa ia akan melihat hari-Ku dan ia telah melihatnya dan ia bersukacita.” (Yoh. 8:56).
Oleh karena itu Kitab Suci mencatat, “Dan Abraham menamai tempat itu: “Tuhan menyediakan.” Maka sekarang ini tiap orang dapat berkata, “Tuhan menampakkan Diri-Nya pada Abraham dan menyingkapkan penyiksaan yang akan ditanggung-Nya di masa depan.
Melalui cara itu, Ia menebus dunia. Dan pada saat yang sama, Ia mengizinkan Abraham menyaksikan seekor domba jantan yang tersangkut tanduknya. Belukar yang melilit tanduk melambangkan tiang salib.” (De Abraham, 1, 8, 77-7.8)
Percayalah, hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni
Setelah meredakan badai di tengah Danau Gallilea dan mengunjungi Gadara, Yesus kembali ke kota-Nya sendiri, Kapernaum. Saat Ia berjalan pulang ke rumah, kepada-Nya dibawa seorang lumpuh.
Yesus tersentuh, karena niat yang sungguh untuk bertemu dengan-Nya dan usaha besar orang dekat si lumpuh itu, Ia mau melakukan apa yang dimintanya.
Mematahkan ikatan sakit, kegagalan dan dosa, Yesus menyapa si lumpuh, “Hai anak-Ku.” Sapaan-Nya merupakan sapaan pribadi, dan menjadi tanda bahwa Ia menawarkan keselamatan (Mat. 9:2), “Dosamu sudah diampuni.”, remittuntur peccata tua.
Inilah pertama kali penginjil menampilkan Yesus, yang memiliki kuasa ilahi. Bagi orang Yahudi waktu itu, sakit merupakan tanda bahwa seseorang dikutuk karena dosa yang dilakukan nenek moyang atau dirinya sendiri, bahkan orang tuanya sendiri (Yoh. 9:2).
Maka Yesus membebaskan orang itu dari ikatan dosa dan penyakitnya.
Ia menghujat Allah
Telinga ahli Taurat sangat peka. Ketika mereka mendengar bahwa Yesus mengampuni dosa orang lumpuh itu, kepada-Nya langsung dituduhkan menghujat Allah. Tuduhan itu tidak terucap, tetapi tersimpan di hati.
Yesus mengetahui pikiran hati mereka yang jahat. Yesus menggunakan ungkapan (Mat. 9:6), “Tetapi supaya kamu tahu, bahwa di dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa.”, Ut sciatis autem quoniam Filius hominis habet potestatem in terra dimittendi peccata.
Ia menunjukkan tidak hanya Allah yang berkuasa mengampuni dosa, tetapi juga Yesus dan manusia lain. Ia juga mengenakan gelar Anak Manusia, yang diberi kuasa, kemuliaan dan kekuasaan oleh Yang Lanjut Usia sebagai raja atas segala manusia dari pelbagai bangsa, suku bangsa dan bahasa (bdk. Dan. 7:13-14).
Sayang, para ahli Taurat tidak mampu menangkap isyarat yang disingkapkan oleh Yesus. Mengacu kepada nubuat Nabi Daniel, tuduhan pada Yesus langsung gugur.
Memuliakan Allah yang telah memberikan kuasa sedemikian itu kepada manusia
Berbeda dengan ahli Taurat, orang banyak justru memuliakan Allah. Ia telah memberikan kuasa yang demikian besar kepada Anak Manusia, termasuk kuasa mengampuni dosa.
Apakah kuasa itu juga dianugerahkan kepada komunitas gerejani? Santo Matius menyingkapkan bahwa pengampunan dosa selalu dimaksudkan untuk mengokohkan kembali relasi persaudaraan yang rusak. Kuasa ini hanya diberikan dan dipraktekkan dalam komunitas yang dibentuk oleh Yesus, tidak di sinagoga.
Tema pengampunan ini akan diulang juga dalam Matius 18 dan dikokohkan pada akhir Injil Matius ketika Yesus wafat di salib. Ia bersabda, “Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa.” (Mat. 26:28).
Pengampunan dosa selalu menuntut belas kasih, seperti disabdakan-Nya, “Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.” (Mat. 9:13).
Sabda inilah yang menjadi daya tarik bagi banyak orang tersingkirkan, pendosa, pelacur, pemungut cukai, dan terbuang selalu mendekat pada Yesus.
Katekese
Penyembuhan jiwa dan tubuh. Santo Hilarius dari Poitiers, 315-367 :
“Kini dalam kisah penyembuhan orang lumpuh sejumlah orang dibawa ke hadapan Yesus untuk disembuhkan. Sabda Yesus akan penyembuhan patut direnungkan. Pada orang yang lumpuh itu Ia tidak bersabda, “Sembuhlah.” Ia juga tidak bersabda, “Bangun dan berjalanlah.”
Tetapi, padanya diucapkan-Nya sabda, “Percayalah, hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni.” Orang lumpuh itu adalah keturunan manusia pertama, Adam. Dalam diri Pribadi ini, Kristus, seluruh dosa Adam diampuni.
Dalam kisah orang yang disembuhkan ini dibawalah ia dihadapan-Nya melalui pelayanan para malaikat. Dalam kisah ini pula, ia dipanggil anak, karena ia adalah karya pertama Allah. Ia mengampuni dosanya dan pengampunan pada orang yang berdosa pertama kali dianugerahkan.
Kita tidak percaya bahwa orang lumpuh itu berbuat dosa sebelum, yang berakibat pada penyakit kelumpuhannya, khususnya karena Tuhan bersabda di tempat lain bahwa kebutaan dari lahir tidak mungkin berasal dari dosa seseorang atau dosa orang tuanya (Yoh. 9:1-3).” (Commentary On Matthew 8.5).
Oratio-Missio
Aku mengasihi TUHAN, sebab Ia mendengarkan suaraku dan permohonanku. Sebab Ia menyendengkan telinga-Nya kepadaku, maka seumur hidupku aku akan berseru kepada-Nya.” Amin. (Mzm. 116:1-2)
- Apa yang perlu kulakukan seuapa aku mudah berbelas kasih dan mengampuni?
Videntes autem turbae timuerunt et glorificaverunt Deum, qui dedit potestatem talem hominibus – Matthaeum 9:8