Lectio Divina 08.03.2022 – Bapa Kami

0
299 views
Berdoalah: Bapa kami yang ada di surga, by Vatican News

Selasa. Hari Biasa Pekan Prapaskah I (U)

  • Yes. 55:10-11.
  • Mzm. 34:4-5.6-7.16-17.18-19.
  • Mat. 6:7-15

7 Lagi pula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan.8  Jadi janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya.

9 Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di surga, Dikuduskanlah nama-Mu, 10  datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga. 11 Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya 12 dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami;

13 dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat. (Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.)

14 Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di surga akan mengampuni kamu juga. 15 Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.”

Meditatio-Exegese

Kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah

Santo Matius menempatkan doa Bapa Kami, Pater Noster, sebagai bagian pengajaran Yesus dalam Khotbah di Bukit. Versi dalam Injil Matius (Mat. 6:7-13) lebih panjang dari pada versi Injil Lukas (Luk. 11:1-4).

Santo Matius bermaksud untuk mengajarkan tiga ungkapan bakti kepada Allah – amal kasih (Mat. 6:1-4), doa (Mat. 6:5-15) dan puasa (Mat. 6:16-18) kepada orang Yahudi yang percaya kepada Yesus Kristus. Jadi mereka sudah terbiasa dengan doa.   

Yesusmengecam kebiasaan doa yang salah. Doa dianggap seperti rumus magi yang  harus diucapkan terus terusan, karena, melalui cara itu, Allah pasti mengabulkan apa yang diminta. Santo Matius mengajarkan yang berlawanan dengan pikiran kebanyakan orang. Allah akan mengbulkan permohonan sesuai dengan kebaikan hati-Nya.

Karena Ia adalah Bapa yang penuh kasih dan kerahiman, Ia “mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya” (Mat. 6:8). Yesus menggemakan pengalaman Abraham saat Allah menyediakan yang diperlukannya untuk korban bakaran sebagai pengganti anaknya, Ishak (Kej. 22:14), “Tuhan menyediakan”, Dominus videt.

Bapa kami

Bapa kami merupakan nama yang diserukan Yesus untuk menyapa Allah. Nama ini menyingkapkan relasi baru dengan Allah. Seluruh komunitas pun dibangun atas dasar relasi baru ini, karena setiap anggota dapat berseru, “ya Abba, ya Bapa.” (Gal. 4:6; Rm. 8:15).

Setiap anggota komunitas menyebut Bapa kami, bukan Bapaku.

Kata sifat kami menandakan kesadaran bahwa seluruh anggota komunitas menjadi bagian tak terpisahkan dari keluarga manusia, yang terdiri dari pelbagai macam suku bangsa dan keyakinan.

Berdoa kepada Bapa bermakna memasuki relasi intim dengan Allah.

Seruan itu juga menumbuhkan kepekaan pada jerit tangis seluruh saudara dan saudari yang berseru untuk memohon kepenuhan rejeki pada hari ini.

Bapa Kami merupakan seruan untuk menempatkan Kerajaan Allah menjadi prioritas pertama dan utama dalam hidup. Dan menyebut Allah sebagai Bapa menjadi landasan untuk menjadi saudara/saudari bagi sesama.

NamaMu, Kerajaan-Mu, kehendak-Mu

Allah memperkenalkan nama-Nya sebagai YAHWE, εγω ειμι, EGO EIMI, AKU ADALAH AKU; Aku selalu menyertai engkau (Kel. 3:11-15). Nama-Nya dikuduskan melalui iman, bukan magi.

Ketika manusia berbakti kepada-Nya dengan iman, Ia membebaskan, seperti kesaksian Nabi Yesaya (Yes. 45:21; 46:9), “Bukankah Aku, TUHAN? Tidak ada yang lain, tidak ada Allah selain dari pada-Ku! Allah yang adil dan Juruselamat, tidak ada yang lain kecuali Aku.”, Numquid non ego Dominus, et non est ultra Deus absque me? Deus iustus et salvans non est praeter me.

Kedatangan Kerajaan-Nya merupakan kepenuhan harapan dan janji. Kerajaan-Nya mengatasi seluruh kekecewaan yang ditanggung karena para raja dan penguasa yang menindas. Kerajaan-Nya akan datang ketikan kehendak Allah dilaksanakan sepenuh-penuhnya.

Kehendak-Nya diungkapkan dalam hukum-Nya. Kehendak-Nya dilaksanakan di atas bumi seperti di dalam surga. Di surga matahari dan bintang-bintang mengikuti hukum edar dan menciptakan keteraturan semesta alam (Yes. 48:12-13).

Melaksanakan hukum Allah menjadi landasan keteraturan dan kesejahteraan hidup manusia.

Berikanlah, ampunilah, janganlah membawa ke dalam pencobaan, lepaskanlah

Yesus mengajak para pengikut-Nya membangun relasi baru dengan sesama manusia. Keempat permohonan menunjukkan betapa pentingnya perubahan tata hidup komunitas dan seluruh masyarakat agar seluruh anak-anak Allah hidup secara bermartabat sebagai gambar dan rupaNya (Kej. 1:27). 

Makanan yang secukupnya. Di gurun pada peristiwa pembebasan dari Mesir, Allah memberikan makanan manna setiap hari (Kel. 16:35). Penyelenggaraan Ilahi diatur melalui tata kelola persaudaraan. Makanan membusuk bila diambil atas dasar keserakahan. Yesus mengundang kita untuk untuk hidup baru dalam persekutuan dan persaudaraan, sehingga makanan yang cukup tersedia setiap hari (Mat. 6:34; Yoh. 6: 48-51). 

Kerakusan pasti menghancurkan. Ia meluluh lantakkan tidak hanya hidup pribadi dan orang lain, tetapi juga alam semesta.

Pada tahun 1971, Paus Paulus VI merujuk kepada masalah ekologi sebagai ‘akibat tragis’ dari aktivitas manusia yang tak terkendali: “Karena eksploitasi alam secara sembarangan, manusia menyebabkan risiko menghancurkannya dan, pada gilirannya, ia sendiri menjadi korban degradasi ini.

Bukan saja lingkungan yang terus menerus menjadi ancaman bagi hidupnya – pencemaran dan sampah, penyakit-penyakit baru dan daya-daya penghancur lainnya, – melainkan lingkungan hidup manusiawi tidak lagi dapat dikendalikan oleh tangan manusia sendiri.

Maka, akibat kelalaian itu manusia tidak lagi mampu mengelola lingkungan hidupnya, sehingga lingkungan hidup di masa depan menjadi ancaman yang tak dapat ditanggungnya.” (dikutip dari Surat Apostolik Octogesima adveniens dalam rangka HUT ke-80 Rerum Novarum; 14 Mei 1971), 21).          

Ampunilah kami akan kesalahan kami: Setiap 50 tahun, Yubileum, tiap orang diwajibkan menghapus hutang sesama. Inilah awal yang baru kehidupan (Im 25: 8-55). Yesus mengungumkan “Tahun Rahmat Tuhan” (Luk 4: 19). Injil menghendaki segalanya baru.

Paus Fransiskus mengajarkan, “Yesus tidak pernah memperjuangkan kekerasan ataupun intoleransi. Dia secara terbuka mengutuk penggunaan paksaan untuk memperoleh kekuasaan atas orang lain, “Kamu tahu

bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kekuasaannya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu.” (Mat 20:25-26).

Sebaliknya, Injil mengajarkan kepada kita untuk mengampuni, “tujuh puluh kali tujuh kali.” (Mat 18:22) dan memberikan contoh hamba yang tak berbelaskasihan yang walaupun dirinya diampuni namun pada gilirannya tidak mau mengampuni sesamanya (lih Mat. 18:23-35).” (dikutip dari Ensiklik Fratelli Tutti, 238).

Dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan. Dalam peristiwa pembebasan umat dicobai dan jatuh dalam pencobaan (Ul. 9:6-12).

Mereka mengeluh dan menuntut dikembalikan ke Mesir (Kel. 16:3; 17:3). Dalam Keluaran baru, pencobaan dikalahkan oleh daya kekuatan yang diterima umat dari Allah (1Kor. 10:12-13). 

Lepaskanlah kami dari pada yang jahat. Yang jahat adalah setan. Ia berusaha menjauhkan manusia dari Allah dan menjadi biang jerat maut.

Ia berhasil merasuki Petrus (Mat. 16:23) dan mencobai Yesus di gurun. Yesus mengalahnya (Mat. 4:1-11). Yesus bersabda (Yoh. 16:33), “Kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia.”, sed confidite, ego vici mundum.

Katekese

Memaafkan tidaklah berarti melupakan. Paus Fransiskus, 17 Desember 1936 – sekarang

Memaafkan tidaklah berarti melupakan. Atau lebih baik, berhadapan dengan kenyataan yang  sama sekali tidak dapat disangkal, direlatifkan atau disembunyikan, pengampunan itu masih mungkin. Berhadapan dengan tindakan yang tidak pernah bisa ditolerir, dibenarkan, atau dimaafkan, kita masih dapat memaafkan. Berhadapan dengan sesuatu yang tidak dapat dilupakan atas alasan apapun, kita masih bisa memaafkan.

Pengampunan yang bebas dan sepenuh hati merupakan sesuatu yang luhur, cerminan dari kesanggupan Allah untuk mengampuni secara tak terbatas. Kalau pengampunan itu cuma-cuma, maka itu dapat ditunjukkan bahkan kepada seseorang yang menolak untuk bertobat dan tidak bersedia meminta maaf.”   (Ensiklik Fratelli Tutti, 250).

Oratio-Missio

  • Bapa kami yang ada di surga … .  
  • Apa yang perlu aku lakukan untuk mengasihi melakukan kehendak-Nya dan merawat alam lingkunganku?     

si autem non dimiseritis hominibus, nec Pater vester dimittet peccata vestra  – Matthaeum 6: 15

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here