Lectio Divina 08.05.2022 – Gembala Mengenal Tiap Domba-Nya

0
201 views
Gembala mengumpulkan domba by Eugène Joseph Verboekhoven, 1798-1881.

Minggu. Hari Minggu Paskah IV  (P)

  • Kis. 13:14.43-52.
  • Mzm. 100:2.3.5.
  • Why. 7:9.14b-17.
  • Yoh. 10:27-30. 

Lectio

27 Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, 28 dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku.

29 Bapa-Ku, yang memberikan mereka kepada-Ku, lebih besar dari pada siapapun, dan seorangpun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa. 30 Aku dan Bapa adalah satu.”

Meditatio-Exegese

Aku telah menentukan engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah

Penentangan terhadap Injil tidak pernah berhenti, seperti dialami Paulus, Barnabas, Yohanes Markus dan banyak murid lain (bdk. Kis 17:10-12). Tetapi, mereka tidak kenal melakukan tugas perutusan untuk mewartakan Injil ke segala penjuru dan kepada segala makhluk.

Dalam kelompok kecil mereka berlayar dari Pafos dan sampai di Perga, ibu kota Pamfilia, di tepi Sungai Cestrus. Setelah menempuh perjalanan kira-kira 170 mil atau 273,5 km, Yohanes Markus memisahkan diri untuk pergi ke jemaat induk di Yerusalem. Tak diketahui juga alasan mengapa Yohanes Markus kembali ke jemaat induk di Yerusalem.

Tak ada catatan tentang karya utusan Tuhan di Pamfilia. Tetapi, Paulus dan Barnabas meneruskan perjalanan dan tiba di Antiokia di Pisidia. Jarak Perga ke Antiokia sejauh 100 mil atau 161 km. Antiokia terletak di lereng pegunungan Tarsus, dan menjadi ibukota Galatia Selatan. Kota ini didirikan oleh Seleucus Nikanor untuk mengenang ayahnya, Antiokhus. 

Dan pada jaman Kaisar Augustus kota ini ditingkatkan menjadi koloni Romawi, kota yang didirikan untuk kepentingan kekaisan dan selalu bercorak sesuai dengan latar belakang budaya Kekaisaran Romawi. Di kota ini Paulus berkhotbah dan menggerakkah hati orang-orang bukan Yahudi untuk memeluk Injil.

Paulus sebenarnya mengharapkan bahwa Injil akan tumbuh subur di kalangan penganut agama Yahudi. Ia mengharapkan penerimaan yang damai dan terbuka, karena Injil merupakan penggenapan rencana Allah. Tetapi Rasul agung itu menghadapi misteri ketidaksetiaan di antara kebanyakan umat pilihan, umat-Nya sendiri.

Penentangan akan Injil  didapat dari jemaat Yahudi di kota Antiokia, di wilayah Turki sekarang. Merasa iri hati mereka menentang Paulus yang meartakan Injil. Sikap ini seperti menjadi pola umum penentangan sinagoga terhadap Injil, terkecuali jemaat Yahudi di sinagoga Berea  (Kis. 17:10-12).

Penentangan tidak menyurutkan semangat untuk mewartakan Injil kepada bangsa-bangsa bukan Yahudi. Pewartaan itu bukan karena penolakan kaum Yahudi, tetapi karena Kabar Suka Cita selalu diperuntukkan bagi semua orang.

Santo Lukas menekankan kisah kelahiran Yesus merupakan kesukaan bagi semua bangsa. Kata malaikat kepada para gembala, “Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud.” (Luk. 2:10-11).

Terlebih, Santo Markus mencatat perintah Tuhan untuk mewartakan Injil tidak hanya kepada seluruh bangsa manusia, tetapi kepada setiap makhluk (Mrk. 16:15), “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.”,Euntes in mundum universum praedicate evangelium omni creaturae.

Maka, bagi seluruh bangsa manusia, Injil adalah satu-satunya saluran rahmat Allah. Injil menggenapi Hukum Musa dan menjangkau batas-batas etnis dan geografis yang diciptakan oleh agama Yahudi.

Paulus dan Barnabas mengutip nubuat Nabi Yesaya (Kis. 13:47; bdk. Yes. 49:6), “Aku telah menentukan engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, supaya engkau membawa keselamatan sampai ke ujung bumi.”, Posui te in lumen gentium, ut sis in salutem usque ad extremum terrae.

Bagi mereka berdua, Yesus adalah Terang bagi segala bangsa melalui pewartaan para Rasul, karena mereka sadar bahwa mereka mewartakan Kristus Yesus atas nama-Nya dan atas wewenang yang diberikanNya. Maka, kata Tuhan, seperti dalam Kis. 13:48.49, tidak mengacu pada Allah Bapa, tetapi kepada Yesus Kristus.

Paulus dan Barnabas mengebaskan debu kaki mereka

Penolakan tidak hanya dilakukan dengan cara beradu gagasan dan bertukar pikiran. Tetapi, ternyata, para penolak menghasut orang-orang yang berpengaruh di segala bidang untuk mengusir, membatasi, bahkan, bila perlu menghukum dan membunuh para pewarta Injil. Ditentang, Paulus dan Barnabas  mengebaskan debu kaki mereka.

Kedua utusan Tuhan rupanya mengikuti ajaran para rabbi bangsa Yahudi, yang memandang bahwa tanah Palestina merupakan tanah yang suci. Maka setiap kali mereka kembali dari tempat asing, mereka harus berhenti di perbatasan dan membersihkan debu dari kaki, agar  tanah suci tidak dikotori oleh debu dari tanah asing.

Namun, Yesus memperluas makna ungkapan mengebaskan debu kaki, ketika Ia meminta para murid pergi untuk mewartakan Injil.  “Apabila seorang tidak menerima kamu dan tidak mendengar perkataanmu, keluarlah dan tinggalkanlah rumah atau kota itu dan kebaskanlah debunya dari kakimu.” (Mat. 10:14; bdk. Luk. 9:5).

Paulus dan Barnabas menggemakan sabda-Nya. Isyarat tubuh menandakan mereka menutup perkara dengan mereka dan tetap membiarkan orang-orang Yahudi di Antiokia dalam keadaan tidak percaya.  Isyarat tubuh itu juga bermakna mereka diberi kesempatan untuk merenung, bertobat dan percaya kepada Injil (Mrk. 1:15), agar terhindar dari pelemparan ke dalam nyala api abadi (Why. 20:12-15).

Hari raya Pentahbisan Bait Allah

Hari raya ini memperingati salah satu episode dalam sejarah bangsa Yahudi ketika Yudas Makabe membebaskan Yerusalem dari penguasa Siria-Yunani, wangsa Seleusid, penguasa dari Siria pada tahun 165 SM (bdk. 1Mak. 4:36-59; 2Mak. 1-2:19; 10:1-8). Para pejuang yang dipimpin Yudas Makabe memungkinkan Bait Suci disucikan kembali setelah dilecehkan oleh Antiokhus Epifanes (1Mak. 1:54).

Mulai saat itulah, pada hari ke dua puluh lima bulan Kislev (November-Desember) dan sepanjang minggu, seluruh kaum Yahudi merayakan ulang tahun penyucian altar yang baru. Perayaan ini juga disebut sebagai Hari Raya Terang atau Hanuka, saat umat menyalakan lampu-lampu sebagai lambang Taurat Tuhan.

Lampu-lampu itu digantung di jendela-jendela rumah (bdk. 2Mak. 1:18). Saat inilah di Palestina malam berlangsung lebih panjang dari pada siang. Dan pada saat inilah juga Yesus menggunakan kesempatan ini untuk menyatakan diri-Nya (Yoh 8:12), “Akulah terang dunia.”,  εγω ειμι το φως του κοσμου, ego eimi  to phos tou kosmou, Ego sum lux mundi.

Maka dalam Terang-Nya, kita mengenal Allah dan kita menemukan jalan yang benar untuk bersatu denganNya. Ratusan tahun sebelumnya, pemazmur bermadah, “Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku.”  (Mzm. 119:105).

Sabda Yesus tentang relasi antara gembala (Yesus) dan domba (Gereja) menjadi bagian dari perdebatan antara Yesus dan orang Yahudi. Mereka bertanya pada Yesus dan meminta penjelasan konkrit (Yoh. 10:24), “Jikalau Engkau Mesias, katakanlah terus terang kepada kami.”, Si tu es Christus, dic nobis palam.

Di tempat lain dalam Injilnya, Santo Yohanes menuliskan tentang permintaan orang Yahudi pada Yesus untuk menyingkapkan jati diri-Nya (lih. Yoh. 2:18; 5:16; 8:25). Dalam Injil Sinoptik pertanyaan serupa diungkapkan dalam proses pengadilan di hadapan Imam Agung (lih. Mat. 26:63; Mrk. 14:61; Luk. 22:67).

Atas pertanyaan itu, Santo Augustinus berkata, “Mereka bertanya dengan cara ini bukan karena mereka mengharapkan kebenaran, tetapi memasang perangkap untuk menjerat Yesus.” (In Ioann. Evangelio, 48, 3). Kita telah menyaksikan Yesus menyingkapkan diriNya sendiri melalui sabda dan karya.

KesaksianNya membuktikan Ia adalah Putera Tunggal Allah (Yoh. 5:19-47; 7:16-52; 8:25-59). Dengan terus terang Ia menyingkapkan pada perempuan Samaria (Yoh 4:26) dan orang yang lahir buta (Yoh. 9:37)  bahwa Ia adalah Mesias, Kristus, dan Penyelamat. Sekarang Ia mengecam pendengar-Nya karena mereka menolak karya yang dilakukan atas nama Bapa-Nya (bdk. Yoh. 5:36; 10:38).

Jawaban Yesus disajikan dalam dua tahap (Yoh. 10:25-31 dan 32-39). Yesus menjawab denggan perumpamaan tentang gembala dan domba serta relasi yang dibangun antara gembala dan dombanya. Ia kemudian meminta mereka membuka diri untuk menerima karya baik Allah, BapaNya, yang dilakukanNya. Tetapi, semua ditolak.

Penolakan tidak berasal dari kurangnya pemahaman dan memohon penjelasan, tetapi dari penolakan untuk menjadi anggota kawanan domba-Nya. Sabda Yesus mudah dipahami hanya oleh mereka yang tinggal dalam komunitas yang didirikan-Nya. Sedangkan bagi orang dari luar komunitas iman, sabda-Nya selalu menjadi perbantahan.

Sabda dan perumpamaan itu mudah dipahami mereka yang selalu berbagi dan ambil bagian dalam seluruh peri hidup kawanan domba. Yesus mengenal tiap domba: kualitas dan kelemahan hidup masing-masing dikenali-Nya. Tiap domba juga mengalami pembimbingan-Nya. Mereka peka saat mendengar suara-Nya dan mematuhi perintah-Nya. 

Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka

Yesus bersabda tentang kepercayaan-Nya yang total kepada Allah, Bapa-Nya. Maka, Ia meminta setiap murid-Nya memiliki kepercayaan yang sama besar pada-Nya, karena Ia adalah Gembala Yang Baik (Yoh 10:11).

Pada saat Ia hidup di Palestina, gembala domba sangat banyak dan mereka menjadi salah satu penopang ekonomi. Seorang gembala dapat mengawasi beratus hingga beribu domba.  Domba tanpa gembala sangat rentan terhadap serangan predator, seperti serigala dan pencuri.

Jika seekor domba terpisah dari kawanan, ia mudah tersesat, jatuh dalam jurang, atau terluka, gembala harus terus menerus mengawasi kawanannya siang dan malam. Inilah alasan mengapa secara hurufiah gembala harus hidup bersama dengan kawanan domba, sehingga ia dapat mengantar mereka keluar kandang, merumput di padang hijau, dan membawa kembali dengan selamat ke kandang pada waktu petang.

Gembala harus mengenal masing-masing domba dan melindunginya di waktu malam. Ia juga memanggil tiap domba dengan nama masing-masing, sehingga si domba mengenal suara sang gembala ketika ia memanggil masing-masing.

Allah menggunakan citra seorang gembala untuk melukiskan relasi perjanjian-Nya dengan umat dan bagaimana Ia memperhatikan umat-Nya yang dipanggil untuk menjadi milik-Nya (bdk. Mzm. 80:2; 100:3). Allah memanggil Daud, yang menggembalakan kawaan domba ayahnya saat ia muda, untuk diurapi menjadi raja dan gembala umatNya, Israel (Yeh. 37:24).

Yesus, Mesias yang diurapi dari Allah dan  Raja, lahir dari wangsa Daud, menyebut diri-Nya sendiri Gembala Yang Baik bagi umat yang dipercayakan Bapa kepada-Nya (Yoh. 10:29). Santo Petrus menyebut Yesus Kristus sebagai (1Ptr. 2:25), “Gembala dan Pemelihara jiwamu.”, pastorem et episcopum animarum vestrarum.

Tiap hari Ia mengantar domba-Nya ke padang rumput hijau – tempat para domba makan sabda-Nya dan minum dari sumber air hidup yakni Roh Kudus (Yoh. 7:38-39; 4:14). Jika domba-Nya makan sabda-Nya dan minum dari air hidup dari Roh Kudus, mereka akan dipuaskan dan dikuatkan untuk hidup tiap hari demi kemuliaan dan keluhuran-Nya.

Bahkan untuk menjamin hidup domba-domba-Nya, Ia bersabda, “Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku.” (Yoh. 10:28).

Ia terus menerus menjalin relasi dan menjaga tiap domba-Nya, murid yang menjadi milikNya. Ia memanggil masing-masing domba secara pribadi untuk mengikut-Nya, menjaga dan melindung dari jerat musuh, setan, bapa segala kebohongan dan pembunuh (Yoh. 8:44).

Domba-domba Yesus harus mendengarkan suara-Nya. Masing-masing tidak hanya mendengarkan suara-Nya  yang datang dari luar (Yoh. 3:5; 5:37), tetapi juga mendengarkan dengan penuh perhatian (Yoh. 5:28; 10:3), terlebih mendengarkan-Nya dengan setia (Yoh. 10:16.27; 18:37; 5:25).

Kesetiaan untuk mendengarkan suara gembala menyingkapkan kepercayaan, persatuan dan keterikatan yang harus dimiliki oleh tiap domba pada gembalanya (Yoh. 10:4). Kata sifat “Ku dan milik-Ku) tidak hanya menandakan kepemilikan atas domba, tetapi juga menunjukkan juga domba-domba itu kepunyaan-Nya sendiri karena Ia adalah sang pemilik (Yoh. 10:12).

Mendengarkan suara gembala menjadi landasan komunikasi intim antara Yesus dengan domba-domba-Nya.

Domba memiliki kecerdasan setara dengan anjing untuk mengenali pemiliknya. Sabda-Nya (Yoh 10:27), “Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka.”, Oves meae vocem meam audiunt, et ego cognosco eas.

Ungkapan ‘mengenal’ dalam tradisi alkitabiah bermakna: selalu menjalin relasi pribadi dan intim dengan Allah, hidup selaras dan seperasaan dengan-Nya. Pengenalan akan Allah tidak pernah mengesampingkan bela rasa, kasih dan kesatuan dengan alam.  

Tiap domba membuka telinga hati, budi dan tubuh ketika mendengarkan suara Allah. Ia bertindak sebagai seorang murid yang memberi semangat kepada yang letih lesu, taat dan memusatkan perhatian pada Sang Guru.

Melalui Nabi Yesaya, Allah bersabda, “Tuhan ALLAH telah memberikan kepadaku lidah seorang murid, supaya dengan perkataan aku dapat memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu. Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid. Tuhan ALLAH telah membuka telingaku, dan aku tidak memberontak, tidak berpaling ke belakang.” (Yes. 50:4-5).

Aku dan Bapa adalah satu

Yesus menyingkapkan diri bahwa Ia sehakikat dengan Bapa. Syahadat Nicea-Konstantinopel merumuskan iman, consubstansialem Patri, sehakikat dengan Bapa.

Bagi orang Yahudi, Ia dianggap menyamakan diriNya dengan Allah dan, karena alasan itu, Ia layak untuk dihukum mati (bdk. Yoh. 5:18; 8:59). Kini Ia bersabda tentang  misteri Allah yang hanya dapat dipahami melalui pernyataan diri-Nya.

Santo Agustinus dari Hippo mengundang untuk merenung, “Dengarkan Putera Allah. “Aku dan Bapa adalah satu”. Ia tidak bersabda, “Aku adalah Bapa” atau “Aku dan Bapa adalah satu pribadi (persona)”. Namun ketika Ia bersabda, Aku dan Bapa adalah satu”, perhatikan dua kata ‘[kami adalah]’ dan ‘satu’ …

Karena jika mereka satu, maka mereka tidak berbeda. Jika ‘[kami adalah]’, maka pribadi itu adalah Bapa dan Putera.” (In Ioann. Evang., 36, 9).

Katekese

Jangan tutup telinga untuk Sang Gembala. Santo Cyrilus dari Alexandria, 376-444:

“Tanda domba Kristus adalah kesediaan untuk mendengarkan dan menaati-Nya, sama seperti ketidak-taatan menjadi tanda bagi mereka yang bukan milik-Nya. Kita merenungkan sabda-Nya untuk,  dengan ketaatan penuh, melakukan apa yang telah Ia sabdakan.

Umat yang mendengarkan Allah dikenal oleh-Nya. Tiada seorang pun yang sepenuhnya tidak dikenal oleh Allah. Tetapi supaya kita dikenali-Nya, kita harus menjadi bagian dari keluarga-Nya. Maka, ketika Kristus bersabda, “Aku mengenal milik-Ku”, Ia bermaksud menyampaikan: Aku akan menerima mereka dan menjalin relasi mistik dengan diri-Ku sendiri.

Dapat juga dikatakan bahwa, karena Ia telah menjadi manusia, Ia telah menjadikan seluruh manusia anggota keluarga-Nya, karena seluruhnya adalah anggota yang berasal dari bangsa yang sama, manusia.  Kita semua dipersatukan dengan Kristus dalam relasi mistik karena penjelmaan-Nya. Namun mereka yang tidak merawat keserupaan dengan kekudusan-Nya dipisahkan dari-Nya …

 “Domba-dombaKu mengikuti Aku,” sabda Kristus. Melalui rahmat yang dianugerahkan Allah, kaum beriman mengikuti jejak kaki Kristus. Karena tidak lagi tunduk pada bayang-bayang Hukum Taurat, mereka menaati perintah Kristus dan dibimbing oleh sabdaNya.

Berkat rahmat-Nya, mereka mencapai keluhuran martabat, karena mereka disebut anak-anak Allah (Mat. 5:9). Ketika Kristus naik ke surga, mereka juga mengikuti-Nya.” (Commentary On The Gospel Of John 7.1)

Oratio-Missio

Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku … Aku gembira atas janji-Mu, seperti orang yang mendapat banyak jarahan. Amin (Mzm 119:105.162).

Apa yang perlu aku lakukan untuk selalu mendengarkan Sang Gembala?

 Oves meae vocem meam audiunt, et ego cognosco eas, et sequuntur me – Ioannem 10:27

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here