Senin. Pekan Biasa XIX. Peringatan Wajib Santo Dominikus (P)
- Yeh. 1:2-5.24-2:1a
- Mzm. 148:1-2.11-14
- Mat. 17:22-27
Lectio
22 Pada waktu Yesus dan murid-murid-Nya bersama-sama di Galilea, Ia berkata kepada mereka: “Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia 23 dan mereka akan membunuh Dia dan pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan.” Maka hati murid-murid-Nya itupun sedih sekali.
24 Ketika Yesus dan murid-murid-Nya tiba di Kapernaum datanglah pemungut bea Bait Allah kepada Petrus dan berkata: “Apakah gurumu tidak membayar bea dua dirham itu?” 25 Jawabnya: “Memang membayar.” Dan ketika Petrus masuk rumah, Yesus mendahuluinya dengan pertanyaan: “Apakah pendapatmu, Simon? Dari siapakah raja-raja dunia ini memungut bea dan pajak? Dari rakyatnya atau dari orang asing?”
26 Jawab Petrus: “Dari orang asing.” Maka kata Yesus kepadanya: “Jadi bebaslah rakyatnya. 27 Tetapi supaya jangan kita menjadi batu sandungan bagi mereka, pergilah memancing ke danau. Dan ikan pertama yang kaupancing, tangkaplah dan bukalah mulutnya, maka engkau akan menemukan mata uang empat dirham di dalamnya. Ambillah itu dan bayarkanlah kepada mereka, bagi-Ku dan bagimu juga.”
Meditatio-Exegese
Anak Manusia
Yesus menyampaikan nubuat kedua bahwa Ia akan diserahkan kepada para pemimpin, disiksa, dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga. Dua cara penghukuman mati: rajam bagi orang Yahudi atau penyaliban bagi orang Romawi. Cara terakhir merupakan hukuman paling kejam, brutal dan hina untuk penjahat.
Saat bernubuat, Yesus mengenakan gelar Anak Manusia, seperti penglihatan Nabi Daniel, “Aku terus melihat… seorang seperti anak manusia; datanglah ia kepada Yang Lanjut Usianya itu, dan ia dibawa ke hadapan-Nya.
Lalu diberikan kepadanya kekuasaan dan kemuliaan dan kekuasaan sebagai raja… kekuasaan yang kekal, yang tidak akan lenyap, dan kerajaannya… tidak akan musnah.” (Dan. 7:13-14).
Anak Manusia menempuh jalan “Hamba Allah yang menderita”, seperti nubuat Nabi Yesaya (Yes. 53). Ia menjadi silih atas dosa dan memulihkan hubungan manusia dengan Allah melalui sengsara dan wafat-Nya.
Dalam Yoh. 1:29 (bdk. Yes. 53:56-57) Yohanes Pembaptis menggambarkan Yesus sebagai “Anak Domba Allah, yang menghapus dosa dunia.”
Kata benda tunggal dosa, peccatum dengan makna: seluruh dosa yang dilakukan manusia, tanpa kecuali.
Ketika Yesus dengan suka rela menyerahkan hidup-Nya, Ia menjadi tebusan bagi manusia (bdk. 1Tim. 2:6). Para rasul hanya menanggapi nubuat itu dengan perasaan sedih (Mat. 17:23).
Supaya jangan kita menjadi batu sandungan
Ketika rombongan Yesus dan para murid sampai di Kapernaum, pemungut cukai Bait Allah mendatangi mereka. Ditanya apakah Gurunya membayar pajak atau tidak, Petrus menjawab, “Memang membayar.”
Sebagai orang Yahudi, Yesus memenuhi setiap rincian hukum yang berlaku. Pembayaran pajak Bait Allah telah dipraktikan sejak abad ke-5 SM, setelah bangsa Yahudi kembali dari pembuangan Babel.
Mereka membutuhkan biaya untuk membangun kembali Bait Allah. Maka, pajak itu digunakan untuk pembangunan, perawatan Bait Allah dan pelayanan para imam (Neh. 10:32-40). Pajak yang ditarik adalah pajak kepala sebesar dua dirham, setara dengan upah kerja buruh sehari.
Percakapan antara Yesus dengan Petrus tentang pajak terasa ganjil. Barangkali, percakapan ini terjadi di antara jemaat Kristen Yahudi yang dibina Santo Matius setelah penghancuran Bait Allah pada tahun 70.
Ketika mereka sudah bersantai di rumah, Yesus bertanya, “Apakah pendapatmu, Simon? Dari siapakah raja-raja dunia ini memungut bea dan pajak? Dari rakyatnya atau dari orang asing?” Jawab Petrus, “Dari orang asing.”
Maka kata Yesus kepadanya, “Jadi bebaslah rakyatnya.”
Teks TB menggunakan ungkapan rakyat; sedangkan teks Latin Vulgata, yang resmi digunakan Gereja, digunakan kata filii, anak-anak. Mereka bertanya pada diri sendiri tentang kewajiban membayar pajak Bait Allah, seperti dilakukan sebelum menjadi murid Yesus.
Mereka, akhirnya, menemukan jawaban atas kewajiban membayar pajak: “Jadi bebaslah anak-anak.”
Anak-anak adalah para murid Yesus, umat Kristiani. Maka, walaupun tidak ada kewajiban membayar pajak, tiap murid disarankan melakukannya untuk kebaikan bersama dan supaya tidak menjadi batu sandungan.
Bahkan, solusi yang ditawarkan melampaui tolok ukur manusiawi: membayar pajak supaya tidak menjadi batu sandungan dan pajak yang dibayarkan berlebih, empat dirham.
Sabda-Nya (Mat. 17:27), “Ambillah itu dan bayarkanlah kepada mereka, bagi-Ku dan bagimu juga.”, Illum sumens, da eis pro me et te.
Kewajiban membayar pajak menjadi landasan ketaatan pada pemerintahan yang menaungi jemaat Kristus di mana pun (bdk. Rm. 13:1-7). Kewajiban pemerintah adalah menjamin kesejahteraan umum, dan jemaat berpartisipasi mewujudkannya bersama dengan semua yang berkehendak baik.
Akan tetapi, perlulah keteguhan sikap untuk terus menolak penyelewengan yang melanggar prinsip kesejahteraan bersama.
Katekese
Yesus berbicara tentang kematian dan kebangkitan. Origenes dari Alexandria, 185-254:
Menurut saya, kita memiliki kewajiban untuk menimbang hal ini juga: bahwa Yesus diserahkan ke dalam tangan manusia, bukan oleh manusia ke dalam tangan manusia, tetapi oleh kuasa yang kepadanya Bapa menyerahkan Anak-Nya demi kita semua.
Dalam tiap tindak pemerdekaan dan pembebasan dari kuasa yang dimiliki mereka, Yesus, “menghancurkan dia yang memiliki kuasa atas kematian”.
Karena “melalui kematian ia menghancurkan dia yang memiliki kuasa atas maut, yaitu, setan dan membebaskan semua yang karena takut akan maut ditaklukkan pada perbudakan seumur hidup.” (Commentary On Matthew 13.8)
Oratio-Missio
Tuhan, kematian-Mu membawa hidup dan kemerdekaan. Bimbinglah aku untuk selalu mencari kebenaran dan menolak apa pun yang berlawanan dengan kehendak-Mu. Amin.
Filius Hominis tradendus est in manus hominum et occident eum et tertio die resurget et contristati sunt vehementer – Matthaeum 17:22-23