Lectio Divina 09.02.2021 – Hormatilah Orangtua

0
404 views
Ilustrasi - Jangan membuat tanganmu kotor. (Ist)

Selasa. Pekan Biasa V (H)

 Lectio

1 Pada suatu kali serombongan orang Farisi dan beberapa ahli Taurat dari Yerusalem datang menemui Yesus. 2 Mereka melihat, bahwa beberapa orang murid-Nya makan dengan tangan najis, yaitu dengan tangan yang tidak dibasuh. 3 Sebab orang-orang Farisi seperti orang-orang Yahudi lainnya tidak makan kalau tidak melakukan pembasuhan tangan lebih dulu, karena mereka berpegang pada adat istiadat nenek moyang mereka;

4 dan kalau pulang dari pasar mereka juga tidak makan kalau tidak lebih dahulu membersihkan dirinya. Banyak warisan lain lagi yang mereka pegang, umpamanya hal mencuci cawan, kendi dan perkakas-perkakas tembaga. 5 Karena itu orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat itu bertanya kepada-Nya: “Mengapa murid-murid-Mu tidak hidup menurut adat istiadat nenek moyang kita, tetapi makan dengan tangan najis?”

6 Jawab-Nya kepada mereka: “Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu, hai orang-orang munafik! Sebab ada tertulis: Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. 7 Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia. 8 Perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusia.”

9 Yesus berkata pula kepada mereka: “Sungguh pandai kamu mengesampingkan perintah Allah, supaya kamu dapat memelihara adat istiadatmu sendiri. 10 Karena Musa telah berkata: Hormatilah ayahmu dan ibumu dan: Siapa yang mengutuki ayahnya atau ibunya harus mati. 11 Tetapi kamu berkata: Kalau seorang berkata kepada bapanya atau ibunya: Apa yang ada padaku, yang dapat digunakan untuk pemeliharaanmu, sudah digunakan untuk korban —yaitu persembahan kepada Allah— 12 maka kamu tidak membiarkannya lagi berbuat sesuatu pun untuk bapanya atau ibunya. 13 Dengan demikian firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku demi adat istiadat yang kamu ikuti itu. Dan banyak hal lain seperti itu yang kamu lakukan.”  

Meditatio-Exegese

Orang Farisi dan ahli Taurat dari Yerusalem

Pada saat Injil Markus di tulis, kira-kira tahun 70-75, Bait Allah telah diluluh lantakkan oleh panglima tentara Kekaisaran Romawi. Bait Allah bukan lagi menjadi pusat hidup keagamaan orang Yahudi. Penghancuran itu menjadi penanda jelas terpisahnya pengikut Yesus, orang Kristen, dengan orang Yahudi.

Tetapi, jemaat yang dibina Santo Markus, yang berasal dari bangsa-bangsa asing, masih diganggu dengan pemahaman bahwa mereka harus mengikuti ritus agama Yahudi terlebih dahulu sebelum menjadi Kristen.

Perjanjian yang disepakati antara Allah dan bangsa Israel menyatakan bahwa bangsa itu akan menjadi bangsa yang kudus, “Sebab Akulah TUHAN yang telah menuntun kamu keluar dari tanah Mesir, supaya menjadi Allahmu; jadilah kudus, sebab Aku ini kudus.” (Im. 11:45; 19:2).

Mulai saat panggilan itu bergema, para pemimpin umat mencari cara untuk menjadi kudus dengan meneliti Hukum Taurat dan menerapkan dalam hidup sehari-hari.

Pada abad pertama sebelum Masehi, misalnya, kaum Farisi dan ahli Taurat mulai mengajarkan dan mempraktikkan tata upacara pembasuhan yang dilakukan imam untuk seluruh hidup orang biasa.

Dengan gaya melebih-lebihkan Santo Markus mencatat hal berikut: membasuh tangan sebelum makan, membersihkan diri setelah pulang dari pasar, mencuci perkakas rumah tangga – cawan, kendi dan perkakas-perkakas tembaga (Mrk. 7:3-4).

Ritual pembersihan ini dicangkokkan pada perintah untuk para imam, “Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: “Haruslah engkau membuat bejana dan juga alasnya dari tembaga, untuk pembasuhan, dan kautempatkanlah itu antara Kemah Pertemuan dan mezbah, dan kautaruhlah air ke dalamnya. Maka Harun dan anak-anaknya haruslah membasuh tangan dan kaki mereka dengan air dari dalamnya” (Im. 30:17-19).

Seluruh praktik cangkokan ini, akhirnya, ditulis dalam tata peraturan keagamaan Yahudi, Mishnah, sekitar tahun 200.

Yesus menghancurkan seluruh tata peraturan buatan manusia dan justru menerapkan Hukum Tuhan yang paling hakiki untuk menuju kesucian.

Ketika mereka mencari tahu tentang apa yang diajarkan Yesus, seperti yang mereka lakukan pada Yohanes Pembaptis (Yoh. 1:19-20), Yesus langsung membungkam mereka karena memuliakan Allah hanya dengan bibir.

Yesus mengacu pada pesan Nabi Yesaya, “Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia. Perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusia” (Mrk.7:6-8; bdk. Yes. 29:13 Septuaginta).

Lain di bibir, lain di hati. Hukum agama yang dibuat manusia, ternyata hanya mengabdi pada satu tujuan: memisahkan manusia satu dengan yang lain. Kata parusy, asal kata Farisi, bermakna memisahkan diri dari orang biasa yang dianggap najis.

Firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku

Yesus menunjukkan bahwa para penguasa agama justru menghancurkan perintah Allah keempat –menghormati orang tua, ayah dan ibu- yang dijamin oleh Hukum Taurat (Kel. 20:12; Ul. 5:16). Orang yang mengutuki orangtuanya dihukum mati (Kel. 21:17; Im. 20:9). Tetapi, perintah untuk memelihara dan merawat orangtua di masa tua mereka bisa diabaikan demi kurban di Bait Allah.

Kewajiban ini tentu memberatkan kaum miskin.  Maka “Apa yang ada padaku, yang dapat digunakan untuk pemeliharaanmu, sudah digunakan untuk korban -yaitu persembahan kepada Allah- maka kamu tidak membiarkannya lagi berbuat sesuatu pun untuk bapanya atau ibunya. Dengan demikian firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku demi adat istiadat yang kamu ikuti itu. Dan banyak hal lain seperti itu yang kamu lakukan” (Mrk. 7:11-13).

Untuk menghormati orang tua, Gereja Katolik mengajajar : “Perintah keempat mengingatkan anak-anak yang dewasa akan kewajibannya terhadap orang-tua.

Dalam usia lanjut, dalam keadaan sakit, dalam kesepian atau kesulitan, mereka harus membantu orang-tuanya sebaik mungkin, baik secara material maupun secara moral. Yesus mengingatkan kewajiban terima kasih ini.” (bdk. Mrk. 7:10-12)” (Katekismus Gereja Katolik, 2218).

Dalam terang inilah, para murid Tuhan harus mengikuti Hukum Musa, seperti ditulis Santo Markus (Mrk 7:10), “Hormatilah ayahmu dan ibumu.”, Honora patrem tuum et matrem tuam.

Katekese

Mamon menolak untuk merawat orangtua di masa tua mereka. Santo Yohanes Chrysostomus, 347-407:

“Kristus bersabda, “Perhatikanlah kaum miskin” (bdk. Mat 19:21; Mrk 10:21; Luk 18:22). Mammon berkata, “Ambillah apa yang menjadi harta milik kaum miskin.” Kristus bersabda, “Engkau harus menyangkal diri” (Mat 16:24; Mrk 8:34; Luk 9:23).

Mammon berkata, “Rampas juga apa yang mereka punya.” Bukankah kamu tahu pertentangan ini, perlawanan di antara keduanya?

Pahamilah betapa satu pihak tidak dapat mematuhi keduanya, tetapi harus menolak salah satu. … Kristus bersabda, “Tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku.” (Luk. 14:33). Mammon berkata, “Rampaslah roti dari orang yang kelaparan.”

Kristus bersabda, “Berilah yang telanjang pakaian” (Mat  25:34-40; Yes 58:7). Yang lain berkata, “Biarlah yang telanjang, telanjang.”

Kristus bersabda, “Engkau tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri! (Yes. 58:7), dan seisi rumahmu.” (1 Tim  5:8; Gal  6:10).

Mammon berkata, “Engkau harus tidak menunjukkan belas kasih pada siapa pun dari antara keluargamu sendiri. Walau engkau tahu ibu atau ayahmu berkekurangan, abaikan mereka.” (Mrk 7:11).” (dikutip dari Homilies On Philippians 6.25)

Oratio-Missio

Honora patrem tuum et matrem tuam – Marcum 7:10

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here