Lectio Divina 1.7.2024 – Tanpa Sarang, Tanpa Bantal

0
46 views
Serigala akan keluar dari liang, by Crista Forest.

Senin. Minggu Biasa XIII, Hari Biasa (H)

  • Am. 2:6-10.13-16
  • Mzm. 50:16bc-17.18-19.20-21.22-23
  • Mat. 8:18-22

Lectio

18 Ketika Yesus melihat orang banyak mengelilingi-Nya, Ia menyuruh bertolak ke seberang. 19 Lalu datanglah seorang ahli Taurat dan berkata kepada-Nya: “Guru, aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi.”

20 Yesus berkata kepadanya: “Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya.” 21 Seorang lain, yaitu salah seorang murid-Nya, berkata kepada-Nya: “Tuhan, izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan ayahku.”

22 Tetapi Yesus berkata kepadanya: “Ikutlah Aku dan biarlah orang-orang mati menguburkan orang-orang mati mereka.”

Meditatio-Exegese

Aku tidak akan menarik kembali keputusan-Ku

Sebelum dipanggi sebagai nabi, penyambung lidah Allah, Amos tinggal dan beternak domba di Tekoa, 5 mil di selatan Bethlehem (Am. 1:1) di Yehuda. Ia juga mengumpulkan buah ara (Am. 7:14).

Amos tidak berasal dari keluarga imam, seperti Nabi Yeremia atau Yehezkiel. Ia juga bukan dari kalangan nabi yang bekerja di istana seperti Nabi Natan atau bergabung dengan komunitas kenabian, seperti Elisha. Amos adalah orang biasa yang dipanggil untuk menjadi nabi-Nya.

Ia berkarya di wilayah utara, Kerajaan Israel, pada masa pemerintahan Raja Yerobeam II, 760-750 sebelum Masehi. Yerobeam berhasil menaklukkan Syria, Moab, dan Ammon; sedangkan Uzia menjadi raja di Yehuda, 783-743 sebelum Masehi.

Amos mengecam penguasa, aparat dan rakyat karena pengabaian dan penguburan karya agung Allah. Mereka mengingkari Perjanjian Sinai dan melupakan Allah yang mengalahkan orang Amori dan membebaskan mereka dari Mesir (Am. 2:9-10). 

Nabi menyingkapkan fakta di balik keadaan maju dalam politik dan ekonomi, merebak konsumtifisme, ketidakadilan sosial, kemerosotan moral, dan hidup keagamaan yang palsu. Allah tidak suka dengan perbuatan jahat dan menetapkan penghukuman yang tidak dicabut-Nya.

Kaum miskin diperjual-belikan karena sepasang sandal; hak-hak mereka diinjak-injak; ayah dan anak sama-sama melakukan persundalan dan menginjak-injak kesucian perkawinan. Terlebih, masing-masing mabuk anggur di rumah ibadah (Am. 2:6-8).

Yang paling parah terjadi saat orang-orang miskin dijari untuk melakukan apa yang jahat dan menyimpang dari Perjanjian Sinai. Kata nabi (Am. 2:7), “Mereka membelokkan jalan orang sengsara.”, viam humilium declinaverint.

Tentang orang yang menganggap diri bijak dan pandai, Santo Hieronimus menulis, “Mereka percaya pada kekuatan mereka sendiri dan tidak bergantung pada belas kasih Allah. Kitab Suci berpesan, “Aku akan membinasakan hikmat orang-orang berhikmat dan kearifan orang-orang bijak akan Kulenyapkan.” (1Kor. 1:19; bdk. Yes. 29:14).

Kebijaksanaan sejati tidak dapat dihancurkan dan pengetahuan akan kebenaran tidak dapat dihilangkan. Sebaliknya, kebijaksanaan orang yang percaya bahwa dirinya bijaksana dan hanya percaya pada pemahamannya sendiri akan binasa.

Orang perkasa yang tidak dapat menyelamatkan nyawanya (lih. Amos 2:14) mati karena dia tidak mengenakan perlengkapan senjata seorang rasul. Ia menyandang perisai, namun itu bukanlah perisai iman.

Ia telah mengikat pinggangnya, tetapi tidak dengan kebenaran; dia memakai baju zirah, tapi itu bukan baju zirah kebenaran. Ia membawa pedang, tapi itu bukan pedang keselamatan. Prajurit perkasa ini tidak dapat disucikan melalui pertempurannya atau mengobarkan perang untuk Tuhan.” (Commentarii in Amos, 2, 13-16).

Ia menyuruh bertolak ke seberang

Yesus tidak pernah diam dan menetap di satu lokasi ketika mewartakan Kerajaan Allah. Ia terus berpindah dari tempat satu ke tempat lain, seperti dilukiskan juga dalam Luk. 8:51-62.  

Dalam Lukas, Yesus ditampilkan dalam perjalan ke Yerusalem; sedang dalam Matius, Yesus bertolak ke seberang Danau Galilea. Kemungkinan Matius menekankan keinginan Yesus untuk meluaskan pewartaan-Nya ke darah-darah lain, termasuk daerah asing (Mrk 5:1).

Matius mengungkapkan kehendak-Nya (Mat. 8:18), “Ia menyuruh bertolak ke seberang.”, iussit ire trans fretum.

Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang

Saat seorang ahli Taurat mengungkapkan keinginan untuk mengikuti-Nya, Yesus tidak segera menjawab, “Ya, ikutlah Aku.” Tetapi Ia menantang orang itu, termasuk setiap murid-Nya sepanjang jaman, untuk terlebih dahulu melepaskan ikatan yang merugikan diri sendiri dan jemaat.

Ikatan yang dimaksudkan-Nya adalah rasa aman palsu, karena bergantung pada kekuasaan yang dengan mudah diselewengkan untuk memenuhi kenikmatan pribadi (bdk. Am. 2:6-10.13-16). Rasa aman palsu dipersonifikasi dalam diri Herodes Antipas yang dipanggil-Nya serigala (bdk. Luk. 13:31-32).

Personifikasi mengandung makna bahwa serigala memiliki karakter atau sifat tetap: loba (Kej. 49:27), buas dan bengis di waktu malam (Yer. 5:6; Hab. 1:8), membinasakan domba (Yoh. 10:12),  jahat, licik dan penuh tipu muslihat (Luk. 13:32).

Tetapi, serigala juga bisa bermakna sebagai guru agama atau pewarta palsu yang sangat mementingkan dirinya sendiri dan berniat jahat (Mat. 7:15; 10:16; Luk. 10:3; Yoh. 10:12; Kis. 20:29).

Di samping personifikasi serigala, Yesus menuntut tiap murid-Nya untuk waspada terhadap mentalitas suka menjajah, memeras, menindas, merampas, merampok, menghancurkan, memecah-belah, seperti yang dilakukan oleh Kekaisaran Romawi.

Kekuasaan yang begitu menakutkan hadir dalam lambang aquila, burung elang, dengan tulisan SPQR Senatus Populusque Romanus, Pemerintahan Senat dan Penduduk Kota Roma.

Pada dasarnya, serigala dan elang tiada berbeda. Santo Matius mencatat (Mat. 8:20),  “Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang.”, Vulpes foveas habent, et volucres caeli tabernacula.

Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya

Gelar Anak Manusia mengungkapkan  salah satu inti iman Perjanjian Lama, yakni: Mesias, Yang Diurapi, Juruselamat. Gelar ini pertama kali digunakan dalam penglihatan Nabi Daniel dalam Dan. 7:13-14; dan digunakan secara umum pada tulisan-tulisan keagamaan bangsa Yahudi pada abad pertama Masehi.

Yesus sangat mengerti secara mendalam makna gelar ini saat ia memulai karya pewartaan Kerajaan Allah. Ia tidak menghendaki nasionalisme sempit suatu bangsa. Maka gelar Anak Manusia bermakna mengatasi seluruh alam ciptaan, transendental.

“Tampak datang dengan awan-awan dari langit seorang seperti anak manusia; datanglah ia kepada Yang Lanjut Usianya itu, dan ia dibawa ke hadapan-Nya. Lalu diberikan kepadanya kekuasaan dan kemuliaan dan kekuasaan sebagai raja, maka orang-orang dari segala bangsa, suku bangsa dan bahasa mengabdi kepadanya.

Kekuasaannya ialah kekuasaan yang kekal, yang tidak akan lenyap, dan kerajaannya ialah kerajaan yang tidak akan musnah.” (Dan. 7:13-14).

Namun, kebanyakan orang  sejaman-Nya tidak merasa cocok dengan gelar itu. Sebab bertentangan dengan paham bahwa Mesias harus membebaskan mereka dari penjajahan bangsa asing dan membawa kemakmuran  di dunia.

Dengan bijaksana dan cerdik Yesus menggunakan gelar Anak Manusia seperti yang disingkapkan Nabi Daniel. Dengan cara itu,  Ia mencegah orang banyak menyeret-Nya dalam percaturan politik untuk merebut kekuasaan duniawi, seperti yang Ia hindari saat pencobaan di padang pasir Yudea (Mat. 4:1-11).

Namun, setelah kebangkitan-Nya, para Rasul menyadari bahwa Anak Manusia memiliki makna yang sama dengan Anak Allah. Maka, mengacu pada gelar transendental Anak Manusia, Yesus tidak memiliki tempat untuk meletakkan kepala-Nya. Langit dan bumi adalah tumpuan kaki-Nya (bdk. Yes. 66:1).

Namun, saat Ia mengosongkan diri-Nya, Ia justru meletakkan kepala-Nya di palungan dan di haribaan Ibu Maria (Luk. 2:7) dan, akhirnya, Ia juga meletakkan kepala-Nya di kayu salib, lalu di pangkuan Sang Ibu dan di baringkan di pemakaman (Yoh. 19:30.38-42).   

Ikutlah Aku dan biarlah orang-orang mati menguburkan orang-orang mati mereka

Setiap orang yang ingin bersama Yesus harus mengikuti-Nya. Mengikuti Yesus hanya memiliki makna tunggal: menjadi murid-Nya (bdk. Mat. 19:28).

Menjadi murid-Nya, setelah peristiwa kebangkitan-Nya, bermakna menjadi Kristiani, yang ditandai dengan pembaptisan, dan melibatkan diri sepenuh-penuhnya dalam kehidup jemaat, seperti peristiwa pembaptisan sida-sida dari Etiopia oleh Filipus di wilayah Gaza (Kis. 8:26-40).

Santo Matius memberikan dua contoh bagaimana panggilan menjadi murid-Nya. Pada ahli Taurat, Yesus menjelaskan iman macam apa yang dituntut-Nya. Ia mengajak si ahli Taurat untuk melulu mengimani Anak Manusia dan mengikuti jalan yang ditempuh-Nya.

Ia meminta setiap orang yang yang mau mengikuti-Nya melepaskan tata nilai atau mind set yang berlawanan dengan tuntutan Anak Manusia, yakni: tata nilai serigala dan burung elang.

Dan pada orang yang bersedia mengikuti-Nya, Ia menuntut setiap orang untuk terlibat penuh pada tugas perutusan yang diemban. Tuntutan itu seperti tuntutan pada seorang prajurit yang dipanggil bertugas ke medan laga. Sang prajurit tidak akan meninggalkan posisinya berdiri untuk menguburkan ayahnya yang meninggal dunia.

Murid Yesus memusatkan diri pada tugas pengutusan mewartakan Kerajaan Allah; dan, dalam tugas perutusan itu, ia tetap mengandalkan Yesus, Anak Manusia. Maka, menguburkan orang mati bermakna: tidak melekatkan diri pada apa yang dapat musnah.

Santo Yohanes Chrysostomus menulis, “Bila Yesus melarang orang itu, itu tidak dimaksudkan kita mengabaikan penghormatan kepada orang tua kita. Tetapi Ia menyadarkan kita bahwa tidak ada yang lebih penting dari pada hal-hal surgawi dan kita harus berpaut padanya.

Kita tidak boleh mengesampingkannya walau hanya sejenak, walau tugas perutusan kita menuntut keterlibatan penuh dan menguras seluruh hidup kita.” (Homily on St. Matthew, 27)

Santo Matius menyingkapkan dalam Mat 19:29, “Setiap orang yang karena nama-Ku meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, bapa atau ibunya, anak-anak atau ladangnya, akan menerima kembali seratus kali lipat dan akan memperoleh hidup yang kekal.”

Katekese

Mengikuti Tuhan Yesus. Santo Augustinus, Uskup Hippo, 354-430:

“Datanglah dan ikutlah Aku, sabda Tuhan. Apakah engkau mengasihi? Ia telah bergegas; Ia telah terbang mendahuluimu. Lihat dan pandanglah ke mana Ia pergi.

Hai orang Kristen, tidakkah kalian tahu kemana Tuhanmu pergi? Aku bertanya padamu: Tidakkah engkau ingin mengikuti Dia ke sana?

Melalui pengadilan, penghinaan, salib dan kematian. Mengapa engkau bergegas? Kini, jalan itu telah ditunjukkan padamu.” (Sermon 64,5)

Oratio-Missio

Ambillah, ya Tuhan, kebebasanku, kehendakku budi ingatanku. Pimpinlah diriku dan Kau kuasai. Perintahlah akan kutaati. Hanya rahmat dan kasih dari-Mu, yang kumohon menjadi milikku. Berikanlah menjadi milikku.

Lihatlah semua yang ada padaku, kuhaturkan menjadi milikMu. Pimpinlah diriku dan Kau kuasai, perintahlah akan kutaati. Amin. (Doa Santo Ignatius Loyola, 1491-1556, terjemahan bebas).

  • Apa yang perlu aku lakukan untuk  mengikuti-Nya dan menjadi utusan-Nya dengan penuh suka cita?.    

Sequere me et dimitte mortuos sepelire mortuos suos – Matthaeum 8:22

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here