Lectio Divina 10.10.2021 – Tidak Kecewa dan Mengikuti-Nya

0
202 views
Anak muda kecewa dan meninggalkan Yesus by by Heinrich Hofmann.

Minggu. Pekan Biasa XXVIII (H)  

  • Keb. 7:7-11
  • Mzm. 90:12-13.14-15.16-17
  • Ibr. 4:12-13
  • Mrk. 10:17-30

Lectio (Mrk. 10:17-30)

Dialah yang lebih kuutamakan dari pada tongkat kerajaan dan takhta

Di tengah serbuan apa yang nampak maju, canggih, hebat dan gemerlap, selalu muncul tanya: apa yang paling hakiki dan penting? Penulis Kebijaksanaan Salomo memiliki jawaban: kebijaksanaan.

Maka, melalui kitab yang ditulis antara 200 SM hingga 150 M di Alexandria, Mesir, penulis mendidik generasi muda untuk mengasihi kebijaksanaan.

Menggunakan wibawa dan menulis atas nama Salomo, penulis yakin  bahwa semua ciptaan dan manusia yang bermartabat luhur (Kej. 1:27) dan diciptakan hampir setara dengna Allah (Mzm. 8:6) bersifat fana (Keb. 7:1-7).

Dalam tradisi Perjanjian Lama, Salomo, penguasa Israel antara 970–931 sebelum Masehi, dipandang sebagai mahkota orang bijak. Namun, ia tidak lahir demikian. Salomo menjadi bijaksana karena memohon anugerah kebijaksanaan dari Allah (Keb. 7:7; Keb. 8; 1Raj. 3:5-28).

Maka, mahkota dan tahta, mutiara dan batu mulia, emas dan perak, kesehatan dan kecantikan, bahkan, cahaya matahari, hanyalah setitik debu dihadapan kebijaksanaan (Keb. 7:8-10; Ayb. 28:15-19; Ams. 3:14-15; 4-7; 8:11, 19; 16:16; Mzm. 19:10; 119:72, 127).

Tetapi kebijaksanaan juga mencakup pemahaman yang memadai akan dunia sekitar. Salomo, misalnya, ketika menulis sajak tentang pohon aras, pasti memiliki pengetahuan yang cukup tentang tumbuhan itu (bdk. 1Raj. 4:29-34).

Pengetahuan yang luas dan mendalam sangat dijunjung tinggi baik oleh dunia maupun Kitab Suci.

Dan alam semesta ditopang oleh hukum dianugerahkan oleh Sang Kebijaksanaan. Segala sesuatu, “makhluk-makhluk dan masyarakat sendiri mempunyai hukum-hukum serta nilai-nilainya sendiri, yang demi sedikit harus dikenal, dimanfaatkan dan makin diatur oleh manusia, maka memang sangat pantaslah menuntut otonomi itu.

Sebab berdasarkan kenyataannya sebagai ciptaan segala sesuatu dikurniai kemandirian, kebenaran dan kebaikannya sendiri, lagi pula menganut hukum-hukum dan mempunyai tata-susunannya sendiri.” (Konsili Vatikan II, Konstitusi Pastoral tentang Gereja di Dunia Dewasa Ini, Gaudium et Spes, 36)

Penulis Kitab Kebijaksanaan menggunakan kata stoicheia, unsur, anasir (Keb. 7:17). Istilah khas dalam filsafat Yunani ini menjelaskan keterkaitan unsur satu dengan yang lain dan menyusun seluruh tata kerja alam semesta.

Kata guru kebijaksanaan (Keb. 7:17), “Sebab Ia sendiri telah memberi aku pengetahuan yang tidak menipu tentang segala-galanya yang ada, supaya kukenal susunan alam semesta dan daya anasirnya.”, Ipse enim dedit mihi horum, quae sunt, scientiam veram, ut sciam dispositionem orbis terrarum et virtutes elementorum.

Maka, tiap pribadi dituntut untuk menjadi pribadi yang bijaksana. Ia cerdas mengelola anugerah kebijaksanaan dari Allah, menyerahkan diri untuk dibimbing oleh Allah. Ia harus sadar bahwa Ia menguasai hidup manusia.

Dan Yesus menyingkapkan kepenuhan seorang yang bijaksana, saat Ia selalu menyerahkan seluruh perjalanan hidup-Nya di bawah bimbingan Roh Kudus, Roh Allah sendiri (bdk. Mat. 4:1; Luk. 4:1).

Tanpa cela Ia menyerahkan hidup-Nya kembali kepada Allah di kayu salib (Luk. 23:46), “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.”, Pater, in manus tuas commendo spiritum meum.

“Apa yang membedakan dalam teks biblis adalah paham yang menyatakan adanya kesatuan mendalam dan tak terpisahkan antara pengetahuan rasional dan pengetahuan iman. Dunia dan segala yang terjadi di dalamnya, termasuk sejarah dan apa yang terjadi pada bangsa-bangsa, merupakan realitas yang harus diamati, dianalisis, dan diuji dengan menggunakan segala sumber daya akal budi.

Tetapi tanpa iman  yang menjadi asing terhadap seluruh proses itu. Iman menncampuri proses itu tidak untuk menghilangkan otonomi akal budi atau mengurangi cakupan tindakannya. Iman hanya membawa manusia untuk memahami bahwa kejadian-kejadian terjadi karena Allah Israel bertindak melakukannya.” (Santo Yohanes Paulus II, Ensiklik Iman dan Akal BUdi, Fides et Ratio, 16)

Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?

Perjumpaan Yesus dengan pemuda Yahudi itu begitu dramatik. Saat Yesus masih di tengah jalan, pemuda yang sangat saleh itu berlari-lari,  menemui dan bertelut di hadapan-Nya. Ia mengajukan pertanyaan yang sangat serius.

Ia bertanya (Mrk. 10:17), “Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?”, Magister bone, quid faciam ut vitam aeternam percipiam?

“Mengapa kau katakan Aku baik? Tak seorang pun yang baik selain dari pada Allah saja.” Jawab-Nya (Mrk. 10:18), ketika Ia menantang iman pemuda itu. Bagi Yesus yang disebut baik hanyalah Allah.

Ia mengundang pemuda Yahudi itu menyadari kehadiran Allah yang maha baik. Kehadiran-Nya sering kali dilupakan dan, bahkan, diabaikan.

Yesus ternyata tidak menanyakan apakah pemuda itu melaksanakan perintah pertama hingga ketiga dari Dasa Perintah Allah. Yesus hanya menanyakan perintah tentang bagaimana memperlakukan dan menghormati hidup sesama manusia.

Sabda-Nya (Mrk. 10:19),  “Engkau tentu mengetahui segala perintah Allah: Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, jangan mengurangi hak orang, hormatilah ayahmu dan ibumu.”, Praecepta nosti: ne occidas, ne adulteres, ne fureris, ne falsum testimonium dixeris, ne fraudem feceris, honora patrem tuum et matrem.

Menurut Yesus, manusia hanya dapat bergaul mesra dengan Allah bila ia mengenal dan memperlakukan sesamanya seperti dirinya sendiri. Pintu gerbang untuk bersatu dengan Allah adalah sesama manusia.  

Semuanya itu telah kuturuti sejak masa mudaku

Pemuda itu menjawab, “Guru, semuanya itu telah kuturuti sejak masa mudaku.”  Mendengar jawaban itu, Yesus pasti terkejut. Ia pasti mengikuti dengan teliti ajaran para guru agamanya yang berasal dari aliran Farisi.

Pada jaman itu, para Farisi mengajarkan bahwa orang dapat mewarisi hidup kekal apabila ia melakukan serangkaian petunjuk Hukum Taurat dan adat istiadat nenek moyang. Dan ternyata, semuanya telah ia penuhi. Tetapi, si pemuda yang sangat serius itu  masih mengharapkan petunjuk Yesus.

Yesus kemudian melanjutkan sabda-Nya, “Hanya satu lagi kekuranganmu: pergilah, juallah apa yang kaumiliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di surga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.” (Mrk. 10:21).

Bagi Yesus, melaksanakan Hukum Tuhan hanya merupakan langkah pertama untuk masuk hidup abadi. Langkah berikut adalah menjadikan hidupnya sebagai persembahan bagi sesama.

Ia bersabda (Yoh. 15:13), “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.”, Maiorem hac dilectionem nemo habet, ut animam suam quis ponat pro amicis suis.

Dan sahabat-sahabat Yesus adalah mereka yang kecil, lemah, miskin, menderita, sakit, dan difabel (bdk. Mat 25:40).

Maka, ketika Yesus meminta pemuda itu melepaskan seluruh apa yang menghambatnya berjumpa dengan Yesus dan menjadi sahabat-Nya, ia berkeberatan.

Ternyata ia sangat terlekat pada kekayaannya, karena mengira timbunan emas merupakan tanda berkat Allah (bdk. Ayb. 22:25). 

Saat ia mengungkapkan kekecewaannya, terungkap pemuda itu sangat kaya. Dan dengan perasaan itu ia pergi meninggalkan Yesus. Kelekatan pada benda bukan hanya milik pemuda itu, tetapi juga mengiringi hampir semua manusia.

Jika demikian, siapakah yang dapat diselamatkan?

Yesus melanjutkan pengajaran-Nya dengan ungkapan yang melebih-lebihkan. Ia bersabda, “Anak-anak-Ku, alangkah sukarnya masuk ke dalam Kerajaan Allah. Lebih mudah seekor unta melewati lubang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah.” (Mrk. 10:24-25).

Ungkapan “masuk Kerajaan Allah” bukan hanya memasuki hidup setelah kematian, tetapi juga memasuki komunitas yang didirikan dan dibangun Yesus. Komunitas ini harus menjadi model Kerajaan Surga.

Pertanyaan para murid menarik perhatian, karena itu pertanyaan yang diajukan sejak jaman kuna (Mrk. 10:26), Jika demikian siapakah yang dapat diselamatkan?”, Et quis potest salvus fieri?.

Manusia bergulat dengan pertanyaan itu. Dan Yesus selalu menekankan tentang kerahiman Allah yang tak terhingga. Yang tidak mungkin bagi manusia, selalu mungkin bagi Allah (bdk. Kej. 18:14; Ayb 42:2; Yer 32:17.27; Za 8:6).

Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!

Petrus pasti menyimak pembicaraan Yesus dengan pemuda Yahudi yang bertanya tentang cara memasuki hidup kekal (Mrk. 10:17-27). Mewakili para murid, ia bertanya pada Yesus (Mrk .10:28),

“Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!”, Ecce nos dimisimus omnia et secuti sumus te.

Kata-kata Petrus berarti : mereka telah memenuhi seluruh syarat yang ditetapkan Yesus untuk pemuda itu. Maka, sekarang, apakah mereka layak memperoleh hidup kekal.

Menanggapi Petrus, Yesus mengejutkan para murid dengan jawaban bahwa setelah meninggalkan segala-galanya: rumah, saudara laki-laki, saudara perempuan, ibu, anak dan ladang, ia akan menerima upah yang berlipat ganda dan hidup kekal (Mrk. 10:29-31).  

Yesus menghendaki cara hidup baru bagi para murid. Cara hidup itu merupakan contoh Kerajaan yang dikehendaki Yesus.

Cara hidup dalam komunitas yang berpusat pada Yesus digambarkan oleh Gereja, “Tuhan Yesus memberi kepada persekutuan-Nya sebuah struktur yang akan tinggal sampai Kerajaan-Nya disempurnakan. Pada tempat pertama terdapat pilihan keduabelasan dengan Petrus sebagai pemimpin.

Mereka mewakili kedua belas suku bangsa Israel dan dengan demikian merupakan batu-batu dasar Yerusalem Baru. Ke-12-an itu dan murid-murid yang lain mengambil bagian pada perutusan Kristus, pada kekuasaan-Nya, tetapi juga pada nasib-Nya. Melalui semua tindakan ini Kristus mendirikan dan membangun Gereja-Nya.” (Katekismus Gereja Katolik, 765).

Para rasul akan dijadikan ‘batu penjuru’ komunitas Israel baru dan akan ambil bagian dalam kemuliaan Anak Manusia (bdk. Dan. 7:13-14; Why. 21:12-14). Bersama dengan kedua belas suku Israel, kedua belas rasul Anak Domba akan ambil bagian dalam pengadilan terakhir.

Komunitas iman yang didirikan Yesus mengatasi ikatan darah. Masing-masing diikat menjadi keluarga baru melalui pembaptisan dan melaksasanakan perintah Allah (Mrk. 3:35). Yesus membuat daftar menarik, karena Ia tidak menyebutkan istri (Mrk. 10:30). 

Istri boleh dibawa dalam perjalanan untuk melaksanakan tugas perutusan (1Kor. 9:5). Ayah juga tidak dilipatgandakan, karena jemaat percaya bahwa yang menjadi ayah atau bapa adalah satu, yakni Bapa di surga (Mat. 23:9).

Dalam persekutuan ini, yang dihidupi oleh spiritualitas ‘sehati dan sejiwa’, cor unum et anima una (Kis. 4:32), mereka saling memperhatikan agar “tak ada seorang pun yang miskin di antaramu.” (bdk. Ul. 15:4-11).

Inilah yang dilakukan oleh jemaat Gereja Perdana (Kis 2:42-45).

Corak hidup yang berbeda ini ternyata menarik perhatiaan banyak orang, sehingga jumlah mereka bertambah tiga ribu jiwa. Apa yang dikerjakan oleh jemaat Gereja Perdana pasti menginspirasi untuk menatap apakah jemaat yang mewarisi spiritualitas yang sama hidup dengan spiritulitas yang sama pula.

Disertai berbagai penganiayaan

Dalam komunitas baru, semua orang diperlakukan sama sederajad di hadapan Allah. Santo Paulus menulis, “Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus.” (Gal. 3:28).

Maka orang yang merasa diri penting, kaya, dan punya pengaruh dalam jemaat, malah, akan menjadi yang terakhir; sedangkan mereka yang dengan rela hati meninggalkan segala untuk melayani akan menjadi yang pertama.

Yesus mengingatkan jemaat baru yang dididirikanNya akan mengalami penganiayaan dan penentangan, cum persecutionibus

Para penentang dan penganiaya adalah mereka yang berhati mementingkan dirinya dan kelompoknya, serta memandang diri dan kelompoknya sebagai tolok ukur kebenaran.

Tak jarang saat berhadapan dengan para penentang, pengikut Yesus dihina, disiksa dan, bahkan, dibunuh.

Katekese

Carilah hidup yang abadi. Santo Augustinus dari Hippo, 354-430:

“Tuhan bersabda kepada seorang pemuda, “Jikalau engkau ingin masuk ke dalam hidup, turutilah segala perintah Allah.” (Mat. 19:17; Mrk. 10:17; Luk. 18:18). Ia tidak bersabda, “Jikalau engkau menginginkan hidup.”, tetapi ““Jikalau engkau ingin masuk ke dalam hidup.” Hidup yang dimaksudkan-Nya adalah hidup kekal.

Kita lanjutkan dengan refleksi tentang betapa kita mencintai hidup. Hidup ini dicintai, bagaimanapun kualitasnya. Dan betapa pun kesulitan melanda hidup kita, betapa pun hancurnya hidup kita, orang takut untuk mengakhirinya. Maka, kita harus tahu, kita harus sadar, betapa hidup abadi harus dicintai.

Saudarara-saudariku, pertimbangkan betapa berharganya hidup abadi itu, karena kita tidak mau mengakhiri hidup jenis ini. Kalian mencintai hidup jenis ini, di mana kalian bekerja membanting tulang, berlari ke sana ke mari, sibuk dan bernafas.

Dalam hidupmu yang sibuk, kewajiban kalian sepertinya tak terhitung: menabur benih, membajak, mengolah tanah, berlayar, menggiling gandum, memasak, memintal. Dan setelah kamu selesai dengan  seluruh kerja kerasmu, hidupmu berakhir.

Pandanglah apa yang kamu derita dalam hidup yang buruk, tetapi demikian kamu cintai.  Apakah kamu mengira bahwa kamu akan terus hidup dan tak pernah mati? Rumah ibadat, karang, marmer, dan semua yang diperkuat oleh besi dan baja, semua pasti hancur.

Maka, saudara-saudari, kalian harus belajar mencari  hidup kekal. Ketika kalian tidak ketika kalian tidak mau bersusah payah mencari hidup kekal ini, karena kalian tidak tidak akan menanggung penderitaan atas hal-hal itu. Sedangkan Allah akan meraja selama-lamanya.” (Sermon 84.1.9)

Oaratio-Nissio

Tuhan, semoga Engkau selalu menjadi hartaku yang tak ternilai, suka citaku yang tak tertandingi dan tak ada sesuatu pun yang menjauhkan aku dari-Mu. Amin.         

  • Apa yang perlu aku lakukan untuk masuk Kerajaan Allah?   

Apud homines impossibile est sed non apud Deum: omnia enim possibilia sunt apud Deum – Marcum 10:27 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here