Lectio Divina 11.01.2024 – Wajah Belas Kasih

0
228 views
Ia merentangkan tangan, menyentuh penderita kusta dan berkata padanya, by Vatican News

Kamis. Minggu Biasa I, Hari Biasa (H)

  • 1Sam. 4:1-11
  • Mzm. 44:10-11.14-15.24-25
  • Mrk. 1:40-45

Lectio

40 Seorang yang sakit kusta datang kepada Yesus, dan sambil berlutut di hadapan-Nya ia memohon bantuan-Nya, katanya: “Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku.” 41 Maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu dan berkata kepadanya: “Aku mau, jadilah engkau tahir.”

42 Seketika itu juga lenyaplah penyakit kusta orang itu, dan ia menjadi tahir. 43 Segera Ia menyuruh orang itu pergi dengan peringatan keras: 44 “Ingatlah, janganlah engkau memberitahukan apa-apa tentang hal ini kepada siapa pun, tetapi pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam dan persembahkanlah untuk pentahiranmu persembahan, yang diperintahkan oleh Musa, sebagai bukti bagi mereka.”

45 Tetapi orang itu pergi memberitakan peristiwa itu dan menyebarkannya kemana-mana, sehingga Yesus tidak dapat lagi terang-terangan masuk ke dalam kota. Ia tinggal di luar di tempat-tempat yang sepi; namun orang terus juga datang kepada-Nya dari segala penjuru.

Meditatio-Exegese

Seorang yang sakit kusta

Pada masa Kitab Suci, kusta menjadi penyakit yang paling menakutkan. Seluruh penyakit kulit yang parah digolongkan dalam jenis penyakit ini. Para penderita harus disingkirkan di tempat terpencil, jauh dari pergaulan dengan mereka yang sehat, dan tidak diijinkan terlibat dalam segala bentuk peribadatan.

Untuk menghindari kontak dengan orang yang sehat mereka harus menggenakan pakaian compang-camping, berambut kusut dan terus berteriak, “Najis! Najis!” (Im. 13:45).  Penanganan penyakit yang menajiskan secara rinci diatur dalam Kitab Imamat (Im. 13:1-14:57). 

Kusta menjadi tanda kutukan atau hukuman Allah, semacam tulah (bdk. Ul. 28:27.35). Kitab Ulangan menggunakan istilah ‘borok’ atau ‘barah’ jahat yang tak tersembuhkan. Oleh karena itu, para rabbi memandang para penderita penyakit ini sebagai mayat hidup.

Orang yang mengalami penyembuhan dianggap mengalami mukjizat yang lebih hebat dari pengusiran setan. Bahkan disamakan dengan mukjizat pembangkitan orang mati, seperti Elia membangkitkan anak laki-laki janda Sarfat  dari kematian (1Raj. 17:17-22).

Untuk menjadi tahir, penderita kusta harus bertobat dan hanya mengharapkan pertolongan Allah semata. Pada masa Perjanjian Lama dan berabad sesudahnya, belum ditemukan obat untuk mengatasi penyakit ini.

Datang, berlutut, dan memohon bantuan Yesus

Orang itu datang, berlutut dan memohon bantuan-Nya. Ia mengungkapkan iman bahwa Yesus memiliki kuasa untuk menyembuhkannya.

Santo Markus menggunakan kata δυνασαι, dunasai, daya, kekuatan, kemampuan. Kuasa Yesus ini erat berkaitan dengan kesaksian Yohanes Pemandi, “Sesudah aku akan datang Ia yang lebih berkuasa dari padaku.” (Mrk. 1:7).

Kuasa itulah yang mendorong Petrus dan Andreas menjadi penjala manusia (Mrk. 1:17); mengajar dengan penuh kewibawaan (Mrk 1: 22); mengusir setan dan memerintahkan mereka diam (Mrk. 1:27.34). Kepada Yesus, penderita lepra itu berkata (Mrk 1:41), “Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku.”, Si vis, potes me mundare.  

Tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan

Santo Markus mengungkapkan wajah Yesus yang penuh belas kasih (bdk. terjemahan Vulgata: Deus autem qui dives est in misericordia, Allah yang kaya dalam belas kasih, Ef 2:4). Melihat iman yang sedemikian besar, Hati-Nya tergerak (Mrk. 1:41).

Ungkapan yang digunakan Santo Markus, σπλαγχνισθεις, splagchnistheis, bermakna: terguncang sampai ke usus-ususnya. Dalam Injil sinoptik, ungkapan ini hanya dikenakan pada Yesus, karena Ia diimani sebagai Mesias, Kristus, Yang Diurapi.   

Untuk memulihkan si kusta dari pengasingan dan mengintegrasikan dalam tata pergaulan wajar manusiawi, Yesus melawan hukum Taurat. Ia menyentuh si kusta dan menyembuhkan-Nya.

Ia berbeda dengan Nabi Elisa. Sang Nabi Perjanjian Lama itu hanya menyuruh Naaman dengan kata-kata (bdk. 2Raj. 5:10-14). 

Sentuhan tangan Yesus menandakan bahwa Ia memandang si lepra tetap sebagai citra, gambar Allah (Kej. 1:27). Pada orang itu, Ia bersabda (Mrk. 1:41), ”Aku mau, jadilah engkau tahir”, Volo, mundare.

Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam

Setelah disembuhkan, Yesus mengutus orang itu untuk menghadap imam, supaya ia dinyatakan sembuh sesuai ketentuan Taurat. Dengan demikian, ia telah dipulihkan dari segala kutukan dan diintegrasikan sebagai anggota masyarakat dan umat Allah.

Di samping itu, ia juga diutus untuk mewartakan dan menyampaikan pada imam bahwa jaman Mesias sudah datang, sesuai nubuat para nabi, seperti Nabi Yesaya.

Tetapi Yesus melarang dengan keras, bahkan bernada marah, εμβριμησαμενος, embrimesamenos, orang itu untuk memberitahukan kepada orang lain. Yesus tidak mau terjebak dalam godaan popularitas, yang akan menjauhkan-Nya dari tugas pengutusan Bapa. Ia tetap Mesias yang tersembunyi.                 

Katekese

Mengapa Yesus menyentuh penderita kusta itu? Origenes dari Alexandria, 185-254:

“Mengapa Yesus menyentuh penderita lepra itu, karena hukum agama melarang untuk menyentuh penderita lepra? Ia menyentuh penderita itu untuk menunjukkan bahwa “Bagi orang suci semuanya suci” (Tit. 1:15).

Karena noda setitik yang terdapat pada diri seseorang tidak akan menular pada orang lain, atau kenajisan di luar tubuh tidak akan mempengaruhi hati yang bersih. Maka Ia menyentuhnya dalam keadaan yang tidak layak untuk disentuh.

Dengan demikian Ia mengajar kita tentang kerendahan hati. Dengan cara itu Ia mengajar kita agar kita tidak merendahkan seorang pun, atau mengabaikan mereka, atau menganggap mereka sebagai orang yang malang, karena luka tertentu dalam tubuh mereka atau rasa sakit yang mengundang perasaan kasihan.

Maka, setelah Ia merentangkan tangan-Nya untuk menyentuhnya, penderita kusta itu pun segera pergi menjauh. Tangan Tuhan tidak didapati menyentuh sekerat luka kusta, tetapi tubuh yang telah sembuh!

Mari kita renungkan, saudara-saudari terkasih, apakah ada seseorang di sini yang menderita luka kusta di dalam jiwanya, atau hatinya ternoda karena perasaan bersalah?

Jika ia menderita karenanya, dengan memohon pada Allah sesegera mungkin, hendaklah ia berdoa, “Tuhan, Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku.” (Fragments On Matthew 2.2–3)

Oratio-Missio

Tuhan, kobarkanlah hatiku dengan kasih-Mu. Sucikanlah tubuh, budi dan jiwaku, agar aku tidak pernah ragu akan kasih-Mu dan terus menjadi saksi kerahiman dan belas kasih-Mu. Amin.

  • Apa yang perlu kulakukan untuk merengkuh sesama yang ditinggalkan, dibenci, disingkirkar dan miskin?

Et misertus extendens manum suam tetigit eum et ait illi, “ Volo, mundare! – Marcum 1:41

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here