Lectio Divina  11.08.2023 – Kehilangan Nyawanya untuk Dia

0
175 views
Siapa yang hendak mengikuti Aku..., by Vatican News.

Jumat. Hari Biasa. Pekan Biasa XVIII (H)

  • Ul. 4:32-40
  • Mzm. 77:12-13.14-15.16.21
  • Mat. 16:24-28

Lectio

24 Kemudian Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, “Jika ada yang mau mengikuti Aku, ia harus menyangkal dirinya sendiri, memikul salibnya, dan mengikut Aku. 25 Karena siapa yang ingin menyelamatkan nyawanya akan kehilangan nyawanya. Akan tetapi, siapa yang kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan mendapatkannya.

26 Apa untungnya jika seseorang memperoleh seluruh dunia, tetapi kehilangan nyawanya? Atau, apa yang bisa seseorang berikan sebagai ganti nyawanya? 27 Sebab, Anak Manusia akan datang dalam kemuliaan Bapa-Nya bersama dengan para malaikat-Nya dan kemudian akan membalas setiap orang menurut perbuatannya.

28 Aku mengatakan yang sebenarnya kepadamu, ada beberapa orang yang berdiri di sini yang tidak akan mengalami kematian sampai mereka melihat Anak Manusia datang dalam Kerajaan-Nya.”

Meditatio-Exegese

Tuhanlah Allah, tidak ada yang lain kecuali Dia

Sepanjang sejarah, para penulis suci selalu membaharui ajaran tentang Allah, terutama saat iman pada Allah dipertanyakan. Pembaharuan diperlukan agar iman umat tidak goyah dan koyak serta makin teguh berpegang pada Perjanjian dengan-Nya.

Gereja mengajar, “Dalam peredaran sejarah, Israel dapat mengerti bahwa Allah hanya mempunyai satu alasan untuk mewahyukan Diri kepadanya dan memilihnya dari antara segala bangsa, supaya menjadi milik-Nya: cinta-Nya yang berbelaskasihan (bdk. Ul. 4:37; 7:8; 10:15).

Berkat nabi-nabinya Israel mengerti bahwa Allah karena cinta-Nya selalu saja meluputkannya (bdk. Yes. 43:1-7) dan mengampuni ketidaksetiaannya dan dosa-dosanya (bdk. Hos. 2).” (Katekismus Gereja Katolik, 218). 

Para penulis suci menyingkapkan keyakinan bahwa ‘Tuhanlah Allah’, ha-Elohim (Ul. 4:35). Dialah Allah dan tidak ada yang lain selain Dia. Keyakinan ini diungkapkan juga dalam Ul. 4:39;  6:4; 32:39; dll. Para nabi juga mengimani dan mewartakan-Nya (bdk. Yer. 2:11-33; Yes. 41:2-29; 44:6; 46:9).

Para nabi selalu mengajak umat setia dan berpegang pada Allah yang esa, Allah, yang menampakkan Diri-Nya pada para bapa bangsa dan Musa. Mereka membantu mengembangkan dan memperdalam paham keesaan Allah, monoteisme, kemahakuasaan-Nya atas alam semesta, tuntutan moral-Nya, dan sebagainya.

Inti dari seluruh pengajaran ini dijabarkan dengan jelas dan sangat rinci dalam Kitab Ulangan.  Pengajaran ini juga mengembangkan pemahaman akan Allah sebagai Allah yang cemburu (bdk. Kel. 20:5). Ia menuntut tiap pribadi yang percaya pada-Nya setia. Sabda-Nya, “Tidak ada allah lain di hadapan-Ku. (Kel. 20:3).

Ia menununtut tiap pribadi yang beriman pada-Nya setia. Perintahnya sangat jelas (Ul 6:5), “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.”, Diliges Dominum Deum tuum ex toto corde tuo et ex tota anima tua et ex tota fortitudine tua.

Ia juga meminta (Im. 19:18), “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Diliges proximum tuum sicut teipsum. Walau amarah-Nya berkobar-kobar bila umat berpaling dari-Nya, Ia selalu memberi rahmat yang cukup agar berbalik kepada-Nya, karena Ia panjang sabar dan penuh dengan belas kasih dan kerahiman.

Ia harus menyangkal dirinya sendiri, memikul salibnya, dan mengikut Aku

Setiap orang Katolik harus mengikuti Tuhan Yesus dan mewartakan Injil dengan penuh suka cita.

Bapa-bapa Konsili Vatikan II menyerukan, “Di dorong oleh cinta kasih yang berasal dari Allah, mereka mengamalkan kebaikan terhadap semua orang, terutama terhadap rekan-rekan seiman (lih. Gal. 6:10).

Sementara mereka menanggalkan “segala kejahatan, segala tipu muslihat dan segala macam kemunafikan, kedengkian dan fitnah” (1Ptr. 2:1), dan dengan demikian menarik sesama kepada Kristus.

Sebab cinta kasih Allah, yang “dicurahkan ke dalam hati kita melalui Roh Kudus yang dikurniakan kepada kita” (Rom. 5:5), menjadikan kaum awam mampu untuk sungguh-sungguh mewujudkan semangat Sabda Bahagia dalam hidup mereka.

Sementara mengikuti Yesus yang miskin, mereka tidak merasa hancur karena kekurangan harta duniawi, tetapi juga tidak menjadi sombong karena kelimpahan. Sambil mengikuti Kristus yang rendah hati, mereka tidak gila hormat (lih. Gal. 5:26), melainkan berusaha berkenan kepada Allah lebih daripada kepada manusia.

Serta selalu siap sedia untuk meninggalkan segalanya demi Kristus (lih. Luk. 14:26) dan menanggung penganiayaan demi keadilan (lih. Mat. 5:10), sementara mengenangkan sabda Tuhan: “Barang siapa mau mengikuti Aku, hendaklah ia mengingkari dirinya dan memikul salibnya dan mengikuti Aku.” (Mat 16:24).” (Dekrit tentang Kerasulan Awam, Apostolicam Actuacitatem, 4).

Siapa yang kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan mendapatkannya

Pengalaman semua orang, Kristiani dan non-Kristiani, menyingkapkan: “menyelamatkan nyawa seseorang, kehilangan nyawa; kehilangan nyawa, menyelamatkan nyawa.”

Pengalaman lain juga menyingkapkan, “barang siapa mencari harta benda dan kekayaan, dia menemukan kehampaan.”; “siapa pun yang memberikan dirinya bagi orag lain, melupakan dirinya sendiri, ia mengalami suka cita.” 

Pengalaman ini seperti pengalaman para ibu yang rela mengorbankan diri mereka sendiri demi kelahiran anak di kandungan.

Demikian pula dijumpai begitu banyak orang yang rela tidak memikirkan diri sendiri, tetapi memberikan seluruh hati dan hidup bagi orang lain.

Mereka melakukan dan menghayatinya bukan melulu karena dorongan naluri, tetapi ada suatu bara yang mendesak dari dada. Bahkan, ketika orang mau menolak panggilan itu, ia akan mengalami pengalaman kesesakan hati seperti pengalaman Nabi Yeremia.

“Tetapi apabila aku berpikir: “Aku tidak mau mengingat Dia dan tidak mau mengucapkan firman lagi demi nama-Nya,” maka dalam hatiku ada sesuatu yang seperti api yang menyala-nyala, terkurung dalam tulang-tulangku; aku berlelah-lelah untuk menahannya, tetapi aku tidak sanggup.” (Yer. 20:9).

Panggilan Yesus selalu mengkaitkan alasan yang khas, yaitu: “karena Aku”. Alasan ini membedakan dengan yang lain. Ia bersabda (Mat. 16:25), “Akan tetapi, siapa yang kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan mendapatkannya.”, qui autem perdiderit animam suam propter me, inveniet eam.

Sedangkan Santo Markus mengungkapkan, “karena Aku dan karena Injil.” (Mrk. 8: 35).

Saat Tuhan Yesus bersabda, “Apa untungnya jika seseorang memperoleh seluruh dunia, tetapi kehilangan nyawanya? Atau, apa yang bisa seseorang berikan sebagai ganti nyawanya?” (Mat. 16:26), Ia menggemakan madah doa pemazmur yang tidak akan mampu membayar tebusan bagi dirinya sendiri.

“Tidak seorangpun dapat membebaskan dirinya, atau memberikan tebusan kepada Allah ganti nyawanya, karena terlalu mahal harga pembebasan nyawanya, dan tidak memadai untuk selama-lamanya.” (Mzm. 49: 8-9).

Anak Manusia akan datang dan membalas setiap orang menurut perbuatannya.

Inilah saat pengadilan itu datang. Anak Manusia akan datang seperti dinubuatkan dalam penglihatan Nabi Daniel (Dan. 7:13-14). Ia akan mengajak setiap orang yang rela memberikan nyawanya bagi sahabatnya. Sabda-Nya, “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” (Yoh. 15:13).

Kasih itu diwujudkan dalam melakukan perintah Sang Sahabat (bdk. Yoh. 15:14): Setiap kali kamu membantu yang miskin, yang sakit, yang tak punya rumah, tahanan, orang asing, kamu melakukannya untuk Aku (lih. Mat. 25:34-45).

Dan sekarang, Ia menuntut pula untuk memperhatikan rumah kita bersama, bumi (Paus Fransiskus, Laudato Si).

Katekese

Berjalanlah seperti Kristus telah mengayun langkah. Santo Caesarius dari Arles, 470-543:

“Ketika Tuhan memberi tahu kita dalam Injil bahwa siapa pun yang ingin menjadi murid-Nya harus meninggalkan dirinya sendiri, perintah-Nya terdengar keras. Kita mengira perintah itu membebani kita.

Tetapi suatu perintah tak pernah menjadi beban ketika diberikan oleh orang yang membantu melaksanakannya. Ke mana kita harus mengikuti Kristus jika tidak ke tempat Ia pergi?

Kita tahu bahwa Ia telah bangkit dan naik ke surga. Maka, ke sanalah kita harus mengikuti-Nya. Tidak ada alasan untuk putus asa. Memang, kita tidak dapat melakukan apa-apa, tetapi kita berpegang pada janji Kristus.

Seseorang yang mengaku tinggal di dalam Kristus harus berjalan seperti ketika Ia mengayunkan langkah-Nya. Maukah engkau mengikuti Kristus? Maka, jadilah rendah hati, karena Ia rendah hati. Jangan mencela kerendahan hati-Nya,  jika engkau ingin dimuliakan-Nya.

Dosa manusia telah membuat jalan-Nya menjadi sukar dilalui. Kebangkitan Kristus telah meratakannya. Dengan melewatinya sendiri, Ia mengubah jalan tersempit menjadi jalan raya raja. Diperlukan dua kaki untuk berlari di sepanjang jalan raya ini, yakni: kerendahan hati dan kasih.

Setiap orang ingin mencapai puncak harus mengambil langkah, yakni kerendahan hati. Mengapa engkau mengambil langkah yang terlalu panjang? Apakah engkau ingin jatuh ketika mendaki? Mulailah dengan langkah pertama, kerendahan hati, dan engkau sudah siap mendaki.” (Sermons 159, 1.4–6).

Oratio-Missio

Ambillah, ya Tuhan, dan terimalah segenap kemerdekaanku, ingatanku, budiku serta segenap kehendakku; apa saja yang kupunyai dan kumiliki. Engkaulah yang telah memberikan itu kepadaku.

Kepada-Mulah, ya Tuhan, semua itu kupersembahkan kembali. Segalanya itu milikmu. Pergunakanlah itu menurut kehendak-Mu.

Berilah aku kasih dan rahmatMu. Sebab sudah cukuplah bagiku.” (doa Santo Ignatius dari Loyola,  1491-1556, terjemahan bebas)

  • Apa yang perlu aku lakukan untuk melakukan segala ‘karena AKU’?

qui autem perdiderit animam suam propter me, inveniet eam – Matthaeum 16:25

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here