Senin. Minggu Biasa XXXII. Perayaan Wajib Santo Martinus dari Tours (P)
- Tit 1:1-9
- Mzm 24:1-2.3-4ab.5-6
- Luk 17:1-6
Lectio
1 Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: “Tidak mungkin tidak akan ada penyesatan, tetapi celakalah orang yang mengadakannya. 2 Adalah lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya, lalu ia dilemparkan ke dalam laut, dari pada menyesatkan salah satu dari orang-orang yang lemah ini.
3 Jagalah dirimu! Jikalau saudaramu berbuat dosa, tegurlah dia, dan jikalau ia menyesal, ampunilah dia. 4 Bahkan jikalau ia berbuat dosa terhadap engkau tujuh kali sehari dan tujuh kali ia kembali kepadamu dan berkata: Aku menyesal, engkau harus mengampuni dia.”
5 Lalu kata rasul-rasul itu kepada Tuhan: “Tambahkanlah iman kami.” 6 Jawab Tuhan: “Kalau sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja, kamu dapat berkata kepada pohon ara ini: Terbantunlah engkau dan tertanamlah di dalam laut, dan ia akan taat kepadamu.”
Meditatio-Exegese
Aku telah meninggalkan engkau di Kreta dengan maksud ini
Nama Titus tidak disebut dalam Kisah Para Rasul, tetapi muncul 13 kali dalam tulisan lain dalam Perjanjian Baru, walau dia adalah rekan kerja Paulus terpenting. Ia berperan besar dalam pemulihan keadaan umat di Gereja Korintus yang terancam perpecahan karena ajaran palsu.
Ditulis sekitar tahun 65 Masehi, surat ini diawali dengan identitas pengirim surat, yang menyebut dirinya ‘hamba Allah’ (Tit. 1:1), tetapi di tempat lain, ‘hamba Kristus’ (Rom. 1:1; Flp. 1:1). Tetapi, Yakobus menggunakan kedua ungkapan itu, “Salam dari Yakobus, hamba Allah dan Tuhan Yesus Kristus” (Yak. 1:1).
Ungkapan ‘hamba Allah’ dalam Kitab Suci, bermakna orang yang selalu melaksanakan tugas yang diberikan Allah. Sama dengan para nabi Perjanjian Lama, misalnya Nabi Amos (Am. 3:7), Nabi Yereremia (Yer. 7:27), Paulus sadar bahwa Allah telah mempercayakan padanya tugas pengutusan yang harus dilaksanakannya.
Di samping ‘hamba Allah’, Paulus menyebut diri sebagai ‘rasul’, utusan yang secara khusus dan pribadi diutus Yesus sendiri, bahkan jika ia tidak termasuk salam satu dari Dua Belas Rasul-Nya. Tulisnya, “Dan yang pada waktu yang dikehendaki-Nya telah menyatakan firman-Nya dalam pemberitaan Injil yang telah dipercayakan kepadaku sesuai dengan perintah Allah, Juruselamat kita.” (Tit. 1:3).
Paulus dengan penuh kasih dan hormat menyapa Titus sebagai “anakku yang sah menurut iman kita bersama.” (Tit. 1:4). Ungkapan yang sama digunakan juga untuk Onesimus dalam suratnya untuk Filemon. Titus diajar dan dibaptis oleh Rasul bangsa bukan Yahudi dan menjadi salah satu rekan kerja terpercaya.
Titus berperan sebagai teman seperjalanan dalam tugas pengutusan, sekretaris dan utusan Paulus. Ia juga menemani Paulus dalam Konsili Yerusalem (Kis. 15:1-21). Saat itu, untuk memperkuat keputusan konsili, Paulus menolak sunat untuk anak rohaninya, karena ia berasal dari bangsa asing, Yunani.
Rasul agung itu menyapa dan mendoakan Titus dengan ungkapan salam yang biasa dilakukan, “Kasih karunia dan damai sejahtera dari Allah Bapa dan Kristus Yesus, Juruselamat kita, menyertai engkau.”
Paulus meninggalkan Titus di Kreta dan, sesuai dengan kebiasaan, padanya diserahi tugas untuk mengelola umat yang telah dibentuknya. Ia memandang orang Antiokhia itu sebagai ‘penabur’ benih sabda, dan, kemudian, membiarkan orang lain merawatnya hingga tumbuh dan siap ‘dipanen’.
Tugas pengutusan Titus, pertama, mengajar komunitas iman yang masih muda di Kreta dengan pengajaran iman yang benar. Paulus menekankan tugas ini karena ancaman guru-guru palsu dengan ajaran palsu. Maka, tiap anggota umat, khususnya para gembala, harus memahami dan berpegang teguh pada ajaran iman yang benar (bdk. Tit. 1:9).
Selanjutnya, Titus menunjuk para penatua, presbyteros, dan penilik, episcopos, untuk mengatur hidup iman umat dan mengurus kebutuhan yang mendukung pertumbuhan iman masing-masing anggota. Syarat yang harus dipenuhi untuk jabatan itu mirip dengan pesan Paulus kepada Timotius (bdk. 1Tim. 3:2-7).
Setiap pemimpin atau pelayan umat harus menjadi teladan/model bagi kawaban mereka: ia harus berperilaku tanpa cela (Tit. 1:6-7); keluarganya harus menjadi teladan bagi keluarga Kristiani lain (Tit. 1:6); ia harus jujur, rendah hati dan menerima siapa saja (Tit. 1:7-8); dan, akhirnya, memegang teguh ajaran iman yang sehat (Tit. 1:9).
Makna kata ‘penatua’ adalah seseorang yang dewasa dan cakap serta dihormati oleh komunitas; sedangkan ‘penilik’ mengacu pada orang yang memiliki kuasa dan tanggung jawab untuk menilik, mengunjungi, merawat komunitas.
Dalam pengelolaan jemaat mereka tak hanya berkaitan dengan pengaturan hidup jemaat, tetapi juga mereka bertanggung jawab atas pemerintahan dan pengajaran. Maka, mereka ditunjuk oleh Rasul atau wakil mereka dan ditahbiskan dengan penumpangan tangan. Kuasa mereka berasal dari Allah dan diberikan sebagai anugerah.
Tidak mungkin tidak akan ada penyesatan
Yesus mengingatkan akan penyesatan terhadap anggota komunitas. Ia pun menugaskan para murid untuk membimbing tiap anggota supaya tidak ikut jalan kaum penyesat.
Yesus menggunakan kata σκανδαλα, skandala, dari kata skandalon. Makna asli: jebakan, perangkap atau alat untuk menangkap sesuatu hidup-hidup. Tetapi, juga bermakna figuratif: “godaan untuk berdosa, pencobaan untuk meninggalkan iman, mengikuti iman yang palsu”.
Jebakan, perangkap, godaan, pencobaan tidak mungkin dihindari. Manusia bisa masuk dalam jebakan dosa ketika berhadapan dengan keinginan akan kekayaan, kuasa, birahi, amarah, kemabukan, ketidakmampuan menguasai diri dan nurani yang tumpul.
Santo Yakobus, saudara Tuhan, menunjukkan bahwa kehendak untuk melakukan dosa selalu berasal dari dalam hati manusia itu sendiri, “Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut” (Yak. 1:14-15).
Satu-satunya cara untuk lepas dari dari pencobaan adalah memohon penyertaan Roh Kudus, seperti yang dialami Yesus, yaitu: dipimpin oleh Roh Kudus (Mrk. 1:12; Luk. 4:1). Dalam doa Bapa Kami juga bergema permohonan, “Janganlah biarkan kami masuk ke dalam pecobaan”.
Kitab Suci selalu mengingatkan tentang jebakan atau pencobaan, yang menjauhkan manusia dari Allah dan terus melakukan dosa.
Pemazmur bermadah dan memohon (Mzm. 141:9), “Lindungilah aku terhadap katupan jerat yang mereka pasang terhadap aku, dan dari perangkap orang-orang yang melakukan kejahatan.”, Custodi me a laqueo, quem statuerunt mihi, et a scandalis operantium iniquitatem.
Cara untuk terlepas dari pencobaan dan penyesatan adalah membela yang kecil, μικρων, mikron. Mereka adalah anggota jemaat yang kecil, lemah, miskin, sakit, ditindas atau disingkirkan.
Santo Yohanes tak hanya menasihati, tetapi mendesak (1Yoh. 2:10), “Barangsiapa mengasihi saudaranya, ia tetap berada di dalam terang, dan di dalam dia tidak ada penyesatan.”, Qui diligit fratrem suum, in lumine manet, et scandalum ei non est.
Sebaliknya, siapa saja yang menyesatkan anggota jemaat, terutama mereka yang kecil, harus dilemparkan ke laut. Laut bermakna sama dengan neraka.
Sabda-Nya (Luk. 17:2), “Adalah lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya, lalu ia dilemparkan ke dalam laut, dari pada menyesatkan salah satu dari orang-orang yang lemah ini.”, Utilius est illi, si lapis molaris inponatur circa collum eius et proiciatur in mare, quam ut scandalizet unum de pusillis istis.
Berbuat dosa, tegurlah, menyesal, ampunilah
Berbuat dosa berarti melakukan tindakan yang melawan kekudusan, kebiasaan, peraturan atau kesepakatan. Anggota jemaat yang mengetahui sesamanya berbuat dosa perlu menegur atau mengingatkan atau menasihati untuk kembali ke jalan Tuhan.
Namun, itu saja tidak cukup. Tuhan menuntut lebih, yakni: mengampuni. Memulihkan relasi dengan sesama jemaat, sesama manusia, alam dan Allah.
Pengampunan diberikan ketika si pendosa mulai mengubah hati, menyesal, dan bertobat, μετανοω, metanoo. Pengampunan selalu diberikan tanpa batas (Luk. 17:4).
Tambahkanlah iman kami
Setiap dosa pasti melemahkan iman. Iman menjadi makin lemah ketika orang tidak mau mengampuni sesama. Ia berarti menolak bekerja sama dengan Allah dalam memulihkan citra manusia, sesamanya, agar makin secitra dengan-Nya.
Iman juga tidak bisa diukur secara kuantitatif. Tatapi iman yang kokoh, kendati kecil, mampu melakukan hal yang mustahil. Iman yang kecil dapat dilihat dalam membantu sesama untuk bertobat, tidak memasang perangkap iman.
Katekese
Cara menguatkan iman: mengundang kehadiran Roh Kudus. Santo Cyrilus dari Alexandria, 376-444:
“Para murid meminta, “Tambahkanlah iman kami.” Mereka tidak sekedar meminta iman, karena barang kali kalian membayangkan mereka tidak memiliki iman.
Mereka sebenarnya meminta Kristus untuk meminta tambahan atas iman mereka atau meminta dikuatkan dalam iman. Iman sebagian bergantung pada kekuatan kita dan sebagian lain pada pemberian anugerah rahmat ilahi.
Permulaan iman tergantung pada kita dan usaha merawat kepercayaan dan iman pada Allah dengan seluruh kekuatan kita. Penguatan dan kekuatan yang sangat diperlukan ini berasal dari rahmat ilahi.
Oleh sebab itu, karena segalanya mungkin bagi Allah, Tuhan bersabda bahwa segala hal sangatlah mungkin bagi mereka yang percaya (Mrk. 9:23). Kekuatan yang diberikan pada kita melalui iman selalu berasal dari Allah.
Sadar akan hal ini, Santo Paulus menulis pada Surat Pertama kepada Jemaat di Korintus, “Sebab kepada yang seorang Roh memberikan karunia untuk berkata-kata dengan hikmat, dan kepada yang lain Roh yang sama memberikan karunia berkata-kata dengan pengetahuan.” (1Kor. 12:8).
Kalian tahu bahwa Ia telah meletakkan iman dalam daftar anugerah rohani. Para murid memohon bahwa mereka memohon anugerah ini dari Sang Juruselamat, setelah mereka ambil bagian atas apa yang berasal dari diri mereka sendiri.
Dengan turunnya Roh Kudus atas mereka, Ia menganugerahkan Roh itu pada mereka setelah seluruh tugas perutusan-Nya terpenuhi. Sebelum kebangkitan-Nya, iman mereka demikian lemah sehingga mereka sangat rentan atas tuduhan ‘kamu tidak percaya’.” (Commentary On Luke, Homilies 113-16)
Oratio-Missio
Tuhan, Engkau menganugerahkan daya untuk mengalahkan kuasa dosa dan keinginan tak teratur, agar kami selalu setia melakukan kehendak-Mu. Anugerailah kami kukuatan untuk selalu memilih apa yang baik dan menolak apa yang jahat. Amin.
- Apa yang harus aku lakukan supaya tak mudah jatuh ke dalam pencobaan?
Utilius est illi, si lapis molaris inponatur circa collum eius et proiciatur in mare, quam ut scandalizet unum de pusillis istis – Lucam 17:2