Minggu. Hari Minggu Adven III (U)
- Yes. 35:1-6a,10
- Mzm. 146:7,8-9a,9bc-10
- Yak. 5:7-10
- Mat. 11:2-11
Lectio (Mat. 11:2-11)
Meditatio-Exegese
Lihatlah, Allahmu akan datang … Ia akan menyelamatkanmu
“Bersukacitalah selalu dalam Tuhan. Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah. Sebab Tuhan sudah dekat”, Gaudete in Domino semper. Iterum dico: Gaudete! Modestia vestra nota sit omnibus hominibus. Dominus prope.
Misa Minggu Ketiga Masa Adven mengambil tema sukacita, seperti dihayati umat selama berabad-abad. Seruan sukacita diinspirasikan dari Antifon Pembuka yang berasal dari Surat Santo Paulus kepada jemaat Filipi 4:4-5.
Iman, harapan dan kasih adalah keutamaan yang dihayati tiap orang Katolik. Tanpa iman atau harapan, hidup seseorang akan jatuh ke dalam jurang keputusasaan yang tanpa ujung pangkal. Orang yang hidup tanpa menghayati kasih pasti menderita kehampaan.
Sebaliknya, setiap orang yang percaya kepada Kristus, Katolik, yang menghayati keutamaan itu pasti menempatkan imannya pada Allah, karena menyadari bahwa tidaklah mungkin ia mengandalkan hidup dari kekuatannya sendiri. Dan ia sadar bahwa Allah selalu menyediakan harapan akan hidup kekal, penuh sukacita dan kasih tak terbatas.
Nabi Yesaya menyingkapkan sukacita di Zion, Yerusalem, kota suci yang akan diperbaharui. Nada madah menggemakan kembali janji kehadiran Sang Raja Damai dan keselamatan (bdk. Yes. 11 dan 12).
Allah, yang hadir dan melindungi selama pembebasan dari Mesir, akan hadir dan melindungi umat-Nya yang kembali dari pembuangan Babel. Ia akan menunjukkan jalan pulang ke kota suci, suatu jalan yang tidak dilalui oleh orang menentang-Nya.
Jalan itu adalah Jalan Kekudusan (Yes 35:8). Di sepanjang jalan itu, tiap anggota jemaat harus bertindak seperti yang dikehendaki-Nya. Setiap orang saling membangun solidaritas dan memperhatikan yang paling lemah.
Dengan cara inilah Ia datang dan menyelamatkan.
Sabda-Nya (Yes 35:3-4), “Kuatkanlah tangan yang lemah lesu, teguhkanlah lutut yang goyah.
Katakanlah kepada orang-orang yang hatinya cemas, “Kuatlah. Jangan takut. Lihatlah, Allahmu akan datang.”, Confortate manus dissolutas et genua debilia roborate. Dicite pusillanimis, “Confortamini, nolite timere! Ecce Deus vester, ultio veniet, retributio Dei; ipse veniet et salvabit vos.
Sukacita mereka yang kembali dari pembuangan ditandai dengan tanda kehadiran Allah yang mencengangkan: orang buta melihat; orang tuli mendengar; orang lumpuh melompat dan orang bisu bersuka cita (Yes. 35:5-6). Tanda-tanda ini menjadi pralambang jaman Mesias; dan digenapi pada saat Yesus datang kelak.
Santo Yustinus menunjukkan pada Tryphon, seorang penganut agama Yahudi, bahwa nubuat Nabi Yesaya dipenuhi Yesus. Ia menulis, “Kristuslah sungai yang mengalirkan air hidup dari Allah. Ia membasahi kegersangan padang gurun hati yang tidak mengenal Allah, yakni hati semua bangsa yang haus akan kasih-Nya.
Ia, yang lahir di antara bangsamu, menyembuhkan orang yang buta sejak lahir, orang buta dan lumpuh melalui sabda-Nya. Mereka melompat-lompat, mendengat dan melihat lagi.
Ia membangkitkan orang mati dan memberi mereka hidup batu. Dan semua karyaNya mendorong orang untuk memandangNya karena Dialah yang dijanjikan. […]
Ia melakukan semua hal itu untuk memberi keyakinan pada mereka yang percaya kepada-Nya, apa pun cacat tubuh yang mereka derita, dan jika mereka melaksanakan ajaran yang diwartakan-Nya, Ia akan membangkitkan kembali mereka pada saat kedatanganNya yang kedua.
Ia juga akan menyembuhkan, menyempurnakan dan menganugerahkan hidup abadi seperti diri-Nya.” (Dialogus Cum Tryphone, 69,6)
Di dalam penjara Yohanes mendengar tentang pekerjaan Kristus
Tak lama setelah membaptis Yesus, Yohanes ditangkap dan dipenjarakan oleh Herodes Antipas. Pemenjaraan itu erat terkait dengan kecaman Yohanes Pembaptis atas perkawinan sedarahnya dan kejahatan lain yang melanggar hak asasi manusia.
“Akan tetapi setelah ia menegur raja wilayah Herodes karena peristiwa Herodias, isteri saudaranya, dan karena segala kejahatan lain yang dilakukannya, raja itu menambah kejahatannya dengan memasukkan Yohanes ke dalam penjara.” (Luk 3:19-20; bdk. Mat 14:4; Mrk 6:17-18).
Masih segar dalam ingatan saat Yohanes bersaksi tentang Yesus saat pembaptisan-Nya. Ia menunjuk dan mengarahkan murid dan orang yang datang padanya untuk mengikuti Yesus.
Inilah kesaksiannya tentang Yesus, “Aku membaptis kamu dengan air sebagai tanda pertobatan, tetapi Ia yang datang kemudian dari padaku lebih berkuasa dari padaku dan aku tidak layak melepaskan kasut-Nya. Ia akan membaptiskan kamu dengan Roh Kudus dan dengan api.” (Mat. 3:11; Mrk. 1:7; Luk. 3:16).
“Ia mengaku dan tidak berdusta, katanya: “Aku bukan Mesias.” (Yoh. 1:20); “Pada keesokan harinya Yohanes melihat Yesus datang kepadanya dan ia berkata: “Lihatlah Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia. Dialah yang kumaksud ketika kukatakan: Kemudian dari padaku akan datang seorang, yang telah mendahului aku.” (Yoh. 1:29-30).
Tetapi, rupanya, ketika ia ada dalam penjara, apa yang diyakininya mulai kabur. Ia dan para muridnya mempertanyakan apakah benar Yesus adalah Mesias, “Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan orang lain?” (Mat. 11:3).
Tradisi alkitabiah yang diwarisi Yohanes dan juga Yesus mengajarkan bahwa umat merindukan tokoh seperti digambarkan oleh Nabi Daniel: anak manusia (Dan 7:13). Yohanes memiliki pandangan tentang Mesias yang berlainan dengan apa yang didengarnya dari penjara.
Gambaran tentang Mesias yang ada dalam imannya adalah sosok pemilik ladang gandum yang siap menampi mana bulir yang berisi atau bulir yang kosong. Atau pemotong kayu yang perkasa dan telah memegang kampak, siap untuk menebang pohon yang tidak menghasilkan buah pertobatan. Ia adalah hakim yang siap menjatuhkan penghukuman (bdk. Mat 3:12).
Mendapati pertentangan pemahaman, ia tidak meminta pendapat para ahli Taurat atau orang Farisi, tetapi ia mengutus muridnya untuk bertanya secara langsung kepada Yesus. Yohanes berpikir bening untuk mendapatkan informasi yang bening.
Yang tidak menjadi kecewa dan menolak Aku
Memanggapi kegalauan pikiran, hati dan iman Yohanes, Yesus menyampaikan bahwa jalan yang ditempun-Nya berbeda dengan apa yang diyakini Yohanes. Mesias, Anak Manusia yang dinantikan (Dan. 7:13), bukanlah pangeran, raja atau pahlawan gagah perkasa yang siap menjatuhkan penghukuman kepada yang bersalah dan memberi ganjaran kepada yang benar.
Ia adalah Hamba Yahwe dalam nubuat Nabi Yesaya. Maka, kepada para murid Yohanes, Yesus berpesan, “Pergilah dan katakanlah kepada Yohanes apa yang kamu dengar dan kamu lihat: orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik.” (Mat. 11:5; bdk. Yes. 35:5-6; Yes. 61:1-2; Luk. 4:17-19).
Yesus menyingkapkan belas kasih Allah, karena Ia menguatkan tangan yang lemah lesu, meneguhkan lutut yang goyah, menguatkan yang tawar hati (bdk. Yes 35:4).
Bapa Suci Fransiskus mengajar, “Yesus Kristus adalah wajah Bapa yang berbelas kasih. Kata-kata ini dengan baik merangkum misteri iman Kristen. Belas kasih menjadi hidup dan nampak dalam diri Yesus dari Nazaret, dan berpuncak dalam diriNya.
Allah, “yang kaya dalam belas kasih” (Ef. 2:4, vulgata), setelah mewahyukan nama-Nya pada Musa sebagai, “Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya.” (Kel. 34:6), tidak pernah berhenti menyingkapkan jatidiri ilahiNya, dengan pelbagai macam cara sepanjang sejarah.
Dan “setelah genap waktunya” (Gal. 4:4), ketika segala hal telah dipersiapkan sesuai dengan rencana keselamatanNya, Ia mengutus Putera-Nya yang tunggal ke dalam dunia, lahir dari Perawan Maria, untuk menyingkapkan kasihNya pada kita dengan cara definitif.
Barang siapa melihat Yesus, ia melihat Bapa (bdk. Yoh. 14:9). Yesus dari Nazaret, melalui sabda, tindakan dan seluruh pribadiNya menyingkapkan belas kasih Allah” (Bulla Misericordiae Vultus, 1).
Yesus mengajak Yohanes, sepupunya, untuk menjernihkan imannya sesuai dengan kehendak Allah. Ia menggemakan sabda Allah dalam kitab Nabi Yesaya, “Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku.” (Yes 55:8).
Maka, ungkapan Yesus dalam bahasa Yunani, ος εαν μη σκανδαλισθη εν εμοι, hos ean me skandalisthe en enmoi, seharusnya dibaca: yang tidak menaruh prasangka tentang Aku (Mat. 11:6).
Apabila Yohanes mampu menjerihkan imannya dan menerima Mesias seperti apa yang terkandung dalam hati Allah, Yesus menyebutnya, “Bahagia”.
Yohanes diberkati karena beriman dengan benar.
Gereja mengajar, “Yohanes Pembaptis adalah perintis Tuhan yang langsung; ia diutus untuk menyiapkan jalan bagi-Nya.
Sebagai “nabi Allah yang mahatinggi” (Luk. 1:76) Ia menonjol di antara semua nabi.
Ia adalah yang terakhir dari mereka dan sejak itu Kerajaan Allah diberitakan. Ia sudah bersorak gembira dalam rahim ibunya mengenai kedatangan Kristus dan mendapat kegembiraannya sebagai “sahabat mempelai” (Yoh 3:29), yang ia lukiskan sebagai “Anak Domba Allah, yang menghapus dosa dunia” (Yoh 1:29).
Ia mendahului Yesus “dalam roh dan kuasa Elia” (Luk. 1:17) dan memberikan kesaksian untuk Dia melalui khotbahnya, pembaptisan pertobatan, dan akhirnya melalui mati syahidnya.” (Katekismus Gereja Katolik, 523).
Katekese
Yohanes memenuhi nubuat Nabi Elia. Santo Yohanes Chrysostomus, 547-407 :
“Yesus memahami pikiran Yohanes yang mengutus mereka, karena Ia mengenal, seperti Allah mengenal, pikiran hati yang terpendam. Maka, Ia hadir di sana, menyembuhkan yang buta, lumpuh, dan banyak orang sakit lainnya.
Ia menyembuhkan tidak untuk mengajari Yohanes, yang telah percaya pada-Nya, tetapi mereka yang datang pada-Nya karena keraguan.
Setelah menyembuhkan mereka, Ia bersabda, “Pergilah dan katakanlah kepada Yohanes apa yang kamu dengar dan kamu lihat: 5 orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik. Dan berbahagialah orang yang tidak menjadi kecewa dan menolak Aku”.
Melalui sabda-Nya Yesus mampu membaca dan memahami setiap pikiran yang tak terucapkan yang ada dalam lubuk hati mereka yang bertanya pada-Nya.
Karena jika hanya sekedar menjawab, “Akulah Dia”, jawaban ini pasti gagal mengatasi perasaan mudah tidak tersinggung yang terpendam dalam hati.
Dan jawaban yang sama akan menjadi bahan bakar bagi beberapa orang Yahudi yang sudah mengatakan kepada-Nya, “Engkau bersaksi tentang diri-Mu, kesaksian-Mu tidak benar.” (Yoh. 8:13).
Maka, Ia tidak menjawab apa pun secara langsung mengenai jati diri-Nya. Ia membiarkan mereka belajar dari mukjizat, pembebasan dari prasangka dan pikiran picik dan menjadikannya lebih jelas.
Kemudian Yesus dengan lembut menegur mereka karena secara diam-diam mereka melukai hati-Nya. Dia membalikkan pertanyaan kepada si penanya, menyerahkannya pada hati nurani mereka sendiri untuk menimbang. Ia tidak membantah orang yang bersaksi atas perundungan pada-Nya, melainkan mengembalikan pada mereka sendiri, karena tahu apa yang mereka pikirkan.
Dengan cara ini, mereka akan melawan hari nurani sendiri, ketika diperlawankan dengan sabda-Nya, “Dan berbahagialah orang yang tidak menjadi kecewa dan menolak Aku.”
Dengan cara ini Kristus menarik mereka lebih dekat kepada Diri-Nya.” (The Gospel Of Matthew, Homily 36.2)
Oratio-Missio
Tuhan, kuatkanlah imanku dan harapanku pada-Mu. Bebaskanlah aku dari segala hal yang menghalangiku menemukan Kerajaan-Mu dan kuatkanlah aku untuk melakukan kehendak-Mu. Amin.
- Apa yang perlu kulakukan untuk tidak meragukan Yesus dan membantu sesama untuk percaya pada-Nya?
Et beatus est, qui non fuerit scandalizatus in me – Matthaeum 11:6