Lectio Divina 11.4.2025 – Memilih Percaya Pada-Nya

0
24 views
Mengambil batu dan akan dilemparkan pada Yesus, by James Tissot

Jumat. Minggu Prapaskah V, Hari Biasa (U)

  • Yer. 20:10-13
  • Mzm. 18:2-3a.3bc-4.5-6.7
  • Yoh. 10:31-42

Lectio

31 Sekali lagi orang-orang Yahudi mengambil batu untuk melempari Yesus. 32 Kata Yesus kepada mereka, “Banyak pekerjaan baik yang berasal dari Bapa-Ku yang Kuperlihatkan kepadamu. Pekerjaan manakah di antaranya yang menyebabkan kamu mau melempari Aku?”

33 Jawab orang-orang Yahudi itu, “Bukan karena suatu pekerjaan baik maka kami mau melempari Engkau, melainkan karena Engkau menghujat Allah dan karena Engkau, seorang manusia, menjadikan diri-Mu Allah.”

34 Kata Yesus kepada mereka, “Bukankah ada tertulis dalam kitab Taurat kamu: Aku telah berfirman: Kamu adalah ilah? 35 Jikalau mereka, kepada siapa firman itu disampaikan, disebut ilah – sedangkan Kitab Suci tidak dapat dibatalkan — 36 masihkah kamu berkata kepada Dia yang dikuduskan oleh Bapa dan yang diutus-Nya ke dalam dunia: Engkau menghujat Allah. Karena Aku telah berkata: Aku Anak Allah?

37 Jikalau Aku tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan Bapa-Ku, janganlah percaya kepada-Ku, 38 tetapi jikalau Aku melakukannya dan kamu tidak mau percaya kepada-Ku, percayalah akan pekerjaan-pekerjaan itu, supaya kamu boleh mengetahui dan mengerti bahwa Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa.”

39 Sekali lagi mereka mencoba menangkap Dia, tetapi Ia luput dari tangan mereka. 40 Kemudian Yesus pergi lagi ke seberang Yordan, ke tempat Yohanes membaptis dahulu, lalu Ia tinggal di situ.

41 Banyak orang datang kepada-Nya dan berkata, “Yohanes memang tidak membuat satu tanda mukjizat pun, tetapi semua yang pernah dikatakan Yohanes tentang orang ini memang benar.” 42 Lalu banyak orang di situ percaya kepada-Nya.

Meditatio-Exegese 

Orang-orang Yahudi mengambil batu untuk melempari Yesus

Pemimpin Yahudi hendak membunuh Yesus. Rencana disusun secara rapi dan jangka panjang dengan  melibatkan pihak yang terusik oleh pewartaan Yesus. Persekongkolan itu melibatkan paling tidak kaum Farisi dan kaum Herodian, anak buah Herodes Antipas, raja wilayah Galilea (Mrk. 3:6; Mat. 12:14). 

Rencana pembunuhan itu membuktikan betapa berat tantangan yang dihadapi Yesus, seperti tantangan yang dihadapi Nabi Yeremia. Sang nabi mengeluh kepada Allah, karena ia ditolak, termasuk diperlakukan buruk oleh Imam Pasyhur, yang memukul dan memasungnya di pintu gerbang Benyamin (Yer. 20:1-2).

Nabi Yeremia tak hanya menjadi bahan tertawaan dan olok-olok (Yer. 20:7), tetapi juga disiksa secara fisikal dan spiritual. Ia pun mengeluh pada Allah (Yer. 20:8), “Firman Tuhan telah menjadi cela dan cemooh bagiku, sepanjang hari.”, et factus est mihi sermo Domini in opprobrium et in derisum tota die.

Namun, dalam keterpurukannya, sang nabi justru menemukan peneguhan. Ia berkata (Yer. 20:11), “Tuhan menyertai aku seperti pahlawan yang gagah.”, Dominus autem mecum est quasi bellator fortis.

Pengalaman serupa, dialami Yesus, ketika di taman Getsemani, Ia berseru, “Ya Abba, ya Bapa, segala sesuatu mungkin bagi-Mu, ambillah cawan ini dari hadapan-Ku, tetapi janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan apa yang Engkau kehendaki.” (Mrk. 14:36).

Pekerjaan manakah di antaranya yang menyebabkan kamu mau melempari Aku?

Intensitas perselisihan antara Yesus melawan para pemimpin agama Yahudi makin meningkat. “Banyak pekerjaan baik yang berasal dari Bapa-Ku yang Kuperlihatkan kepadamu. Pekerjaan manakah di antaranya yang menyebabkan kamu mau melempari Aku?” (Yoh. 10:32).

“Bukan karena suatu pekerjaan baik maka kami mau melempari Engkau, melainkan karena Engkau menghujat Allah dan karena Engkau, seorang manusia, menjadikan diri-Mu Allah.” jawab mereka (Yoh. 10:33).

Mereka menuduh-Nya menghujat Allah tak hanya dalam peristiwa ini saja. Tetapi juga, ketika Ia mengampuni dosa orang yang menderita kelumpuhan (Mat. 9:1-8). Terlebih, ketika dengan penuh keagungan Ia menyingkapkan keilahian-Nya di hadapan Majelis Agama Yahudi (Mat. 26:63-65).

Mereka menafsirkan sabda-Nya sebagai hujat pada Allah dan tidak mau memeriksa bukti-bukti yang diajukan Yesus: mukjizat dan nubuat yang dipenuhi-Nya.

Mereka sudah dibutakan oleh paham keagamaan yang beku dan wawasan pengetahuan sempit. Salah satu yang umum diyakini bahwa Mesias harus lahir dari tempat asal Daud dan berkuasa mengusir penjajah serta membebaskan dari tekanan pajak.

Mereka tak mau meneliti nenek moyang Yesus, kisah kelahiran-Nya dan nubuat Nabi Yesaya tentang tanda kehadiran-Nya (bdk. Yes. 61:1-2). Padahal, mereka sendiri juga menjadi saksi perbuatan baik yang dilakukan Yesus: menyembuhkan orang sakit, membuat orang buta melihat dan orang tuli-bisu berbicara, membangkitkan orang mati dan memberi makan mereka yang kelaparan.   

Yesus mengajak mereka untuk merenungkan sabda Allah dalam Kitab Suci, ketika Ia bersabda, “Bukankah ada tertulis dalam kitab Taurat kamu.” (Yoh. 10:34). Sabda-Nya mengejutkan karena seolah-olah menjadi tanda pemisah antara para pemimpin Yahudi dan Yesus, antara sinagoga dan gereja, ekklesia.

Ia tidak pernah menghendaki pemisahan dan menangisinya. Ia ingin mempersatukan dan melindungi di bawah naungan perlindungan-Nya seperti induk ayam yang mengumpulkan anak-anaknya di bawah kepak sayap-Nya (Mat. 23:37-38; Luk. 13:34-35).

Ia mengajak mereka untuk membuktikan kebenaran Kitab Suci dalam Mazmur 82:6. Mereka lupa bahwa setiap anak Israel adalah anak-anak Yang Maha Tinggi (bdk. Mzm. 82:6). Maka, Yesus yang memiliki garis keturunan Abraham dan Daud (bdk. Mat. 1:1) juga disebut sebagai anak yang kudus dari Yang Maha Tinggi.

Dalam tradisi alkitabiah, dikuduskan dan diutus berarti dengan suka rela disucikan dan dipersembahkan bagi Allah, seperti Samuel, yang dipersembahkan kepada Allah oleh Hana, ibunya (1 Sam. 1:22-28).

Mereka hanya mempertimbangkan, “Siapa yang menghujat nama Tuhan, harus dihukum mati, dilempari dengan batu oleh seluruh jemaah. Baik pendatang maupun warga asli, bila ia menghujat nama Tuhan, harus dihukum mati.” (Im. 24:16).

Yesus mengundang mereka untuk pecaya bahwa Ia diutus Bapa-Nya dan dibenarkan-Nya melalui sabda dan tindakan atau tanda heran yang dibuat-Nya. Maka sabda dan karya-Nya membentuk ikatan satu kesatuan, yakni: tanda heran membenarkan sabda-Nya dan sabda-Nya menjelaskan makna tanda heran yang dibuat-Nya.

Dengan kata lain, jika Ia tidak melaksanakan dan menyingkapkan karya Bapa-Nya, tiap pribadi tak perlu percaya pada-Nya. Sebaliknya, “jikalau Aku melakukannya dan kamu tidak mau percaya kepada-Ku, percayalah akan pekerjaan-pekerjaan itu, supaya kamu boleh mengetahui dan mengerti bahwa Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa.” (Yoh. 10:37).

Maka Ia menantang tiap pribadi saat Ia bersabda (Yoh. 10:36), “Masihkah kamu berkata kepada Dia yang dikuduskan oleh Bapa dan yang diutus-Nya ke dalam dunia: Engkau menghujat Allah.” Karena Aku telah berkata: Aku Anak Allah?”, quem Pater sanctificavit et misit in mundum, vos dicitis: “Blasphemas.”, quia dixi: Filius Dei sum?

Para pemimpin Yahudi dan kaki tangannya tetap ingin membunuh-Nya. Tetapi Ia menyelinap dan meninggalkan mereka, tanpa harapan akan pertobatan. Mereka terus mengatakan bahwa Yesus menghujat Allah dan hukukan mati layak untuk-Nya.

Hidup, sabda dan karya-Nya nampaknya akan sirna dalam waktu dekat. Kematian-Nya telah ditentukan, tetapi saat pasti belum tiba.

Ia menyingkir ke seberang Sungai Yordan, tempat Yohanes Pembaptis, sepupunya berkarya. Dengan cara ini Ia menunjukkan bahwa tugas pengutusan Yohanes tidak terputus dan diteruskan-Nya. Kelak dikisahkan murid-murid Yohanes pun mengikuti-Nya setelah menerima pengajaran Paulus di Efesus (Kis. 19:1-7). 

Tiap pribadi mengenal Yesus, yang telah diperkenalkan dan ditunjukkan oleh Yohanes, anak Zakharia dan Elizabeth.

Katekese

Pengorbanan Kristus. Santo Augustinus, Uskup dari Hippo, 354-430:

“Walau pun Yesus Kristus sebagai manusia, dan serentak sehakekat dengan Bapa, menerima pengorbanan kita, namun demikian  Ia telah memilih untuk menjadi seorang hamba untuk menjadi korban dari pada menerima korban itu.

Maka, Ia adalah Imam itu sendiri yang mempersembahkan persembahan. Ia sendiri adalah apa yang dikorbankan.” (City of God, 10,20)

Oratio-Missio

Tuhan, tulislah sabdaMu dalam hatiku. Anugerahilah aku rahmat yang cukup agar aku mampu menjadi pelaksana sabdaMu, tidak sekedar menjadi pendengar yang mudah melupakan Sang Sabda. Amin.

  • Apa yang harus kulakukan untuk menjadi pendengar setia sabda-Nya dan melaksanakannya dalam situasi yang sulit di tengah pandemi?

quem Pater sanctificavit et misit in mundum, vos dicitis: “Blasphemas.”, quia dixi: Filius Dei sum? – Ioannem 10:36 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here