Rabu. Minggu Biasa XXIII, Hari Biasa (H)
• 1Kor. 7:25-31
• Mzm. 45:11-12.14-15.16-17
• Luk. 6:20-26
Lectio
20 Lalu Yesus memandang murid-murid-Nya dan berkata: “Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah. 21 Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini lapar, karena kamu akan dipuaskan. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini menangis, karena kamu akan tertawa.
22 Berbahagialah kamu, jika karena Anak Manusia orang membenci kamu, dan jika mereka mengucilkan kamu, dan mencela kamu serta menolak namamu sebagai sesuatu yang jahat. 23 Bersukacitalah pada waktu itu dan bergembiralah, sebab sesungguhnya, upahmu besar di surga; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan para nabi.
24 Tetapi celakalah kamu, hai kamu yang kaya, karena dalam kekayaanmu kamu telah memperoleh penghiburanmu. 25 Celakalah kamu, yang sekarang ini kenyang, karena kamu akan lapar.
Celakalah kamu, yang sekarang ini tertawa, karena kamu akan berdukacita dan menangis. 26 Celakalah kamu, jika semua orang memuji kamu; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan nabi-nabi palsu.”
Meditatio-Exegese
Yesus memandang murid-murid-Nya
Yesus mempertentangkan siapa yang berbahagia atau diberkati dengan siapa yang celaka atau tidak diberkati. Perbandingan itu dibentangkan dalam serangkaian pengajaran di tanah datar.
Hingga Luk. 6:16, Santo Lukas hanya mengisahkan Yesus mengajar, tanpa menyajikan isi pengajaran-Nya (Luk. 4:15.31-32.44; 5:1.3.15.17; 6:6). Sekarang, dengan tatapan mata lembut, Yesus memandang para murid dan orang banyak yang rindu mendengarkan Sabda Allah dan mulai mengajar.
Santo Lukas menyajikan khotbah panjang atau pengajaran pertama yang dimulai dengan seruan, “Berbahagialah, hai kamu yang miskin”; dan berakhir dengan “Akan tetapi barangsiapa mendengar perkataan-Ku, tetapi tidak melakukannya, ia sama dengan seorang yang mendirikan rumah di atas tanah tanpa dasar. Ketika banjir melandanya, rumah itu segera rubuh dan hebatlah kerusakannya.” (Luk. 6:49).
Khotbah panjang ini sering disebut sebagai Khotbah di Dataran. Yesus turun dari bukit dan berhenti di suatu tempat yang datar (Luk. 6:17). Mengambil tempat di tanah datar dan membiarkan pendengar-Nya duduk di kaki bukit, Yesus menempatkan diri sebagai pusat perhatian. Ia seolah ada di tengah amphiteater.
Sabda bahagia dalam Injil Lukas mengambil inspirasi dari perjanjian Sinai (lih. Im. 26:3-46 dan Ul. 28:1-46). Allah memberkati umat-Nya dengan syarat kesetiaan total kepada-Nya. Tetapi, Ia tidak akan menurunkan berkat bila umat tidak setia pada-Nya.
Berkat juga diturunkan kepada mereka yang memberkati Abraham dan berkat akan turun kepada semua manusia melaluinya. Sebaliknya, kutuk akan diturunkan kepada mereka yang mengutuk Abraham (Kej.12:3).
Berbahagialah, hai kamu… .
Berbeda dengan Santo Matius yang menggunakan kata ganti orang ketiga, mereka, Yesus langsung menyapa pada pendengar-Nya dengan ungkapan “kamu” berbahagia. Kata μακάριος, makarios, digunakan untuk menggambarkan sikap batin yang membuka diri untuk menerima kebaikan hati atau rahmat Allah.
Sikap batin untuk membuka diri pada-Nya berkaitan erat dengan iman. Maka mereka yang berbahagia selalu diberkati.
Yang berbahagia adalah yang miskin, lapar, menangis, dikucilkan, dan ditolak. Yesus menggemakan kembali program kerja-Nya yang inspirasikan oleh Nabi Yesaya dalam Luk. 4:16-19.
Yang disapa Yesus mencakup: mereka yang berkekurangan secara sosio ekonomi, yang dilanggar hak-hak asasinya, yang dianiaya, yang menjadi korban ketidak adilan. Mereka disapa Yesus karena mereka hanya bisa mengandalkan Allah untuk memulihkan citra mereka yang terkoyak karena ulah manusia lain.
Yesus tidak pernah memuji kemiskinan. Ia menggerakkan semua pengikut-Nya untuk berjuang melawan seluruh situasi, struktur dan tata hidup bersama yang merusak manusia sebagai citra Allah. Ia tidak menghendaki manusia dimiskinkan, dikejar-kejar, dikucilkan dan ditolak.
“Berbahagialah, hai kamu…” menandakan berkat bukan diberikan kelak di kemudian hari. Tetapi dimulai di sini dan sekarang, hic et nunc.
Yesus memperjelas kelompok sosial para murid. Sabda-Nya, “Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah.”, Beati pauperes, quia vestrum est regnum Dei.
Mereka miskin. Dan pada mereka Ia menjanjikan Kerajaan Allah. Janji itu tidak dipenuhi di masa depan, tetapi sudah dimulai sejak sekarang. Mereka sudah diberkati sekarang.
Dalam Injil Matius, Yesus menyingkapkan makna yang lebih tegas, saat bersabda, “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah.” (Mat. 5:3). Murid yang berbahagia adalah mereka yang memiliki spiritualitas Yesus, yakni: cara bertindak, cara merasa dan cara berpikir yang dilakukan Yesus.
Spiritualitas inilah yang membedakan dengan kaum miskin yang bermentalitas seperti kaum kaya. Murid Yesus miskin dan, seperti Yesus, tidak menghendaki penumpukan harta benda untuk menopang kesombongannya sendiri, seperti orang kaya yang bodoh (bdk. Luk. 12:16-21).
Para murid Yesus berjuang untuk menciptakan hidup bersama yang lebih adil, agar tumbuh persaudaraan dan pembagian harta benda yang proporsional, tanpa pilih bulu, diskriminasi.
“Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini lapar, karena kamu akan dipuaskan. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini menangis, karena kamu akan tertawa.” Tiap induk kalimat memiliki keterangan waktu ‘sekarang’. Keterangan ini merupakan syarat untuk sebuah kepenuhan di masa depan, seperti disingkapkan keterangan dalam anak kalimat, kamu akan.
Keadaan yang sekarang tidak definitif, tidak tetap, sementara, selalu berubah. Yang tetap dan abadi hanya Kerajaan Allah. Tiap murid Yesus diundang untuk ambil bagian dalam menegakkannya.
Saat menegakkan Kerajaan Surga, mereka dicemooh, dilecehkan, dikejar-kejar, dipenjara, bahkan, dibunuh. Tetapi, yang pasti: Kerajaan itu dianugerahkan, dan kamu dipuaskan dan penuh tawa sukacita.
Sabda keempat mengacu pada masa depan. “Berbahagialah kamu, jika karena Anak Manusia orang membenci kamu, dan jika mereka mengucilkan kamu, dan mencela kamu serta menolak namamu sebagai sesuatu yang jahat.
Bersukacitalah pada waktu itu dan bergembiralah, sebab sesungguhnya, upahmu besar di surga; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan para nabi.”
Melalui sabda Yesus ini, Santo Lukas membesarkan hati tiap anggota jemaat yang dibinanya, karena mereka dianiaya, dikejar-kejar, dipenjara, bahkan, dibunuh. Penderitaan bukan sengat yang mematikan, tetapi seperti rasa sakit yang diderita ibu yang mau melahirkan.
Derita itu sumber harapan. Pengejaran dan permusuhan merupakan tanda bahwa masa depan yang dinubuatkan Yesus telah datang, dan terpenuhi. Jemaat sekarang meniti jalan yang benar.
Celakalah kamu, hai kamu yang kaya. Celakalah kamu, yang sekarang ini kenyang dan tertawa. Setelah empat Sabda Bahagia yang menunjukkan keberpihakan-Nya pada kaum miskin dan disingkirkan, Yesus mengungkapkan empat kecaman melawan kaum kaya yang merasa mampu mengatur segala sesuatu dan layak dipuji oleh setiap orang.
Keempat kutukan memiliki bentuk sastra yang mirip dengan keempat Sabda Bahagia. Kecaman ini hanya ditemukan dalam Injil Santo Lukas. Ia lebih radikal dalam melawan ketidak adilan.
Di hadapan Yesus, di tanah datar, tidak ada orang kaya. Yang ada adalah orang sakit dan orang miskin, yang datang dari seluruh daerah (Luk. 6:17-19). Tetapi, Yesus bersabda, ”Celakalah, hai kamu yang kaya.” Santo Lukas meneruskan sabda Yesus karena ia menyaksikan keadaan yang dialami jemaat yang dibinanya.
Komunitas itu beranggotakan orang kaya dan orang miskin. Para miskin mengalami diskriminasi oleh kaum kaya, dikriminasi yang sama dengan yang dilakukan dalam struktur masyarakat di Kekaisaran Romawi (bdk. Yak. 5:1-6; Why. 3:17-19).
Yesus mengecam dengan sangat keras dan langsung tunjuk hidung kaum kaya: “Dalam kekayaanmu kamu telah memperoleh penghiburanmu; kamu, yang sekarang ini kenyang, karena kamu akan lapar; kamu, yang sekarang ini tertawa, karena kamu akan berdukacita dan menangis.”
Kecaman-Nya menandakan bahwa kemiskinan yang dialami Yesus bukan suatu nasib buta, atau akibat dari prasangka sosial. Kemiskinan itu diakibatkan oleh pengerukan sumber daya untuk memperkaya diri dan kelompok sosial secara tidak adil.
Celakalah kamu, jika semua orang memuji kamu; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan nabi-nabi palsu. Kecaman keempat mengacu pada anak-anak mereka yang di masa lalu mengagungkan para nabi palsu.
Beberapa gelintir orang yang berkuasa di kalangan kaum Yahudi menggunakan kedudukan dan kuasa mereka untuk mengecam Yesus. Bahkan, beberapa gelintir itu merancang dan melakukan pengadilan palsu, penyiksaan dan, bahkan, pelenyapan terhadap Yesus.
Panggilan untuk mewujud nyatakan ajakan Yesus dirumuskan dalam Janji Baptis : Apakah saudara menolak kejahatan di dalam diri saudara sendiri dan dalam masyarakat? Apakah saudara menolak setan dalam bentuk takhyul, perjudian dan hiburan yang tidak sehat?
Apakah saudara menolak segala tindakan dan kebiasaan yang tidak adil atau tidak jujur, dan yang melanggar hak-hak asasi manusia? Apakah saudara menolak setan sumber segala dosa dan penguasa kegelapan? (bdk. Puji Syukur no 97).
Katekese
Yesus, sekalipun kaya, menjadi miskin demi kita. Santo Ambrosius, Uskup Milan, 337-397.
“Berbahagialah,” sabda-Nya, “kamu yang miskin”. Tidak semua kaum miskin berbahagia, karena kemiskinan bersifat netral. Kaum miskin dapat menjadi baik atau jahat.
Kaum miskin disebut berbahagia hanya jika dimengerti seperti digambarkan oleh nabi yang bersabda, “lebih baik orang miskin daripada seorang pembohong.” (Ams. 19:22).
Berbahagialah orang yang miskin dan tertindas yang berseru-seru pada Tuhan dan Ia mendengarkannya (Mzm. 34:7). Berbahagialah kaum miskin yang dianaya. Berbahagialah kaum miskin yang direndahkan.
Berbahagialah kaum miskin yang tidak dikuasai oleh penguasa dunia (Yoh. 14:30). Berbahagialah kaum miskin yang berperilaku seperti Si Miskin yang, walaupun Ia kaya, menjadi miskin demi kita (2Kor. 8:9).
Matius menyingkapkan sepenuhnya ketika ia mewartakan, “Berbahagialah mereka yang miskin dalam roh” (Mat. 5:3). Orang yang miskin dalam roh tidak besar kepala, tidak bersuka cita karena keinginan dagingnya. Sabda bahagia ini, pertama-tama, terjadi ketika aku mengesampingkan setiap dosa, dan membuang seluruh keinginan jahat.
Dan aku puas dengan kesederhanaan, sepi dari keinginan jahat. aku dapat mengatur seluruh perilaku hidup. Karena bukankah kebaikan yang dapat aku lakukan akan berlawanan dengan yang dikehendaki dunia, hanya jika aku lemah lembut dan rendah hati?” (Exposition Of The Gospel Of Luke 5.53-54).
Oratio-Missio
Tuhan, semoga aku selalu merindukanMu dan menemuka sukacita karena melakukan kehendakMu. Amin.
• Apa yang perlu aku lakukan untuk selalu setia menepati dan membaharui Janji Baptisku?
Beati pauperes, quia vestrum est regnum Dei – Lucam 6:20