Jumat. Minggu Biasa I, Hari Biasa (H)
- 1Sam. 8:4-7.10-22a
- Mzm. 89:16-17.18-19
- Mrk. 2:1-12
Lectio
1 Kemudian, sesudah lewat beberapa hari, waktu Yesus datang lagi ke Kapernaum, tersiarlah kabar, bahwa Ia ada di rumah. 2 Maka datanglah orang-orang berkerumun sehingga tidak ada lagi tempat, bahkan di muka pintupun tidak. Sementara Ia memberitakan firman kepada mereka, 3 ada orang-orang datang membawa kepada-Nya seorang lumpuh, digotong oleh empat orang.
4 Tetapi mereka tidak dapat membawanya kepada-Nya karena orang banyak itu, lalu mereka membuka atap yang di atas-Nya; sesudah terbuka mereka menurunkan tilam, tempat orang lumpuh itu terbaring. 5 Ketika Yesus melihat iman mereka, berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu: “Hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni.” 6 Tetapi di situ ada juga duduk beberapa ahli Taurat, mereka berpikir dalam hatinya:
7 “Mengapa orang ini berkata begitu? Ia menghujat Allah. Siapa yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah sendiri?” 8 Tetapi Yesus segera mengetahui dalam hati-Nya, bahwa mereka berpikir demikian, lalu Ia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu berpikir begitu dalam hatimu? 9 Manakah lebih mudah, mengatakan kepada orang lumpuh ini: Dosamu sudah diampuni, atau mengatakan: Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalan?
10 Tetapi supaya kamu tahu, bahwa di dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa” -berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu-: 11 “Kepadamu Kukatakan, bangunlah, angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu!” 12 Dan orang itu pun bangun, segera mengangkat tempat tidurnya dan pergi ke luar di hadapan orang-orang itu, sehingga mereka semua takjub lalu memuliakan Allah, katanya: “Yang begini belum pernah kita lihat.”
Meditatio-Exegese
Akulah yang mereka tolak, supaya jangan Aku menjadi raja atas mereka
Umat Israel menghendaki bentuk pemerintahan kerajaan seperti bangsa lain di babak akhir hidup Samuel. Keinginan itu dipicu oleh ketidak mampuan dan ketidak taatan anak-anak hakim agung itu (1Sam. 8:5).
Rupanya muncul dua gerakan di tengah umat: pro-monarki (1Sam. 9:1-10:16; 11:1-15); dan anti-monarki (1Sam. 8:1-22; 10:17-21; 12:1 -15). Setelah terdesak dan memohon petunjuk pada Allah, Ia memberi jawaban jelas (1Sam. 8:7), “Akulah yang mereka tolak, supaya jangan Aku menjadi raja atas mereka.”, sed me abiecerunt, ne regnem super eos.
Disingkapkan bahwa walau Allah, yang merajai hati dan hidup umat, ditolak sejak peristiwa Keluaran dari dengan perilaku murtad dan penyembahan berhala (1Sam. 8:8), Ia tetap mengasihi mereka dengan mengingatkan akan batas-batas kuasa raja. Karena raja mereka bukanlah raja sejati mereka.
Samuel kemudian menyempaikan ketetapan Allah yang mengatur dan membatasi kekuasaan raja dengan cakupan: perekrutan laki-laki untuk menjadi prajurit, perempuan untuk bekerja di istana, pungutan hasil pertanian untuk istana, budak dan ternak yang akan akan dikuasai istana, setoran sepersepuluh dari hasil ternak domba, akhirnya, tiap warga akan menjadi budak bagi raja (1Sam. 8:10-17).
Rupanya, ketentuan itu meringkas peraturan yang berlaku di sebagian besar ‘negara-kota’ di Timur Tengah kuna. Namun, ketentuan itu ditolak umat. Dan kelak, pelanggaran-pelanggaran berat terjadi silih berganti dan dikutuk seperti diatur dalam Ul. 17:14-20.
Saat mereka memilih raja dan bersumpah setia padanya, mereka mengabaikan Allah (1Sam. 8:18). Namun, Ia tidak pernah berdiam diri dan menyertai umat. Ia mengirim para nabi yang menghabiskan seluruh pikiran, tenaga, usaha dan seluruh hidupnya, untuk meyakinkan tiap pribadi agar setia pada Allah.
Tetapi, perilaku monarki dan seluruh jejaring yang dikuasainya cenderung menyelesaikan masalah dengan pendekatan militeristik, pemaksaan dan rekayasa sosial yang kejam. Semua jauh dari kehendak Allah dan hanya berakibat pada penghancuran.
Membawa kepada-Nya seorang lumpuh, digotong oleh empat orang
Injil, Kabar Sukacita, selalu ditentang. Ketika menulis Injil, tahun 70-an, jemaat Santo Markus menghadapi menghadapi banyak penentang. Salah satu adalah kelompok yang menyatakan bahwa Yesus -hidup, karya dan ajaran-Nya- adalah salah dan berlawanan dengan kehendak Allah.
Saat Yesus pulang, banyak orang berkumpul di mulai dari depan rumah dan berdesakan di dalam. Yang mendatangi-Nya tidak hanya orang biasa, tetapi juga para ahli Taurat dan kelompok Farisi. Mereka duduk di dekat-Nya di dalam rumah. Ia menerima masing-masing dan mulai mengajar.
Tiba-tiba datanglah empat orang membawa seorang kawan mereka yang lumpuh pada-Nya. Cukup sulit bagi mereka untuk mendekati Yesus, karena kerumunan orang banyak. Maka, mereka mencari akal bagaimana cara agar si sakit itu sampai di depan Yesus.
Inilah yang mereka perbuat: keempat orang itu memikul si sakit ke atap rumah, membongkar atap, dan dengan tali menurunkan tilam yang ditiduri si sakit tepat di hadapan Yesus. Usaha yang luar biasa ini berhasil karena atap rumah di Israel pada waktu terbuat dari kayu yang ditutup dengan lumpur serta jerami atau dedaunan.
Melihat apa yang mereka lakukan dan harapan yang digantungan si sakit pada-Nya, Ia bersabda (Mrk. 2:5), “Hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni!”, Fili, dimittuntur peccata tua.
Pada waktu itu, penyakit berat, kemiskinan, dan kelumpuhan menjadi tanda dan bukti bahwa si penyandang dikutuk Allah atas perbuatan dosa di masa lalu. Para ahli Taurat dan orang Farisi mengajarkan bahwa orang yang dikutuk selalu najis.
Maka, mereka tidak boleh berdekatan dengan sesama, apalagi mendekati Allah dalam peribadatan. Ajaran ini memaksa kaum miskin, lemah sakit dan menderita merasa bahwa mereka disingkirkan dan ditolak Allah.
Yesus ternyata menerima orang lumpuh itu. Sabda-Nya, “Dosamu sudah diampuni.”, bermakna bahwa Allah mengampuni dosanya. Ia menerimanya dan memulihkan seluruh martabat manusiawinya sebagai citra-Nya sendiri (Kej. 1:27).
Di lain pihak, para ahli Taurat dan orang Farisi menentang apa yang diwartakan-Nya. Mereka berpegang teguh bahwa yang berhak mengampuni dosa adalah Allah (Kel. 34:7; Yes. 43:25; Mzm. 130:3; 1 Raj. 8:39). Allah mengampuni dosa ketika umat datang mempersembahkan korban penghapus dosa di Bait Allah pada Hari Raya Pendamaian (Im. 16).
Konsekuensinya, ketika Yesus bersabda, “Dosamu telah diampuni”, berarti Ia menghujat Allah. Hukuman atas penghujatan adalah hukum rajam sampai mati (Im. 24:11-13; Bil. 30-31).
Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa
Menghadapi tuduhan penghujatan, walau dalam hati, Yesus justu memberi para penuduh suatu dilema, “Manakah lebih mudah, mengatakan kepada orang lumpuh ini: Dosamu sudah diampuni, atau mengatakan: Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalan?” (Mrk. 2: 9).
Mengampuni dosa adalah kewenangan Allah dan membuat mukjizat juga kuasa-Nya. Yesus mengajak mereka untuk berefleksi tentang siapa Dia sebenarnya.
Untuk pertama kali Yesus mengenakan gelar Anak Manusia. Gelar ini muncul dalam nubuat Nabi Daniel (Dan. 7:13-14). Dengan mengenakan gelar itu, Yesus menghindari bahwa Ia menghujat Allah, Bapa-Nya. Di samping itu, mengetahui apa yang dipertimbangkan dalam batin juga merupakan kemampuan yang dimiliki oleh Allah sendiri (1Sam. 16:7; 1Raj. 8:39; Mzm. 7:10).
Melaui penyebutan gelar ini, Yesus mengajak orang yang tertutup hatinya untuk membuka wawasan dan warisan iman, agar iman selalu disegarkan dengan pembaharuan. Ketertutupan karena kepicikan dan kepentingan manusiawi dapat disingkirkan.
Sabda Yesus untuk menyembuhkan si sakit menjadi lebih sukar dilakukan, karena sabda itu harus nyata dilihat. Sabda pengampunan menjadi lebih mudah dikatakan, karena sukar untuk mengetahui apakah dosa seseorang diampuni atau tidak. Maka, sabda penyembuhan-Nya menjadi nyata ketika Ia bersabda, “Bangunlah, angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu.”
Si lumpuh mampu bangkit, mengangkat tilam dan pulang” (Mrk. 2:12). Mengalami kebaikan Allah, ia bersuka cita dan memuliakan-Nya.
Katekese
Penyembuhan orang lumpuh dan kebangkitan-Nya. Santo Ambrosius, Uskup Milan, 339-397:
“Tuhan, yang menghendaki untuk menyelamatkan pendosa, menunjukkan diriNya sebagai Allah baik melalui pengetahuan akan rahasia dan tanda heran dari tindakanNya. Ia bersabda, ”Manakah lebih mudah, mengatakan kepada orang lumpuh ini: Dosamu sudah diampuni, atau mengatakan: Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalan?”
Dalam perikop ini Yesus menunjukkan keserupaan dengan kebangkitan-Nya. Di samping menyembukan luka-luka badan dan jiwa, Ia juga mengampuni dosa roh, menyingkirkan kelemahan daging, dan, oleh sebab itu, menyembuhkan seluruh pribadi manusia. Agunglah tindakan mengampuni dosa manusia – siapa yang dapat mengampuni dosa, kalau bukan Allah sendiri?
Karena Allah juga mengampuni melalui mereka yang diberiNya kuasa untuk mengampuni. Maka jauh lebih ilahi untuk menganugerahkan kebangkitan bagi tubuh, karena Tuhan sendirilah Sang Kebangkitan.” (Exposition Of The Gospel Of Luke 5.12–13.5).
Oratio-Missio
Tuhan, melalui belas kasih danpengampunan-Mu, Engkau menyembuhkan dan memulihkan tubuh, jiwa dan roh. Semoga daya dan kuasa penyembuhan itu menyentuh seluruh hidupku. Ampunilah kesalahan dan dosaku, agar aku selalu berjalan dalam kasih dan kebenaran-Mu. Amin.
- Apa yang perlu aku lakukan supaya sesamaku mengenal Allahku dan Gereja-Nya? “
Ut autem sciatis quia potestatem habet Filius hominis interra dimittendi peccata – Marcum 2:10