Rabu. Minggu Biasa X, Hari Biasa (H)
- 1Raj. 18:20-39
- Mzm. 16:1-2a.4.5.8.11
- Mat. 5:17-19
Lectio
17 “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan Hukum Taurat atau Kitab Para Nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.
18 Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari Hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. 19 Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah Hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Surga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah Hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Surga.
Meditatio-Exegese
Engkaulah Allah, ya Tuhan
Karmel merupakan rangkaian pegunungan yang dimulai dari dekat pelabuhan Haifa dan membentang sepanjang 30 kilometer ke arah tenggara. Ketinggiannya hampir 600 dpl dan vegetasinya yang tumbuh subur membuat kawasan itu sangat cocok sebagai pusat peribadatan.
Pada saat itu penduduk menyembah Baal. Di tempat itu Allah menyatakan Diri-Nya sendiri dalam rupa api kurban. Pada mulanya, umat tidak hanya membisu ketika Elia menegur mereka.
Tetapi setelah api melahap habis kurban Elia, mereka mengakui Allah sebagai Allah yang hidup. Nama “Elia” bermakna “Tuhan adalah Allahku”. Makna itu menubuatkan jawaban umat atas doanya di Gunung Karmel.
Api yang melahap habis kurban Elia melambangkan kehadiran Roh Kudus. Api. Tentang lambang kehadiran Roh Kudus, Gereja mengajar, “Sementara air melambangkan kelahiran dan kesuburan kehidupan yang dianugerahkan dalam Roh Kudus, api melambangkan daya transformasi perbuatan Roh Kudus.
Nabi Elia, yang “tampil bagaikan api dan perkataannya bagaikan obor yang menyala.” (Sir. 48:1), dengan perantaraan doanya menarik api turun alas kurban di gunung Karmel – lambang api Roh Kudus yang mengubah apa yang Ia sentuh.
Yohanes Pembaptis, yang mendahului Tuhan “dalam roh dan kuasa Elia” (Luk. 1:17) mengumumkan Kristus sebagai Dia, yang “akan membaptis dengan Roh Kudus dan dengan api.” (Luk. 3:16). Mengenai Roh ini Yesus berkata: “Aku datang untuk melemparkan api ke bumi dan betapa Aku harapkan, api itu telah menyala” (Luk. 12:49).
Dalam “lidah-lidah seperti api” Roh Kudus turun atas para Rasul pada pagi hari Pentekosta dan memenuhi mereka (Kis. 2:3-4). Dalam tradisi rohani, lambang api ini dikenal sebagai salah satu lambang yang paling berkesan mengenai karya Roh Kudus. “Janganlah padamkan Roh” (1Tes. 5:19).” (Katekismus Gereja Katolik, 696).
Kesamaan antara api kurban Elia dan karya Roh Kudus dalam kurban Ekaristi direnungkan pula oleh para bapa Gereja. Pralambang ini dapat diperluas, “Kurban di gunung Karmel adalah satu ujian yang menentukan iman Umat Allah.
Dalam kurban ini, api Tuhan menghanguskan kurban bakar atas permintaan Elia, “pada waktu… di mana biasanya dipersembahkan kurban pertama”. Liturgi Gereja-gereja Timur mengambil alih seruan Elia “Dengarlah aku, Tuhan, dengarlah aku.” dalam epiklese Ekaristi (Bdk.1 Raj 18:20-39).” (Katekismus Gereja Katolik, 2583).
Tindakan Elia pada bagian akhir, membunuh nabi-nabi palsu, harus dipahami dalam terang jerih payahnya untuk Allah dan arus zaman, karena Hukum Musa harus ditegakkan sepenuhnya bagi nabi-nabi dewa-dewi asing agar kemurnian iman umat terjamin (bdk. Ul. 13:13-19).
Aku datang untuk menggenapinya
Berbeda dengan kebanyakan orang, Yesus memandang Hukum Tuhan secara positif. Ia menggemakan madah pemazmur, “Betapa kucintai Taurat-Mu. Aku merenungkannya sepanjang hari.” (Mzm. 119: 97).
Bagi orang Yahudi yang hidup sejaman dengan Yesus, Hukum Tuhan mengacu pada Sepuluh Perintah Allah atau kelima Kitab Musa, Pentateuk atau Taurat. Kitab-kitab itu memuat sejarah bapa bangsa dan bangsa, serta menerangkan perintah dan peraturan Allah kepada seluruh umat-Nya.
Hukum juga mengacu pada seluruh ajaran atau cara hidup yang diperintahkan Allah pada umat-Nya. Hukum Tuhan bisa berpatokan pada tradisi lisan dan tradisi tertulis.
Tiada keraguan lagi, bahwa para cerdik pandai di bidang hukum, Ahli Taurat, Farisi, menambahkan hal-hal baru yang sebenarnya tidak ditetapkan Allah. Inilah alasan mengapa Yesus mengutuk para Ahli Taurat karena menambah beban dengan penerapan hukum yang tidak sesuai dengan keinginan Allah.
Yesus mengajarkan agar manusia menghormati hukum Tuhan. Manusia harus menghormati Tuhan sendiri dan Hari Tuhan; menghormati atau menaati orangtua; menghormati hidup, hak milik, nama baik sesama manusia; menghormati sesama yang berbuat jahat pada kita atau memiliki niat untuk memperbudak kita.
Sering manusia merasa sulit untuk melaksanakan hukum Tuhan. Tetapi apa yang tidak mungkin bagi manusia selalu mungkin bagi Allah. Karena Ia dengan murah murah hati menganugerahkan Roh Kudus bagi mereka yang percaya kepada-Nya.
Allah menganugerahkan rahmat-Nya, membantu, dan menguatkan masing-masing pribadi untuk mampu mengasihi seperti Ia mengasihi, mengampuni, menimbang dan mengadili. Ia bertindak penuh belas kasih, kasih setia dan rahim.
Allah mencintai kebenaan dan membenci kejahatan. Maka murid-Nya harus mengasihi perintah-Nya dan membenci setiap bentuk dosa dan perbuatan jahat.
Satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat
Ada pelbagai macam kecenderungan dalam hidup berjemaat pada masa Gereja Perdana. Beberapa mengira mereka tidak perlu lagi mempraktekkan hukum Perjanjian Lama, karena telah diselamatkan oleh iman kepada Yesus, bukan karena melaksanakan Hukum (Rm. 3:21-26).
Sebagian lainnya menerima Yesus, Sang Mesias, tetapi mereka menolak kemerdekaan dalam Roh. Mereka mengajarkan, terutama bagi mereka yang berasal dari agama Yahudi, harus tetap melaksanakan hukum Perjanjian Lama (Kis. 15:1.5).
Kelompok lain lagi percaya sepenuhnya bahwa mereka dimerdekakan oleh Roh. Mereka tidak lagi memandang penting hidup Yesus dari Nazaret, atau Perjanjian Lama, dan, bahkan, mereka berani berkata, “Terkutuklah Yesus.” (1Kor. 12:3).
Di tengah praktik hidup rohani yang penuh tekanan, Santo Matius membina jemaat dengan cara menemukan keseimbangan atau jalan terbaik. Jawaban atas masalah itu adalah sabda-Nya, “Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.
Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari Hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi.” (Mat. 5:17-18).
Anggota jemaat tidak mungkin melawan Hukum atau tidak mungkin mengikuti hukum itu sampai rincian terkecil. Sama seperti Yesus, jemaat harus mampu melakukan dan menunjukkan dalam hidup sehari-hari.
Hukum Tuhan bertujuan untuk melaksanakan kasih sesempurna mungkin. Mengasihi Allah dan mengasihi sesama seperti Yesus melakukannya. Maka, seluruh jemaat diundang untuk terus melaksanakan kasih dan mengajarkannya kepada generasi satu ke generasi lain.
Sabda-Nya (Mat. 5:19), “Siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah Hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Surga”, qui autem fecerit et docuerit, hic magnus vocabitur in regno caelorum.
Katekese
Apa yang kau ajarkan, lakukanlah. Santo Chromatius, Uskup Aquileia, Italia, sahabat Santo Yohanes Chrysostomus dan Santo Hieronimus, wafat 406:
“Karena menghapus perintah Allah yang terkecil pun merupakan dosa, perintah yang lain pasti lebih besar dan penting. Karena Roh Kudus menguatkan melalui Salomo, “Barangsiapa mengabaikan hal yang kecil-kecil lambat laun mati.” (Sir. 19:1b).
Maka tiada satu pun perintah ilahi dihapuskan; tiada satu pun diubah. Setiap perintah harus dipertahankan dan diajarkan dengan setia dan tekun agar kemuliaan Kerajaan Surga tidak pudar.
Tentu, perintah-perintah Tuhan dipandang tidak penting dan diremehkan oleh orang yang tidak setia dan berpikir secara duniawi. Namun perintah-Nya selalu bukan urusan remeh-temeh dan selalu penting bagi orang yang setia pada-Nya.
Karena Tuhan mengajarkan perintah-Nya dan melaksanakan semua. Bahkan hal kecil menunjuk pada kegemilangan Kerajaan Surga di masa depan. Karena alasan ini, tak hanya kata-kata tetapi juga perbuatan menjadi penting; dan engkau tidak hanya hanrus mengajarkan, tetapi juga melaksanakan.” (Tractate On Matthew, 20.2.1–3)
Oratio-Missio
Ya Yesus yang baik, seandainya saja aku memiliki rahmat untuk benar-benar menyatu denganmu. Di tengah seluruh macam hal duniawi di sekitarku, ya Tuhan, satu-satunya yang kuinginkan adalah bersatu dengan-Mu. Engkaulah kerinduan jiwaku.
Sang Sahabat hatiku, persatukanlah jiwaku yang sangat kecil ini dengan kebaikan hati-Mu yang sempurna. Engkaulah milikku; kapan aku akan menjadi milik-Mu? Yesus, Tuhanku, Kekasih jiwaku, tariklah hatiku ke dalam Hati-Mu. Peganglah, genggamlah, dan satukanlah aku dengan Hati Kudus-Mu selama-lamanya.
Engkau telah menciptakan aku demi diriMu sendiri; buatlah aku bersatu denganMu. Seraplah setetes kecil hidupku ke dalam samudera kebaikan, yang menjadi tempat asal hidupku. Amin. (Doa Santo Franciskus de Sales, 1567-1622, terjemahan bebas)
- Apa yang harus aku lakukan untuk selalu setia pada Hukum Kasih-Nya?
qui autem fecerit et docuerit, hic magnus vocabitur in regno caelorum – Matthaeum 5:19