Lectio Divina 13.02.2022 – Berbahagiakan Kamu?

0
426 views
Berbahagialah kamu by newemanhelization

Minggu. Hari Minggu Biasa VI (H)

  • Yer. 17:5-8
  • Mzm. 1:1-2.3.4.6
  • 1Kor. 15:12.16-20
  • Luk. 6:17.20-26  

Lectio

17 Lalu Ia turun dengan mereka dan berhenti pada suatu tempat yang datar: di situ berkumpul sejumlah besar dari murid-murid-Nya dan banyak orang lain yang datang dari seluruh Yudea dan dari Yerusalem dan dari daerah pantai Tirus dan Sidon.

20 Lalu Yesus memandang murid-murid-Nya dan berkata: “Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah. 21 Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini lapar, karena kamu akan dipuaskan. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini menangis, karena kamu akan tertawa.

22 Berbahagialah kamu, jika karena Anak Manusia orang membenci kamu, dan jika mereka mengucilkan kamu, dan mencela kamu serta menolak namamu sebagai sesuatu yang jahat. 23 Bersukacitalah pada waktu itu dan bergembiralah, sebab sesungguhnya, upahmu besar di sorga; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan para nabi.

24 Tetapi celakalah kamu, hai kamu yang kaya, karena dalam kekayaanmu kamu telah memperoleh penghiburanmu. 25 Celakalah kamu, yang sekarang ini kenyang, karena kamu akan lapar. Celakalah kamu, yang sekarang ini tertawa, karena kamu akan berdukacita dan menangis.

26 Celakalah kamu, jika semua orang memuji kamu; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan nabi-nabi palsu.”

Meditatio-Exegese

Hatinya menjauh dari pada Tuhan

Semangat yang memancar dari hati Nabi Yeremia tiba-tiba padam. Ia sangat bersemangat ketika terlibat dalam pembaharuan perjanjian itu pada masa kekuasaan Raja Yosia, raja terakhir yang setia Allah (639-609 sebelum Masehi).

Pada masa inilah Kerajaan Selatan mengalami masa keemasan.

Lahir dari keluarga imam dan dibesarkan di Anatot, beberapa kilometer sebelah utara Yerusalem, Nabi Yeremia berkarya di Kerajaan Yehuda selama 40 tahun.

Sejak dipanggil pada usia 20 tahun, kira-kira 626 sebelum Masehi, ia terus mengingatkan umat untuk terus setia pada perjanjian dengan Yahwe.

Namun, sepeninggal Yosia, Yehuda tidak lagi menjadikan Yahwe sebagai pusat hidup. Umat mengganti-Nya dengan berhala. Mereka mendirikan mezbah dan tiang berhala di samping pohon yang rimbun, di atas bukit yang tinggi, bahkan di padang.

Maka, di setiap jengkal tanah Negeri Yehuda  pasti dijumpai dewa-dewi yang dipuja orang-orang Kanaan (Yer 17:1-3). Pendirian tempat pemujaan berhala bisa dibaca sebagai simbol pembiaran diri untuk dijajah dan penyerahan seluruh sumber daya pada penguasa asing.

Hatinya menjauh dari pada TUHAN menyingkapkan bahwa Tuhan telah diganti oleh yang lain. Bahkan nama-Nya telah dihapus dari hati, pusat perjumpaan antara Allah dengan manusia. Di hati tiap umat telah diukir nama baru, dewa-dewi asing.

Dosa yang sangat berat. Sang nabi menyingkapkan (Yer 17:1), “Dosa Yehuda tertulis dengan pena besi, yang matanya dari intan, terukir pada loh hati mereka.” Peccatum Iudae scriptum est stilo ferreo, in ungue adamantino exaratum super tabulam cordis eorum.

Pada jaman kuna, pena besi dengan mata intan digunakan untuk mengukir permukaan benda yang sangat keras (bdk. Plinius, Natural History, xxxvii 60, 200).

Karena kekerasan hati itulah Allah meninggalkan umat Israel. Maka, mereka segera dicabut dari tanah tumpah darah dan diperbudak di negeri asing (Yer. 17:3b-4).  

Ketidak setiaan pada Allah mengarahkan pada kekelaman dan kehancuran wangsa Daud. Nabi menjadi saksi tiga peperangan melawan Mesir (609), Babel (597 dan 587) dan tiga gelombang pembuangan ke Babel (597, 587 dan 582).  

Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada Tuhan

Nabi Yeremia menggemakan kembali kisah penciptaan ketika Allah bersabda, “Jadilah terang.” Lalu terang itu jadi (Kej 1:3).

Saat mengawali penyampaian pesan Allah, nabi mengantar, ”Beginilah firman Tuhan.”  

Maka, sabda-Nya memiliki daya untuk mencipta atau menghancurkan, mendatangkan kutuk atau memberi berkat.

Nabi Yeremia memilah umat menjadi dua kelompok. Sebagian adalah mereka yang mengandalkan orang lain, mengandalkan dirinya sendiri dan menjauhkan hati dari Allah.

Sebenarnya, bukanlah dosa bila orang mempercayai sesamanya, misalnya: si A pasti akan membayar hutang pada saat yang ditentukan dalam perjanjian.

Menjadi batu sandungan dan dosa, bila orang atau barang menggantikan kedudukan Allah atau menjadikannya berhala.

Maka, perlu diuji apakah ideologi atau filsafat atau metode ilmiah atau teknologi atau skema untuk meraih kekayaan benar-benar mengantarkan manusia pada Allah atau hanya kebohongan.

Perlu diuji barang-barang yang digunakan sungguh membantu atau menyebabkan manusia melupakan Allah. Perlu diuji apakah kekuatan senjata dan seluruh sistem pendukungnya mampu menciptakan perdamaian.

Perlu diuji apakah sistem ekonomi tertentu diyakini menjanjikan kemakmuran. Maka, perlu diuji apa pun yang lain buatan manusia.

Mereka yang mengandalkan manusia akan sama, “seperti semak bulus di padang belantara, ia tidak akan mengalami datangnya keadaan baik; ia akan tinggal di tanah tandus di padang gurun, di negeri padang asin yang tidak berpenduduk.” (Yer. 17:7).

Bagi Nabi Yeremia orang yang paling paling diberkati adalah orang yang mengandalkan Allah. Ia menyampaikan sabda-Nya (Yes. 17:7), “Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!”, Benedictus vir, qui confidit in Domino, et erit Dominus fiducia eius.

Santo Thomas Aquinas menulis bahwa orang yang diberkati seperti pohon yang ditanam dan tumbuh di tepi air (bdk. Yer 17:8), “Bercermin dari pohon, kita diminta merenungkan tiga hal: akar-akarnya tumbuh dengan baik dan kuat; menghasilkan banyak buah dan menjamin pertumbuhannya.

Untuk berakar dengan kuat, pohon itu harus diberi air secara memadai. Bila tidak, ia akan kering dan layu. Maka, kita diminta seperti pohon yang ditanam di tepi air yang terus mengalir, yang melambangkan aliran rahmat.

“Barangsiapa percaya kepada-Ku.. Dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup.” (Yoh 7:38). Orang berakar dekat dengan air hidup pasti menghasilkan buah berlimpah dalam setiap karya yang dibuatnya. Maka, berbuah banyak inilah butir kedua dari gambaran akan pohon yang kita renungkan.

“Tetapi, buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri.” (Gal 5:22-23). Pohon itu tak akan layu. Ia terus bertahan hidup.

Beberapa jenis pohon akan kehilangan daun. Tetapi yang lain tidak. Inilah orang-orang benar […] Mereka tidak akan dilupakan Allah, bahkan dalam karya yang kecil dan sangat tidak berarti. “Orang benar akan tumbuh seperti daun muda.” (Keb. 11:28).” (Postilla super Psalmos, 1, 3).

Allah tidak bisa ditipu. Ia menguji dan menyelidiki hati. Ia mengadili masing-masing tidak atas dasar jasa yang dibuat (Yer. 17:9-11).

Satu-satunya harapan adalah Allah (Yer. 17:12-13), Dialah sumber air yang hidup (Yer.  2:13; Mzm. 42:2; Yoh. 4:10), tanpa-Nya masing-masing anggota umat tidak mungkin hidup (bdk. Yer. 17:8).

Banyak orang lain datang dari seluruh Yudea, Yerusalem, pantai Tirus dan Sidon

Orang Nazaret berbeda dengan orang Kaparnaum. Mereka yang dikenal Yesus secara pribadi menolak-Nya di sinagoga. Mereka tidak mau meluaskan wawasan (Luk. 4:16-30).

Mereka hendak membatasi gerak langkah pelayanan-Nya, kalau perlu melenyapkan-Nya. Sebaliknya, orang Kaparnaum dan wilayah sekitar menyambut-Nya dengan sukacita (Luk. 4:31-44).

Pengalaman pahit di kampung halaman sendiri rupanya menuntun Yesus untuk menyusun dan melaksanakan rencana lain.

Ia berdoa semalam-malaman di bukit (Luk. 6:12) dan menetapkan kedua belas rasul (Luk. 6:13-16).

Penetapan kedua belas rasul bertumpu pada alasan akan kelanjutan karya perutusan-Nya, yang dicoba ditentang dan dihalang-halangi, bahkan, kalau bisa dihentikan oleh para penguasa (bdk. Luk. 6:11). 

Para Rasul menjadi simbol Israel baru (Luk. 22:29-30). Merekalah yang akan melanjutkan karya Yesus atau, lebih tepat, melalui merekalah Ia melanjutkan karya-Nya (Luk. 24:44-49; Kis. 2:42-47;  Luk. 10:16).

Karya-Nya diperuntukkan tak hanya bagi orang Yahudi.

Semua manusia, tanpa kecuali direngkuh-Nya. Mereka “datang dari seluruh Yudea dan dari Yerusalem dan dari daerah pantai Tirus dan Sidon.” (Luk. 6:17).

Ia menggenapi nubuat Simeon  (Luk. 2:32), “Terang yang menjadi penyataan bagi bangsa-bangsa lain.”, lumen ad revelationem gentium.

Yesus memandang murid-murid-Nya

Hingga Luk. 6:16, Santo Lukas hanya mengisahkan Yesus mengajar, tanpa menyajikan isi pengajaran-Nya (Luk.4:15.31-32.44; 5:1.3.15.17; 6:6).

Sekarang, memandang para murid dan orang banyak yang rindu mendengarkan Sabda Allah, Santo Lukas menyajikan khotbah panjang pertama.

Ia memulai pengajaran-Nya dengan seruan, “Berbahagialah, hai kamu yang miskin.” Kemudian mengakhiri dengan bersabda, “Akan tetapi barangsiapa mendengar perkataan-Ku, tetapi tidak melakukannya, ia sama dengan seorang yang mendirikan rumah di atas tanah tanpa dasar. Ketika banjir melandanya, rumah itu segera rubuh dan hebatlah kerusakannya.” (Luk. 6:49).

Khotbah panjang ini sering disebut sebagai Khotbah di Dataran, karena Yesus turun dari bukit dan berhenti di suatu tempat yang datar (Luk. 6:17).

Mengambil tempat di tanah datar dan membiarkan pendengar-Nya duduk di kaki bukit, Yesus menempatkan diri sebagai pusat perhatian. Ia seolah ada di tengah amphiteater.

Santo Lukas menggunakan kata πεδινου, pedinou dari kata πεδινός, pedinos datar. Kata ini mengingatkan pada kata-kata Yohanes Pembaptis dalam Luk. 3:5.6, “Persiapkanlah jalan untuk Tuhan… yang berlekuk-lekuk akan diratakan.” 

Kata pedinos ternyata searti dengan kata λεῖος, leios, rata/diratakan. Mengutip nubuat Nabi Yesaya (Yes. 40:3-5) Yohanes Pembaptis menuntut pembaharuan hidup masing-masing anggota umat. Kata jalan yang dimaksud anak Zakharia dan Elizabet adalah cara hidup. 

Maka, masing-masing pribadi harus bersandar pada Tuhan. Maka, bila manusia bersandar pada Allah (Luk 3:5), “semua orang akan melihat keselamatan yang dari Tuhan.”, et videbit omnis caro salutare Dei.  

Berbahagialah, hai kamu…

Sabda bahagia dalam Injil Lukas mengambil inspirasi dari Perjanjian Sinai (lih. Im. 26:3-46 dan Ul. 28:1-46). Allah memberkati umat-Nya dengan syarat kesetiaan total kepada-Nya. Tetapi, Ia tidak akan menurunkan berkat bila umat tidak setia pada-Nya.

Berkat juga diturunkan kepada yang memberkati Abraham dan berkat akan turun kepada semua manusia melaluinya. Di samping berkat, kutuk akan diturunkan kepada mereka yang mengutuk Abraham (Kej. 12:3).

Berbeda dengan Injil Matius yang menggunakan kata ganti orang ketiga, mereka, Yesus langsung menyapa pada pendengar-Nya dengan ungkapan “kamu” berbahagia.

Santo Lukas menggunakan kata μακάριος, makarios, untuk menggambarkan posisi orang yang membuka diri untuk menerima kebaikan hati atau rahmat Allah.

Sikap batin untuk membuka diri pada-Nya berkaitan erat dengan iman. Maka mereka yang berbahagia selalu diberkati. 

Yang berbahagia adalah yang miskin, lapar, menangis, dikucilkan, dan ditolak.

Yesus menggemakan kembali program kerja-Nya yang inspirasikan oleh Nabi Yesaya dalam Luk. 4:16-19.

Yang disapa Yesus mencakup: mereka yang berkekurangan secara sosio ekonomi, yang dilanggar hak-hak asasinya, yang dianiaya, yang menjadi korban ketidak adilan, dan yang dikucilkan.

Mereka disapa Yesus karena mereka hanya bisa mengandalkan Allah saja untuk memulihkan citra mereka yang terkoyak karena ulah manusia lain.

Allah menjadi penyelamat mereka, bukan manusia lain atau benda tertentu.

Yesus tidak pernah memuji kemiskinan, kelaparan, penganiayaan, pengucilan. Ia tidak menghendaki manusia dimiskinkan, dikejar-kejar, dikucilkan dan ditolak.

Ia menggerakkan semua pengikut-Nya untuk berjuang melawan seluruh situasi, struktur dan tata hidup bersama yang merusak manusia sebagai citra Allah.

Berbahagialah, hai kamu menandakan berkat bukan diberikan kelak di kemudian hari. Tetapi dimulai di sini dan sekarang, hic et nunc.

Kaum miskin adalah mereka yang hidup selaras dengan hidup Yesus.

Namun, ada juga mereka yang miskin, tetapi menghidupi mentalitas dan semangat orang kaya.

Para murid Yesus termasuk miskin dan menghayati hidup miskin, karena menggantungkan hidup dan menaruh harapan pada Yesus.

Tiap murid harus waspada bahwa barang ciptaan harus digunakan untuk melayani Allah. Tidaklah layak menjadikan Mamon sebagai Tuhan (bdk. perumpamaan tentang bendahara yang tidak jujur, Luk. 16:1-9).

Masing-masing pribadi harus waspada terhadap ketamakan, seperti peringatan-Nya melalui perumpamaan tentang orang kaya yang bodoh (Luk. 12:13-21).

Tiap murid-Nya harus memperjuangkan kesejahteraan untuk dirinya sendiri dan komunitas secara adil tanpa pilih bulu (bdk. perumpamaan tentang orang kaya dan Lazarus, Luk. 16:19-31).   

Kelaparan, tangis dan kebencian erat berkaitan dengan apa yang ditanggung para murid Yesus. Saat masing-masing ambil bagian dalam membangun dan meluaskan Kerajaan-Nya, masing-masing pasti mendapatkan perlawanan dari kerajaan setan.

Setan mengancam dengan kelaparan, derita yang memilukan, serta kebencian yang menggelegak. Terlebih ancaman itu sering direkayasa dengan cara yang sangat halus.

Saat kuasa setani dikalahkan, tiap murid-Nya akan dipuaskan, seperti janji-Nya pada Ibu Maria, ”Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar.” (Luk. 1:53).

Bagi yang dianaya dan menangisi mereka yang membenci, mengejar-kejar, menganiaya, bahkan membunuh, mereka akan tertawa dan bersukacita, karena, mengikuti teladan Santo Paulus (Rm 12:21), “kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan.”, vince in bono malum.

Suka cita ini mengingatkan akan nubuat Nabi Yehezkiel akan Yerusalem, “orang-orang yang berkeluh kesah karena segala perbuatan-perbuatan keji yang dilakukan di sana.” (Yeh. 9:4; bdk. Mzm. 119: 136)

Celakalah kamu

“Celakalah kamu, hai kamu yang kaya” mengingatkan akan apa yang dipahami Yesus tentang masyarakat pada jaman-Nya. Pasti ada yang kaya dan yang miskin.  

Yang menyimpang dan melanggar Perjanjian Sinai adalah perlakuan diskriminatif dan eksploitatif terhadap kaum miskin, sebagai akibat dari rekayasa sosial dan tekanan pengaruh penjajah Romawi (bdk. Yak. 2:1-9; 5: 1-6; Why. 3:15-17).

Eksploitasi merambah pada perlakuan yang buruk terhadap alam ciptaan, baik ciptaan hidup maupun ciptaan lain.

Pada mereka Yesus berkata, “dalam kekayaanmu kamu telah memperoleh penghiburanmu.”  Yesus sepertinya tidak percaya pada pertobatan kaum kaya (Luk. 18:24-25). Tetapi, ketika para murid mulai khawatir, Ia menjawab bahwa tak ada yang tak mungkin bagi Allah (Luk. 18:26-27).

Pada masa lalu, semua nabi mendapatkan perlakuan buruk, termasuk Yohanes Pembaptis. Umat lebih suka mendengarkan para nabi palsu, yang berkothbah dengan menarik dan mengundang tawa.

Mereka, misalnya, menutup telinga pada pewartaan Nabi Yeremia dan Yohanes Pembaptis.

Mengutip sabda Yesus, Santo Lukas mengingatkan komunitas Yahudi yang berbalik mengimani Yesus untuk tidak menyombongkan diri sebagai umat terpilih dan membuka diri pada bangsa-bangsa lain (bdk. Kis 15:1,5).

Panggilan untuk diberkati dirumuskan dalam Janji Baptis:

  • Apakah saudara menolak kejahatan di dalam diri saudara sendiri dan dalam masyarakat;
  • Apakah saudara menolak setan dalam bentuk takhyul, perjudian dan hiburan yang tidak sehat;
  • Apakah saudara menolak segala tindakan dan kebiasaan yang tidak adil atau tidak jujur, dan yang melanggar hak-hak asasi manusia;
  • Apakah saudara menolak setan sumber segala dosa dan penguasa kegelapan?  (bdk. Puji Syukur no 97).

Katekese

Yesus, sekalipun kaya, menjadi miskin demi kita. Santo Ambrosius, Uskup Milan, 337-397.

“Berbahagialah,” sabda-Nya, “kamu yang miskin”.

Tidak semua kaum miskin berbahagia, karena kemiskinan bersifat netral. Kaum miskin dapat menjadi baik atau jahat.

Kaum miskin disebut berbahagia hanya jika dimengerti seperti digambarkan oleh nabi yang bersabda, “lebih baik orang miskin daripada seorang pembohong.” (Ams 19:22).

Berbahagialah orang yang miskin dan tertindas yang berseru-seru pada Tuhan dan Ia mendengarkannya (Mzm. 34:7).

Berbahagialah kaum miskin yang dianaya. Berbahagialah kaum miskin yang direndahkan.

Berbahagialah kaum miskin yang tidak dikuasai oleh penguasa dunia (Yoh 14:30). Berbahagialah kaum miskin yang berperilaku seperti Si Miskin yang, walaupun Ia kaya, menjadi miskin demi kita (2Kor. 8:9).

Santo Matius menyingkapkan sepenuhnya ketika ia mewartakan, “Berbahagialah mereka yang miskin dalam roh.” (Mat .5:3).

Orang yang miskin dalam roh tidak besar kepala, tidak bersuka cita karena keinginan dagingnya.

Sabda bahagia ini, pertama-tama, terjadi ketika aku mengesampingkan setiap dosa, dan membuang seluruh keinginan jahat. Dan aku merasa puas dengan kesederhanaan, sepi dari keinginan jahat.

Aku dapat mengatur seluruh perilaku hidup. Karena bukankah kebaikan yang dapat aku lakukan akan berlawanan dengan yang dikehendaki dunia, hanya jika aku lemah lembut dan rendah hati?” (Exposition Of The Gospel Of Luke 5.53-54).

Oratio-Missio

Tuhan, terangilah hatiku dengan Roh Kudus dan kuatkanlah aku untuk melaksanakan sabda-Mu.

Semoga aku, seperti Ibu Maria, tidak hanya mendengarkan, tetapi juga melaksankan sabda-Mu dalam hidup sehari-hari. Amin. 

  • Apa yang perlu aku lakukan pada sesama dan alam supaya aku diberkati? Beati pauperes quia vestrum est regnum – Lucam 6: 20   

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here