Minggu. Hari Minggu Prapaskah II (U)
- Kej. 15:5-12.17-18.
- Mzm. 27:1.7-8.9abc.13-14.
- Flp. 3:17-4:1.
- Luk. 9:28b-36
Lectio (Luk. 9:28b-36)
28 Kira-kira delapan hari sesudah segala pengajaran itu, Yesus membawa Petrus, Yohanes dan Yakobus, lalu naik ke atas gunung untuk berdoa. 29 Ketika Ia sedang berdoa, rupa wajah-Nya berubah dan pakaian-Nya menjadi putih berkilau-kilauan. 30 Dan tampaklah dua orang berbicara dengan Dia, yaitu Musa dan Elia.
31 Keduanya menampakkan diri dalam kemuliaan dan berbicara tentang tujuan kepergian-Nya yang akan digenapi-Nya di Yerusalem. 32 Sementara itu Petrus dan teman-temannya telah tertidur dan ketika mereka terbangun mereka melihat Yesus dalam kemuliaan-Nya: dan kedua orang yang berdiri di dekat-Nya itu.
33 Dan ketika kedua orang itu hendak meninggalkan Yesus, Petrus berkata kepada-Nya: “Guru, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Baiklah kami dirikan sekarang tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia.” Tetapi Petrus tidak tahu apa yang dikatakannya itu.
34 Sementara ia berkata demikian, datanglah awan menaungi mereka. Dan ketika mereka masuk ke dalam awan itu, takutlah mereka. 35 Maka terdengarlah suara dari dalam awan itu, yang berkata: “Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia.”
36 Ketika suara itu terdengar, nampaklah Yesus tinggal seorang diri. Dan murid-murid itu merahasiakannya, dan pada masa itu mereka tidak menceriterakan kepada siapa pun apa yang telah mereka lihat itu.
Meditatio-Exegese
Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya
Abraham nampak putus asa dan gelisah. Ia dan Sarai semakin beranjak senja usia. Tetapi janji Allah memberinya keturunan seperti sebuah kemustahilan.
Terungkap rasa kesal Abraham pada Allah (Kej. 15:2), “Ya Tuhan ALLAH, apakah yang akan Engkau berikan kepadaku, karena aku akan meninggal dengan tidak mempunyai anak, dan yang akan mewarisi rumahku ialah Eliezer, orang Damsyik itu.”
Namun, perjanjian antara Allah-Abraham bukanlah kesepakatan antara Allah di satu pihak dan Abraham di pihak lain. Abraham sedang tidur lelap ketika Allah membuat perjanjian dengannya (bdk. Kej. 15:12).
Perjanjian ini merupakan perjanjian ilahi, artinya : Allah terikat pada diri-Nya sendiri. Allah memiliki kebebasan mutlak untuk menentukan pemenuhan janji-Nya terkait dengan masa depan Abraham.
Melalui ungkapan hiperbolik, Allah menyingkapkan kesetiaan pada janji-Nya. Ia menjanjikan keturunan Abraham akan sebanyak bintang di langit malam, seperti saat Ia menyingkapkan keturunannya akan sebanyak butir pasir (Kej. 13:16).
Inilah salah satu dari lima janji akan keturunan yang diungkapkan Allah melalui tanda yang dapat dirasakan panca indera (Kej. 15:5, 22:17; 26:4; 32:12; Ul. 10:22).
Allah selalu menganugerahkan tanda. Tanda itu selalu dapat ditangkap panca indera: pendengaran, penglihatan, sehingga manusia dapat melaksanakan, misalnya: perintah Sabat (Kel. 31:13).
Tanda yang dapat dilihat oleh mata bertujuan agar manusia merasa tenang dan selalu mengingat janji-Nya, misalnya: pelangi menjadi tanda perjanjian antara Allah dan Nuh (Kej. 9:12-16).
Tanda-tanda lain yang disingkapkan Allah misalnya: Kel. 8:19; 13:9; 31:12-13, 17; Yes. 7:14; Luk 11:30; Rm. 4:11, dll. Saat Allah meminta Abraham memandang langit, Ia membaharui perjanjian-Nya (Kej. 15:5), “Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya.”, Suspice caelum et numera stellas, si potes. Sic erit semen tuum.
Tak mudah bagi Abraham untuk langsung percaya pada janji Allah. Ia membutuhkan proses permenungan yang lama.
Akhirnya, ia menjadi teladan bagaimana seseorang menjadi benar di hadapan Allah. Abraham selalu menginspirasi siapa pun untuk menjadi anggota umat Allah melalui iman kepada Yesus Kristus.
Santo Paulus menulis, “Sebab telah kami katakan, bahwa kepada Abraham iman diperhitungkan sebagai kebenaran. Dalam keadaan manakah hal itu diperhitungkan? Sebelum atau sesudah ia disunat? Bukan sesudah disunat, tetapi sebelumnya.
Dan tanda sunat itu diterimanya sebagai meterai kebenaran berdasarkan iman yang ditunjukkannya, sebelum ia bersunat.
Demikianlah ia dapat menjadi bapa semua orang percaya yang tak bersunat, supaya kebenaran diperhitungkan kepada mereka, dan juga menjadi bapa orang-orang bersunat, yaitu mereka yang bukan hanya bersunat, tetapi juga mengikuti jejak iman Abraham, bapa leluhur kita, pada masa ia belum disunat.” (Rm. 4:9-12).
Iman Abraham terbukti benar. Dengan ketaan penuh pada Allah ia meninggalkan tanah kelahirannya (bdk. Kej. 12:4). Setelah dikaruniai anak, ia mengurbankan anak itu bagi Allah (bdk. Kej. 22:1-4).
Maka, Santo Yakobus meminta setiap murid Tuhan menjadi sahabat Allah, seperti Abraham, “Bukankah Abraham, bapa kita, dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya, ketika ia mempersembahkan Ishak, anaknya, di atas mezbah? Kamu lihat, bahwa iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna.
Dengan jalan demikian genaplah nas yang mengatakan: “Lalu percayalah Abraham kepada Allah, maka Allah memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.” Karena itu Abraham disebut: “Sahabat Allah.” (Yak 2:21-23).
Janji Allah untuk menganugerahkan tanah kepada Abraham dan keturunannya dikuatkan dengan kurban persembahan, yang mengikat dua pihak.
Berdasarkan kebiasaan kuno, kedua pihak harus melawati ruang yang memisahkan dua bagian daging persembahan (Yer. 34:18).
Daging yang dibelah menjadi dua bagian melambangkan kesediaan masing-masing pihak untuk diperlakukan sama dengan binatang korban, bila melanggar perjanjian.
Allah mengesahkan perjanjian-Nya dengan lewat di antara binatang korban dalam rupa suluh (bdk. Kel. 3:2; 13:21; 19:18).
Kira-kira delapan hari sesudah segala pengajaran itu
Santo Lukas mencatat transfigurasi terjadi delapan hari sesudah pengajaran Yesus di dataran. Bila mengikuti penanggalan Yahudi, hari itu jatuh pada hari pertama dalam minggu.
Hari itu disebut sebagai Hari Tuhan, Dies Dominica. Hari itu menandakan hari kebangkitan-Nya.
Maka, para bapa Gereja mempercayai bahwa peristiwa penampakan kemuliaan Yesus terjadi pada hari pertama sesudah Sabat (bdk. Kej. 2:3; Luk. 23:56; 24:1-7).
Yesus membawa Petrus, Yohanes dan Yakobus, lalu naik ke atas gunung untuk berdoa
Para murid ketakutan dan ciut hati saat mereka mendengarkan nubuat tentang kematian Yesus langsung dari mulut-Nya. Maka, Yesus mengajak tiga orang murid terdekat-Nya – Petrus, Yohanes dan Yakobus – untuk naik gunung dan menerima anugerah penglihatan, visio, agar mampu memahami dan melewati masa gelap saat kematian-Nya tiba.
Yesus membawa ketiga murid itu untuk menyaksikan penyingkapan kemuliaan-Nya yang membuktikan bahwa Ia sungguh Anak Allah dan Ia akan datang dalam kemuliaan-Nya ketika penderitaan yang dinubuatkan-Nya terpenuhi.
Tiga orang murid ini kelak juga terpisahkan dari murid lain ketika Yesus menghadapi sekarat maut di Taman Getsemani.
Santo Lukas melukiskan gerak Yesus (Luk 9:28), “Yesus membawa Petrus, Yohanes dan Yakobus, lalu naik ke atas gunung untuk berdoa.”, et assumpsit Petrum et Ioannem et Iacobum et ascendit in montem, ut oraret.
Ia berdoa, menyatukan hati dengan Bapa. Kebiasaan Yesus untuk berdoa hanya dicatat oleh Santo Lukas. Di samping peristiwa pernyataan kemuliaan-Nya, peristiwa lain juga terjadi dalam suasana doa: setelah pembaptisan, Roh Kudus turun atas diri-Nya (3:21-22); memilih dua belas rasul setelah berdoa sepanjang malam (6:12-16); pengakuan Petrus bahwa Yesus adalah Kristus (9:18-20); di Getsemani menghadapi pengkhianatan, penangkapan, pengadilan, penyiksaan, sengsara dan wafat (22:39-46); dan di salib (23:34.46).
Doa bukan sekedar mengucapkan kata-kata pada Allah, tetapi hadir di hadirat-Nya dan mengalami kehadiran-Nya. Pengalaman doa bukan hanya menjadi milik Yesus, tetapi juga menjadi milik jemaat yang didirikan-Nya.
Dalam Kisah Para Rasul Santo Lukas mengisahkan: jemaat Gereja Perdana mengalami kehadiran Allah yang menjawab doa permohonan mereka (Kis. 4:23-31); doa Perwira Kornelius dijawab-Nya dengan mengirim malaikat dan dipilih sebagai orang Kristen pertama dari bangsa bukan Yahudi (Kis. 10:1-8); Paulus dan Silas dibebaskan dari penjara ketika mereka berdoa (Kis. 16:25-34); Paulus berjumpa dengan Kristus yang bangkit ketika berdoa (Kis. 22:17-21).
Penampakan Allah terjadi di gunung, seperti dialami banyak sahabat Allah – Abraham, Musa, Elia, Daud, Salomo (Kej. 22:2, 11; Kel. 19:16-20; 1Raj. 18:19-39; 19:11-18; 1Taw. 21:15-17; 2Taw. 3:1; dan Mat. 5:1-2).
Namun, Yesus naik ke gunung untuk menyingkapkan siapa diri-Nya kepada tiga rasul – Petrus, Yakobus dan Yohanes.
Ada dua tradisi tentang gunung tempat Yesus menyingkapkan diri-Nya: Gunung Hermon di Kaisarea Filipi dan Gunung Tabor. Tradisi yang lebih populer sejak abad ke-4 mengacu pada Gunung Tabor, gunung yang sunyi berjarak 6 hari perjalanan dari Kaisarea Filipi, terletak di sebelah barat Danau Galilea, di wilayah timur laut Dataran Yisreel, dan berketinggian 588 m dpl.
Ketika Ia sedang berdoa, rupa wajah-Nya berubah dan pakaian-Nya menjadi putih berkilau-kilauan
Dikisahkan dalam Kitab Keluaran, ketika Musa berjumpa dengan Allah, “kulit mukanya bercahaya oleh karena ia telah berbicara dengan TUHAN” (Kel. 34:29).
Santo Paulus menulis, “cahaya muka Musa begitu cemerlang, sehingga mata orang-orang Israel tidak tahan menatapnya.” (2Kor. 3:7).
Setelah Nabi Elia membunuh 450 orang nabi Baal (1Raj. 18:20-40), ia melarikan diri ke Gunung Horeb. Setelah angin besar dan kuat, setelah gempa dan api, ternyata Allah menampakkan diri melalui angin sepoi-sepoi.
Ia bertanya kepada Elia, “Apakah kerjamu di sini, hai Elia?” (1Raj. 19:13). Kemudian, sama seperti Musa, Ia mengutus Elia untuk melaksanakan kehendak-Nya.
Saat menampakkan kemuliaan-Nya rupa wajah Yesus berubah. Pakaiannya menjadi putih berkilau-kilauan. Lukisan Santo Lukas mengingatkan akan penglihatan Nabi Daniel akan “seorang yang berpakaian kain lenan dan berikat pinggang emas dari ufas.
Tubuhnya seperti permata Tarsis dan wajahnya seperti cahaya kilat; matanya seperti suluh yang menyala-nyala, lengan dan kakinya seperti kilau tembaga yang digilap, dan suara ucapannya seperti gaduh orang banyak.” (Dan 10:5-6).
Pribadi ilahi yang dilihat sang nabi mungkin seorang malaikat atau Kristus yang belum menjadi menjelma menjadi manusia. Dan penglihatan Nabi Daniel ternyata serupa dengan penglihatan yang dianugerahkan kepada Santo Yohanes akan Yesus yang mulia, seperti ditulisnya dalam Why. 1:12-15.
Selanjutnya, Santo Lukas melukiskan kehadiran Musa dan Elia, dua tokoh utama dalam Perjanjian Lama.
Musa hadir lebih dahulu, karena melalui Musa Allah menetapkan perjanjian dengan umat melalui Hukum Tuhan. Nubuatnya tentang kedatangan nabi yang seperti dirinya terpenuhi dalam diri Yesus (Ul 18:18).
Nabi Elia hadir, karena dialah yang membimbing umat untuk kembali kepada perjanjian dengan Allah, setelah mereka melupakan Allah dan berpaling kepada Baal.
Kedua tokoh itu mengalami perjumpaan dengan di gunung. Tetapi juga mereka mengalami penolakan (Kis. 7:35, 37; 1Raj. 19:1-9; bdk. Mat. 17:12). Kelak para rasul akan belajar bahwa Yesus lebih besar dari kedua tokoh hebat.
Hanya Santo Lukas yang mencatat isi pembicaraan di antara ketiga tokoh itu. Dalam Luk 9:31 mereka, “berbicara tentang tujuan kepergian-Nya yang akan digenapi-Nya di Yerusalem.”, dicebant exodum eius, quam completurus erat in Ierusalem.
Sepenuhnya Yesus sadar bahwa Ia akan dikhianati, ditolak, disalib dan dibunuh di Yerusalem. Namun, bagi-Nya, tujuan kepergian itu εξοδον, exodon dari kata exodos, memiliki makna baru.
Bukan bermakna pembebasan bangsa Israel lama dari penjajahan Mesir dan pergi ke tanah yang dijanjikan; tetapi mengacu kepada peristiwa sengsara, wafat, kebangkitan dan kenaikan-Nya ke surga.
Maka exodos bermakna Yesus pergi meninggalkan keberadaan-Nya di dunia ke Kerajaan Surga. Di situlah Ia mempersiapkan tempat bagi seluruh sahabat-Nya dan dan berada bersama dengan para murid yang mengasihi-Nya.
Sabda-Nya (Yoh 14:3), “Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada.”, Et si abiero et praeparavero vobis locum, iterum venio et accipiam vos ad meipsum, ut, ubi sum ego, et vos sitis.
Dan ketika kedua orang itu hendak meninggalkan Yesus, Petrus berkata kepada-Nya, “Guru, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Baiklah kami dirikan sekarang tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia.” (Luk. 9:33).
Petrus, Yohanes dan Yakobus takjub dengan penglihatan yang mereka alami. Maka, ketika melihat kemuliaan Tuhan, mereka tidak perlu lagi mengikuti perayaan di Yerusalem, di Bait Allah, dan saat itu, waktunya dekat dengan perayaan Hari Raya Pondok Daun.
Mendirikan pondok daun sesuai dengan perintah dalam Im. 23:24. Namun, ternyata Petrus mengungkapkan ketidak tahuan mereka.
Kelak, mereka akan menyadari bahwa Perjanjian Lama berakhir ketika Yesus menggenapi seluruh Hukum Tuhan (bdk. Mat. 5:18).
Ia menetapkan Perjanjian Baru pada saat Perjamuan Malam terakhir (Luk. 22:19-20) dan ia mengakhiri atau memenuhi Perjanjian Lama dari puncak salib, saat bersabda dan menyerahkan nyawa-Nya (Yoh. 19:30), “Sudah selesai.”, Consummatum est.
Hukum yang mengatur peri hidup manusia terus berlaku, tetapi perintah dan larangan terkait dengan relasi manusia dengan Allah akan diubah dan disempurnakan dalam tata peribadatan dan hari raya Perjanjian Baru (bdk. Ibr. 8:13; 9:11-15; 10:11-18). Dan perjanjian ini berlaku bagi seluruh keturunan yang mengikuti jejak Abraham.
Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia
Allah Bapa juga berbicara dengan Yesus. Ia merestui-Nya (Luk. 9:35), “Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia.”, Hic est Filius meus electus; ipsum audite.
Bapa memuliakan Anak-Nya, karena Ia taat melaksanakan tugas perutusan-Nya. Tetapi, pesan Bapa juga berlaku kepada para murid Yesus.
Jika ingin disebut sebagai sahabat-Nya, tiap murid harus mendengarkan sabda-Nya, melaksanakan sabda-Nya dan mengikuti-Nya.
Sabda-Nya (Luk 9:23), “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku.”, Si quis vult post me venire, abneget semetipsum et tollat crucem suam cotidie et sequatur me.
Awan terang yang menaungi Yesus dan para rasul memenuhi kerinduan hati bangsa Yahudi. Ketika Mesias datang, awan Tuhan akan memenuhi kembali Bait-Nya (bdk. Kel. 16:10, 19:9, 33:9; 1Raj. 8:10; 2Mak. 2:8).
Yesus melarang mereka bercerita tentang siapa Dia. Ada kekhawatiran disalah mengerti tentang ke-Mesias-an Yesus. Walau Petrus, Yakobus dan Yohanes dikaruniai menjadi saksi kemuliaan Kristus, kisah mereka dapat menimbulkan banyak tanya dan huru-hara.
Yesus bukan seorang Mesias yang diharapkan orang-orang sebangsa-Nya. Ia bukan pemimpin gerakan untuk mengusir penjajah asing. Ia juga bukan seorang raja datang dari suatu sudut dunia untuk menghapus pajak dan membagi jarahan.
Setiap murid Yesus dipanggil untuk menjadi saksi kemuliaan-Nya. Santo Paulus menulis, “Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung.
Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar.” (2Kor. 3:18).
Katekese
Yesus berubah rupa. Origenes, bapa Gereja, ahli Kitab Suci dan guru, 185-254 :
“Apakah engkau ingin melihat Yesus berubah rupa? Pahamilah bersama saya Yesus dari Injil. Biarkan Dia ditangkap akal budimu dengan sederhana.
Di sana Ia dipahami baik “menurut daging” dan pada saat yang sama sungguh Allah. Ia dipahami sebagai Allah menurut kemampuan akal budi kita. Pemahaman inilah yang dimiliki oleh mereka yang naik ke gunung yang tinggi bersama-Nya.
Sementara mereka yang tidak naik ke gunung itu masih dapat melihat karya dan mendengarkan sabda-Nya, yang menggelorakan hati.
Itu terjadi di hadapan mereka bahwa Yesus berubah rupa, bukan pada mereka yang di bawah.
Ketika Ia berubah rupa, wajah-Nya bersinar seperti matahari, sehingga Ia bisa dilihat oleh anak-anak terang, yang telah meninggalkan pekerjaan kegelapan dan mengenakan pakaian cahaya.
Mereka bukan lagi anak-anak kegelapan atau malam, tetapi telah menjadi anak-anak siang.
Mereka benar-benar berjalan seperti di saat siang. Seperti disingkapkan, Yesus akan terus bersinar pada mereka bukan sekedar seperti matahari, tetapi matahari kebenaran.” (Commentary on Matthew).
Oratio-Missio
Tuhan, buatlah aku selalu menyadari kehadiran-Mu dalam hidupku. Semoga aku setia mendengarkan-Mu dan menjadi saksi-Mu mewartakan karya penyelamatan-Mu. Amin.
- Apa yang perlu kulakukan untuk selalu taat pada Allah?
Hic est Filius meus electus; ipsum audite – Lucam 9:35