Selasa. Pekan Adven III.
Peringatan Wajib Santo Yohanes dari Salib, Imam-Pujangga Gereja (P)
- Zef. 3:1-2.9-13
- Mzm. 34:2-3.6-7.17-18.19.23
- Mat. 21:28-32
Lectio
28 “Tetapi apakah pendapatmu tentang ini: Seorang mempunyai dua anak laki-laki. Ia pergi kepada anak yang sulung dan berkata: Anakku, pergi dan bekerjalah hari ini dalam kebun anggur. 29 Jawab anak itu: Baik, bapa. Tetapi ia tidak pergi. 30 Lalu orang itu pergi kepada anak yang kedua dan berkata demikian juga. Dan anak itu menjawab: Aku tidak mau. Tetapi kemudian ia menyesal lalu pergi juga.
31 Siapakah di antara kedua orang itu yang melakukan kehendak ayahnya?” Jawab mereka: “Yang terakhir.” Kata Yesus kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah.
32 Sebab Yohanes datang untuk menunjukkan jalan kebenaran kepadamu, dan kamu tidak percaya kepadanya. Tetapi pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal percaya kepadanya. Dan meskipun kamu melihatnya, tetapi kemudian kamu tidak menyesal dan kamu tidak juga percaya kepadanya.”
Meditatio-Exegese
Tetapi apakah pendapatmu tentang ini
Yesus ada dalam situasi genting dan berbahaya. Setelah khotbah panjang tentang komunitas iman (Mat. 18:1-35), Yesus meninggalkan Galilea. Ia menyeberangi Sungai Yordan dan memulai perjalanan terakhir ke Yerusalem (Mat. 19:1).
Agak lama sebelumnya, Ia telah menyingkapkan bahwa Ia pergi ke Yerusalem dan ditangkap, dibunuh dan dibangkitkan lagi pada hari ketiga (Mat. 16:21; 17:22-23). Sekaranglah waktu untuk pergi ke Ibu Kota untuk menghadapi penjara dan kematian (Mat. 20:17-19).
Saat Ia hadir di Yerusalem, orang menyambut-Nya dengan muka berbeda-beda. Di satu sisi, orang banyak mengelu-elukan Dia. Mereka menyambut-Nya dengan suka cita (Mat. 21:1-11). Bahkan anak-anak menyambut-Nya ketika, dengan penuh kuasa seperti nabi, Ia mengusir pedagang dari Bait Allah, menyembuhkan orang buta dan lumpuh (Mat 21: 12-15).
Namun, di Bait Allah dan di kalangan pemimpin umat, Ia menjadi bahan perbantahan. Para pemuka agama, imam-imam dan tetua, mengecam-Nya. Bahkan, mereka menyuruh-Nya untuk membungkam mulut anak-anak (Mat. 21:15-16).
Karena keadaan yang makin meruncing, Yesus tidak bermalam di Yerusalem. Ia menyingkir ke luar kota (Mat. 21:17; bdk. Yoh. 11:53-54).
Keesokan harinya, Yesus ternyata kembali lagi ke Ibu Kota. Dalam perjalanan ke Bait Allah, Ia mengutuk pohon ara, simbol Yerusalem.
Pohon itu hanya menghasilkan dedaunan, tak pernah menghasilkan buah manis (Mat. 22:18-22). Sesampainya di Bait Allah, Ia tetap mengajar orang banyak.
Saat Ia mengajar, para pemimpin mendatangi-Nya dan mempertanyakan landasan kuasa-Nya untuk melakukan seluruh tindakan.
Yesus membungkan mereka satu demi satu (Mat 21:33-22:45). Ia membungkam imam kepala dan para tetua (Mat. 21:23), kaum Farisi (Mat. 21:45; 22:41), murid kaum Farisi dan penghikut Herodes Antipas (Mat. 22:16), kaum Saduki (Mat. 22:23), dan ahli Taurat (Mat. 22:35).
Secara khusus dan panjang, Ia mengecam para ahli Taurat dan kaum Farisi atas praktek hidup mereka yang menyimpang dari kehendak Allah.
Kecaman itu diikuti dengan keluhan yang menyayat hati tentang Yerusalem, kota yang tak mau bertobat (Mat. 23:37-39).
Dilingkupi ketegangan dan ancaman penangkapan, Yesus mengisahkan perumpamaan tentang dua orang anak, dan bertanya, “Tetapi apakah pendapatmu tentang ini?” (Mat. 21:28).
Yohanes datang untuk menunjukkan jalan kebenaran
Para pemuka agama Yahudi sadar dan tahu bahwa Yohanes Pembaptis diutus dari surga, tetapi mereka enggan mengakuinya dan enggan pula menjawab pertanyaan Yesus. Dan mereka terus mendesakkan pertanyaan atas kuasa dari siapakah Yesus membersihkan Bait Allah.
Menanggapi pertanyaan itu, dengan cerdik, Yesus bertanya pada mereka dengan sebuah perumpamaan. Perumpamaan itu dimaksudkan untuk memberi ruang dan waktu yang cukup di hati untuk merenungkan kebenaran yang hendak disingkapkan-Nya.
Ia mengharapkan mereka yang mempertanyakan kuasa-Nya menjadi rendah hati, menghormati martabat, berpikiran jernih dan menghidarkan diri dari pemahaman atau pengetahuan palsu.
Perumpamaan yang terinspirasi dari kehidupan keluarga itu sangat mudah ditangkap maknanya. Yesus ternyata tidak memberi komentar atas apa yang dilakukan para pemuka agama. Ia justru memberi penjelasan menarik dan mengambil kesimpulan dari apa yang dilakukan anak kedua, mungkin si bungsu.
Sabda-Nya (Mat. 21:31), “Sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah.”, Publicani et meretrices praecedunt vos in regnum Dei.
Para pemungut cukai dan pelacur, dalam struktur masyarakat Yahudi di zaman Yesus, tergolong kelompok yang disingkirkan dan dicap sebagai pendosa.
Pemungut cukai bersekongkol dengan penjajah menambah beban derita rakyat, termasuk yang termiskin dari yang miskin, melalui pungutan pajak. Pelacur melanggengkan zinah dan merusak rumah tangga.
Tetapi, ternyata mereka mendatangi Yohanes Pembaptis dan meminta dibaptis sebagai tanda pertobatan (bdk. Mat. 3:5-6). Mereka menyadari bahwa Yohanes datang untuk menunjukkan jalan kebenaran dan mereka percaya padanya.
Para pemungut cukai bertanya pada Yohanes dan melakukannya, “Guru, apakah yang harus kami perbuat?” (Luk. 3:12).
Tetapi, para pemimpin agama hanya mengamat-amati dari jauh. Mereka tidak percaya pada anak Imam Zakharia dan Ibu Elizabeth. Mereka merasa tidak perlu bertobat, karena sudah mendapatkan jaminan hidup kekal.
Mereka dapat memastikan untuk masuk surga karena garis keturunan. Mereka seolah berperi hidup yang nampak suci karena taat pada perintah agama dan tradisi suci.
Tetapi, Yohanes pun mengingatkan, “Dan janganlah mengira, bahwa kamu dapat berkata dalam hatimu: Abraham adalah bapa kami! Karena aku berkata kepadamu: Allah dapat menjadikan anak-anak bagi Abraham dari batu-batu ini! Kapak sudah tersedia pada akar pohon dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api.” (Mat. 3:9-10).
Katekese
Anak ketiga. Paus Benediktus XVI, Marktl, Jerman, 16 April 1927:
“Injil hari ini, seperti kita renungkan, mengisahkan dua orang anak laki-laki. Tetapi di balik keduanya, dengan cara yang sangat misterius, hadir seorang anak ketiga. Anak pertama berkata, “tidak”, tetapi ia melaksanakan kehendak bapaknya. Anak kedua berkata, “ya”, tetapi tidak melaksanakan apa yang diminta bapaknya.
Anak ketiga adalah Anak Allah yang tunggal, yang telah menghimpin kita di sini. Yesus, saat menjelma berkata, “Sungguh, Aku datang untuk melakukan kehendak-Mu, ya Allah-Ku.” (Ibr. 10:7).
Ia tidak hanya berkata, “ya”, tetapi juga melakukan “ya”-Nya, hingga Ia harus menanggung derita, bahkan hingga wafat di Salib.
Kita juga mendaraskan madah Kristologis, seperti diungkapkan Santo Paulus, “Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.” (Flp. 2:6-8).
Beberapa ayat sebelumnya, Rasul Agung itu mengingatkan kita, “Jadi karena dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan, karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan.” (Flp. 2:1-2).
Karena Kristus sepenuhnya bersatu dengan Bapa dan taat pada-Nya, para murid-Nya harus taat pada Allah dan sehati sepikir di antara mereka.” (on-the-parable-of-the-two-sons-homily-freiburg-sept-25-2011)
Oratio-Missio
Tuhan, ubahlah hariku agar aku hanya menghendaki apa yang menyenangkan hati-Mu. Bantulah aku melakukan kehendak-Mu dan berilah aku kekuatan, sukacita dan ketekunan untuk melakukannya dengan segenap hati. Amin.
- Apa yang perlu kulakukan untuk selalu melakukan kehendak-Nya?
Publicani et meretrices praecedunt vos in regnum Dei – Matthaeum 21:31