Sabtu. Pekan Biasa XXIII. Pesta Pemuliaan Salib Suci (M)
- Bil. 21:4-9 atau Flp. 2:6-11
- Mzm. 78:1-2.34-35.36-37.38
- Yoh. 3:13-17
Lectio
13 Tidak ada seorang pun yang telah naik ke surga, selain dari pada Dia yang telah turun dari surga, yaitu Anak Manusia. 14 Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, 15 supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal.
16 Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. 17 Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia.
Meditatio-Exegese
Apabila ada orang yang digigit ular, orang itu harus memandang ular perunggu di atas tiang itu
Orang Israel, anak dari mereka yang dibebaskan dari perbudakan Mesir, harus mengelilingi wilayah suku Edom. Suku itu tidak mengizinkan orang Israel melintasi wilayah Edom, sehingga mereka harus kembali melintasi gurun dan makin jauh dari Kanaan.
Perjalanan yang makin jauh dari tujuan membuat banyak orang putus asa dan mudah tersulut amarah. Berbeda dengan generasi lama yang delapan kali menentang Musa (Kel. 15:24; 16:2; 17:3; Bil. 12:1; 14:2; 16:3; 16:41; 20:2), generasi baru umat Israel meluapkan keputus asaan dan kemarahan mereka dengan tak hanya menentang Musa, tetapi juga Allah.
Orang Israel tidak mampu menjaga mulut. Mereka mempertanyakan mengapa mereka harus melintasi gurun yang gersang dan seperti hendak dibiarkan mati di situ. “Mengapa kamu membawa kami keluar dari Mesir? Kami akan mati di padang gurun!” (Bil. 21:5).
Mereka juga tidak puas akan makanan yang disediakan Allah untuk ratusan ribu mulut tiap hari. Memang, makanan itu tidak mewah dan enak, tetapi membuat mereka tetap hidup dan sehat. “Kami muak dengan makanan yang tidak enak ini!” (Bil. 21:5).
Maka sebagai penghukuman, “Tuhan mengirimkan ular-ular tedung ke tengah-tengah umat. Ular-ular itu menggigit mereka.” (Bil. 21:6). Ular tedung sisik gergaji, Echis carinatus atau Echis coleratus, hidup menyatu dengan pasir, sangat beracun dan menyebar dari Afrika hingga Timur Tengah, bahkan India.
Kematian rupanya membuat umat gentar. Meraka sadar bahwa upah dosa adalah maut. Kebenaran ini masih berlaku. Inilah hukum kehidupan.
Maka mereka meminta Musa untuk memohon pengampunan pada Allah. “Kami tahu bahwa kami telah berdosa karena kami mengeluh terhadap Tuhan dan kamu. Berdoalah kepada Tuhan. Minta kepada-Nya agar Ia menjauhkan ular-ular ini.” (Bil. 21:7).
Allah mengabulkan permohonan Musa yang memohon atas nama umat. Sabda-Nya, “Buatlah seekor ular tedung dan letakkan di atas sebuah tiang. Jika ada orang digigit ular, orang itu harus memandang kepada ular tedung pada tiang itu. Maka orang itu tidak akan mati.” (Bil. 21:8).
Penyembuhan dari gigitan ular terjadi bukan karena daya magis patung ular. Patung perunggu hanya tanda dan sarana keselamatan yang ditawarkan Allah Penyembuhan dan keselamatan terjadi hanya karena belas kasih Allah setelah tiap pribadi memandang wajah-Nya. (Keb. 16:5-12).
Kelak Nabi Yesaya mengingatkan (Yes. 45:22), “Berpalinglah kepada-Ku dan biarkanlah dirimu diselamatkan, hai ujung-ujung bumi! Sebab Akulah Allah dan tidak ada yang lain.”, Convertimini ad me et salvi eritis,
omnes fines terrae, quia ego Deus, et non est alius.
Namun, dalam perkembangan berikut, umat tidak berpaling kepada Allah. Patung itu dijadikan sesembahan, berhala bernama Nehustan, seperti penyembahan terhadap dewa-dewi kesuburan dan dihancurkan pada saat pembaharuan hidup iman pada jaman Raja Hizkia (2Raj. 18:4).
Anak Manusia harus ditinggikan
Yesus bersabda, “Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal.” (Yoh. 3:14-15). Kepada Nikodemus Yesus bernubuat tentang kematian-Nya di salib untuk keselamatan manusia.
Keselamatan yang mengalir dari salib diwartakan Petrus saat berkhotbah di Yerusalem, bahwa Yesus “yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencana-Nya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka. Tetapi Allah membangkitkan Dia dengan melepaskan Dia dari sengsara maut, karena tidak mungkin Ia tetap berada dalam kuasa maut itu.” (Kis. 2:23-24).
Bapa Suci Fransiskus mengajar, “Yesus, yang ditinggikan di kayu salib, tidak pernah membiarkan ular-ular berbisa yang menyerang kita menyebabkan kematian kita. Dihadapkan pada kemalangan kita, Allah menganugerahkan pandangan baru: jika kita menatap wajah Yesus, sengat si jahat tak pernah menghancurkan kita.
Sebab, Ia telah telah memanggul sendiri racun dosa dan maut ke salib dan di sana Ia menghancurkan kuasa yang membunuh manusia. Inilah tanggapan Bapa atas tersebarnya kejahatan di dunia: Ia memberikan pada kita Yesus, yang mendekatkan Diri-Nya pada kita dengan cara yang tak pernah kita bayangkan.
“Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.” (2Kor. 5:21). Inilah keagungan tak terbatas dari belas kasih ilahi: Yesus “dibuat menjadi dosa” demi kita.
Kita dapat berkata, Yeus di salib “menjadi ular”, sehingga dengan memandang-Nya kita dapat melawan gigitan ular-ular beracun dan jahat yang menyerang kita.
Inilah jalan keselamatan kita, kelahiran kembali dan kebangkitan kita: memandang Yesus yang disalib. Dari ketinggian salib, kita dapat memandang hidup dan sejarah umat kita dengan cara baru. Dari salib Kristus kita belajar kasih, bukan kebencian; bela rasa, bukan pengabaian; pengampunan, bukan balas dendam.
Ia merentangkan tangan-Nya untuk memeluk kita dengan kasih yang lembut seperti yang dikehendaki Allah. Kedua tangan-Nya menunjukkan pada kita kasih persaudaraan yang memanggil kita untuk saling mengasihi dan mengasihi tiap orang. Keduanya menunjukkan jalan kita, jalan sebagai orang Kristen.
Jalan itu bukanlah jalan yang menindas dan memaksa, penuh kuasa dan berkedudukan tinggi. Jalan itu tidak menjadikan salib Yesus ancaman bagi saudara dan saudari yang dibela Yesus dengan hidup-Nya.
Jalan Yesus, jalan keselamatan sangat berbeda. Inilah jalan kasih yang sederhana, penuh syukur dan berbelas kasih, tanpa ‘andaikata’ atau ‘tetapi’.
Dari kayu salib, Kristus menghancurkan racun dari si ular yang jahat. Maka, menjadi orang Kristen berarti hidup tanpa racun: tidak saling menggigit, tidak mengeluh, menyalahkan dan menelikung, tidak menyemaikan kejahatan, tidak mencemari dunia dengan dosa dan ketidak percayaan yang berasal dari si jahat.
Saudara-saudari, kita harus dilahirkan kembali dari lambung Kristus yang ditusuk pedang saat Ia digantung di salib. Semoga kita bebas dari racun maut (bdk. Keb. 1:14), dan berdoa agar dengan rahmat Allah kita semakin menjadi pribadi Kristen yang utuh: saksi hidup baru, kasih dan damai sejahtera.” (Homily, Misa Kudus di Expo Grounds, Nur-Sultan, Kazakhstan, 14 September 2022).
Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini
Hanya ada satu alasan mengapa Allah menyelamatkan manusia dari dosa dan menganugerahkan hidup abadi.
Karena kasih-Nya, Ia mengutus Yesus, Pribadi kedua dari Tritunggal Mahakudus, Anak Manusia seperti dinubuatkan Nabi Daniel (Dan. 7:13), menjelma menjadi manusia. Melalui Dialah manusia mengenal Allah, setelah Ia turun dari surga (Yoh. 3:13) dan tinggal di antara manusia (Mat. 1:23).
Anak Allah menjelma menjadi manusia agar manusia makin lama makin mengenal misteri Allah (bdk. Mrk. 4:11; Yoh. 1:18; 3:1-13; Ef. 3:9) dan membebaskan manusia dari dosa dan maut. Ia juga terus mengajak tiap pribadi untuk mengimani dan mengasihi-Nya serta setia memanggul salib setiap hari.
Bapa Suci Fransiskus mengajar, “Yesus Kristus adalah wajah kerahiman Bapa [… ] Yesus dari Nazaret, dengan kata-kata-Nya, tindakan-tindakan-Nya, dan seluruh pribadi-Nya mengungkapkan kerahiman Allah.” (Bulla, Misericordiae Vultus, 1). Maka, saat memandang Yesus manusia mengenal Allah yang penuh kerahiman dan belas kasih.
Orang yang langsung mengalami kasih yang menyelamatkan adalah si penjahat yang ada di sisi kanan-Nya. Lalu ia berkata, “Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja.”
Kata Yesus kepadanya, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.” (Luk. 23: 42-43).
Merangkum seluruh pengajaran-Nya, Yesus bersabda (Yoh. 3:16), “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.”, Sic enim dilexit Deus mundum, ut Filium suum unigenitum daret, ut omnis, qui credit in eum, non pereat, sed habeat vitam aeternam.
Katekese
Kisah Musa dan ular tembaga. Santo Syrilus dari Alexandria, 376-444:
“Kisah ini menyingkapkan seluruh misteri penjelmaan. Karena ular melambangkan dosa yang kejam dan mematikan, yang menghancurkan seluruh umat manusia di bumi… memagut Roh dari manusia dan meracuninya dengan bisa dosa.
Dan tidak ada cara yang dapat kita lakukan untuk mengelak atau mengalahkannya, kecuali pembebasan yang berasal dari surga.
Sabda Allah menjelma menjadi manusia seperti kita yang berdosa, “agar Ia menjatuhkan hukuman atas dosa di dalam daging.” (Rm. 8:3), seperti ditulis Santo Paulus. Dengan cara ini, Ia menjadi Pemberi anugerah keselamatan untuk mereka yang berpegang pada ajaran ilahi dan memandangNya dengan iman yang teguh.
Tetapi si ular, yang terus melata di tanah, menunjukkan bahwa Kristus menyingkapkan sengsaraNya di kayu salib, agar tiap orang tidak gagal untuk memandang-Nya.” (Commentary On The Gospel Of John 2.1).
Oratio-Missio
Tuhan, tinggallah dalam hatiku dan ajarilah hatiku selalu terpikat pada-Mu. Amin.
- Apa yang perlu aku lakukan untuk memperoleh anugerah keselamatan dan hidup kekal?
Sic enim dilexit Deus mundum, ut Filium suum unigenitum daret; ut omnis qui credit in eum non pereat, sed habeat vitam aeternam – Iohannem 3:16