Jumat (P)
- Kis. 15:22-31
- Mzm. 57:8-9,10-12
- Yoh. 15:12-17
Lectio
12 Inilah perintah–Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. 13 Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. 14 Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu. 15 Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku.
16 Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu. 17 Inilah perintah-Ku kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain.”
Meditatio-Exegese
Seperti Aku telah mengasihi kamu
Perintah Yesus sangat jelas (Yoh. 15:12), “Supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu”, ut diligatis invicem, sicut dilexi vos. Ia memperdalam makna perintah Perjanjian Lama, “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Im. 19:18). Tolok ukur baru yang ditetapkan-Nya, “Kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu.”
Ia kemudian menjelaskan kasih macam apa yang dikehendaki untuk dilakukan para murid-Nya. Kasih yang dikehendaki-Nya adalah kasih setia antara sahabat. Dalam persahabatan, masing-masing saling menaruh kepercayaan dan kasih secara timbal-balik; terlebih, sebagai ungkapan kasih termulia, ia memberikan dirinya sendiri atau mempertaruhkan nyawanya untuk sahabat.
Tiada bukti kasih yang lebih besar bagi sahabat kecuali menyerahkan nyawa sendiri untuk sang sahabat. Kasih inilah Ia buktikan dalam peristiwa pengkhianatan, penangkapan, pengadilan, penyiksaan, penyaliban dan pembunuhan atas diri-Nya di salib.
Maka benarlah yang disabdakan-Nya, “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” (Yoh. 15:13).
Di kemudian hari, Santo Yohanes memaknai kasih yang dicurahkan Yesus (1Yoh. 3:16), “Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kitapun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita,” quoniam ille pro nobis animam suam posuit; et nos debemus pro fratribus animas ponere.
Kamu adalah sahabat-Ku
Sebelum Yesus percaya penuh pada para murid, Ia menyebut mereka sebagai pelayan (Yoh. 12:26; 13:16). Kini sebutan itu berubah. Ia memanggil para murid-Nya sebagai sahabat (Yoh. 15:14), “Kamu adalah sahabat-Ku”, υμεις φιλοι μου, humeis philoi mou, vos amici mei estis.
Yesus memanggil para murid-Nya sebagai sahabat, karena Ia percaya penuh pada mereka, dan segera ia akan pergi meninggalkan mereka (Yoh. 13:33).
Ketika Ia pergi ke rumah Bapa-Nya dan tinggal bersama-Nya (Yoh. 14:7-11), serta mengutus Roh Kudus untuk menyertai para murid-Nya (Yoh. 14:16-17), Ia tak akan lagi menyebut mereka sebagai hamba, tetapi sahabat.
Ia makan bersama mereka; berbagi segala sesuatu yang Ia dapat, bahkan Ia membagikan apa yang bergejolak di kedalaman lubuk hati dan budi-Nya. Ia selalu beserta mereka. Maka, mengenal Yesus secara pribadi bermakna mengasihi dan bersahabat dengan-Nya.
Yesus memilih untuk menjadi sahabat karena Ia menghendaki setiap pihak saling memberi diri secara total, terikat dalam ikatan kasih, hormat, dan suka cita. Ia menggemakan kebijaksanaan yang dihayati umat dalam Amsal, “Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran (Ams. 17:17).
Ia selalu “mengasihi mereka sampai kepada kesudahannya” (Yoh. 13:1). Kesudahan kasih-Nya untuk para sahabat-Nya terletak di Kalvari, tepat Ia mencurahkan darah hingga mati di salib. Saat menyerahkan nyawa-Nya, Ia bersabda (Yoh. 19:30), “Sudah selesai”, Consummatum est.
Sahabat yang setia tidak akan meninggalkan-Nya seorang diri di puncak Kalvari. Dan bersedia memenuhi permintaan-Nya yang terakhir. Inilah sabda-Nya, “Inilah ibumu.” Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya” (Yoh. 19:27).
Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu
Kisah panggilan para murid selalu berawal dari inisiatif Yesus, seperti saat memanggil Andreas, Simon, Filipus dan Nathanael (Yoh. 1:35-51). Ia memilih, memanggil dan menetapkan para sahabat-Nya.
Panggilan itu ditanggapi, karena yang dipanggil merasakan sebagai rahmat, tanpa syarat. Yang dipanggil bersaksi bahwa ia telah dikasihi oleh-Nya (bdk. 1Yoh. 4:10). Para sahabat kemudian diutus untuk pergi ke suluruh penjuru dunia (Mrk. 16:15).
Para sahabat-Nya diutus untuk mewartakan kasih. Perintah untuk mengasihi menandakan bahwa kasih adalah pemenuhan seluruh Hukum.
Sabda-Nya (Yoh. 15:17), “Inilah perintah-Ku kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain”, Haec mando vobis, ut diligatis invicem. Dan kasih yang mengalir dari Bapa, Putera dan Roh Kudus menghasilkan damai, suka cita, kesabaran, kemurahan hati dan kebaikan, buah-buah Roh yang bertahan hingga kekal.
Katekese
Murid-murid yang diutus. Paus Fransiskus, 17 Desember 1936 – sekarang
“Setiap umat Kristiani ditantang, saat ini dan di sini, untuk secara aktif terlibat dalam evangelisasi; memang, siapapun yang sungguhsungguh telah mengalami kasih Allah yang menyelamatkan tidak memerlukan banyak waktu atau pelatihan lama untuk bergerak keluar dan mewartakan kasih itu.
Setiap umat Kristiani adalah orang yang diutus sejauh ia menjumpai kasih Allah dalam Yesus Kristus: kita tidak lagi mengatakan bahwa kita adalah “para murid” dan “orang-orang yang diutus”, melainkan bahwa kita selalu “murid-murid yang diutus.”
Jika kita tidak yakin, marilah kita menengok kepada murid-murid pertama, yang langsung setelah bertemu pandang dengan Yesus, bergerak keluar untuk mewartakan-Nya dengan sukacita: “Kami telah menemukan Mesias!” (Yoh. 1:41).
Perempuan Samaria menjadi seorang utusan langsung sesudah berbicara dengan Yesus dan banyak orang Samaria menjadi percaya kepada-Nya “karena perkataan perempuan itu” (Yoh. 4:39). Demikian juga, Santo Paulus, setelah perjumpaannya dengan Yesus Kristus, “ketika itu juga ia memberitakan Yesus” (Kis. 9:20; bdk. 22:6-21). Jadi apa lagi yang kita tunggu?
Oratio-Missio
- Ajarlah, ya Tuhan, untuk melayaniMu seperti yang Engkau kehendaki, memberi tanpa pamrih, berjuang tanpa mengeluh kesakitan, bekerja tanpa mengenal lelah, berjerih payah tanpa mengenal upah, bertekun dan dengan sadar melakukan kehendakMu. Demi Kristus, Tuhan kami. (terjemahan bebas doa Santo Ignatius Loyola)
- Apa yang perlu aku lakukan untuk menjadi sahabat-Nya yang setia?
Hoc est praeceptum meum, ut diligatis invicem, sicut dilexi vos – Ioannem 15: 12