Rabu. Pekan Adven III (U)
- Yes. 45:6b-8; 18.21b-25
- Mzm. 85:9a-14
- Luk. 7:19-23
Lectio
19 Ia memanggil dua orang dari antaranya dan menyuruh mereka bertanya kepada Tuhan: “Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan seorang lain?” 20 Ketika kedua orang itu sampai kepada Yesus, mereka berkata: “Yohanes Pembaptis menyuruh kami bertanya kepada-Mu: Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan seorang lain?”
21 Pada saat itu Yesus menyembuhkan banyak orang dari segala penyakit dan penderitaan dan dari roh-roh jahat, dan Ia mengaruniakan penglihatan kepada banyak orang buta. 22 Dan Yesus menjawab mereka: “Pergilah, dan katakanlah kepada Yohanes apa yang kamu lihat dan kamu dengar: Orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik.
23 Dan berbahagialah orang yang tidak menjadi kecewa dan menolak Aku.”
Meditatio-Exegese
Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan seorang lain?
Penuh keberanian Yohanes bersaksi tentang Yesus saat pembaptisan-Nya. Ia menunjuk dan mengarahkan murid dan orang yang datang padanya untuk mengikuti Yesus.
Inilah kesaksiannya tentang Yesus, “Aku membaptis kamu dengan air sebagai tanda pertobatan, tetapi Ia yang datang kemudian dari padaku lebih berkuasa dari padaku dan aku tidak layak melepaskan kasut-Nya. Ia akan membaptiskan kamu dengan Roh Kudus dan dengan api” (Mat 3:11; Mrk 1:7; Luk 3:16).
Ia mengaku dan tidak berdusta, katanya: “Aku bukan Mesias” (Yoh 1:20).
Pada keesokan harinya Yohanes melihat Yesus datang kepadanya dan ia berkata: “Lihatlah Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia. Dialah yang kumaksud ketika kukatakan: Kemudian dari padaku akan datang seorang, yang telah mendahului aku” (Yoh 1:29-30).
Tetapi, rupanya, ketika ia ada dalam penjara, apa yang diyakininya mulai kabur. Ia dan para muridnya mempertanyakan apakah benar Yesus adalah Mesias, “Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan seorang lain?” (Luk. 7:19; Mat. 11:3).
Tradisi alkitabiah yang diwarisi Yohanes dan juga Yesus mengajarkan bahwa umat merindukan tokoh seperti digambarkan oleh Nabi Daniel: anak manusia (Dan 7:13).
Yohanes memiliki pandangan tentang Mesias yang berlainan dengan apa yang didengarnya dari penjara.
Gambaran tentang Mesias yang ada dalam benaknya sangat berbeda dengan apa yang dihayati Yesus.
Bagi Yohanes, Sang Mesias adalah sosok pemilik ladang gandung yang siap menampi mana bulir yang berisi atau bulir yang kosong.
Atau pemotong kayu yang perkasa dan telah memegang kampak, siap untuk menebang pohon yang tidak menghasilkan buah pertobatan. Ia adalah hakim yang siap menjatuhkan penghukuman (bdk. Mat 3:12).
Mendapati pertentangan pemahaman, ia tidak meminta pendapat para Ahli Taurat atau orang Farisi, tetapi ia mengutus muridnya untuk bertanya secara langsung kepada Yesus. Yohanes berpikir bening untuk mendapatkan informasi yang bening.
Berbahagialah orang yang tidak menjadi kecewa dan menolak Aku
Memanggapi kegalauan pikiran, hati dan iman Yohanes, Yesus menyampaikan bahwa jalan yang ditempuh-Nya berbeda dengan apa yang diyakini Yohanes.
Mesias, Anak Manusia yang dinantikan (Dan. 7:13), bukanlah pangeran atau raja atau pahlawan gagah perkasa atau hakim yang siap menjatuhkan penghukuman kepada yang bersalah dan memberi ganjaran kepada yang benar.
Ia adalah Hamba Yahwe dalam nubuat Nabi Yesaya. Maka, kepada para murid Yohanes, Yesus berpesan, “Pergilah, dan katakanlah kepada Yohanes apa yang kamu lihat dan kamu dengar: Orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik.” (Luk. 7:22; bdk. Yes. 35:5-6; Yes. 61:1-2; Mat. 11:5; Luk. 4:17-19).
Yesus menyingkapkan belas kasih Allah, karena Ia menguatkan tangan yang lemah lesu, meneguhkan lutut yang goyah, menguatkan yang tawar hati (bdk. Yes. 35:4).
Bapa Suci Fransiskus mengajar, “Yesus Kristus adalah wajah Bapa yang berbelas kasih. Kata-kata ini dengan baik merangkum misteri iman Kristen.
Belas kasih menjadi hidup dan nampak dalam diri Yesus dari Nazaret, dan berpuncak dalam diriNya. Allah, “yang kaya dalam belas kasih” (Ef. 2:4, vulgata).
Setelah mewahyukan nama-Nya pada Musa sebagai, “Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya” (Kel. 34:6), tidak pernah berhenti menyingkapkan jati diri ilahiNya, dengan pelbagai macam cara sepanjang sejarah.
Dan “setelah genap waktunya” (Gal. 4:4), ketika segala hal telah dipersiapkan sesuai dengan rencana keselamatan-Nya, Ia mengutus Putera-Nya yang tunggal ke dalam dunia, lahir dari Perawan Maria, untuk menyingkapkan kasih-Nya pada kita dengan cara definitif.
Barang siapa melihat Yesus, ia melihat Bapa (bdk. Yoh. 14:9). Yesus dari Nazaret, melalui sabda, tindakan dan seluruh pribadiNya menyingkapkan belas kasih Allah.” (Bulla Misericordiae Vultus, 1).
Yesus mengajak Yohanes, sepupunya, untuk menjernihkan imannya sesuai dengan kehendak Allah. Ia menggemakan sabda Allah dalam kitab Nabi Yesaya, “Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku.” (Yes. 55:8).
Apabila Yohanes mampu menjerihkan imannya dan menerima Mesias seperti apa yang terkandung dalam hati Allah, Yesus menyebutnya, “Bahagia”.
Yohanes diberkati karena beriman dengan benar. Sabda-Nya (Luk. 7:23), “Dan berbahagialah orang yang tidak menjadi kecewa dan menolak Aku.”, et beatus est, quicumque non fuerit scandalizatus in me
Katekese
Yohanes memenuhi nubuat Nabi Elia. Santo Yohanes Chrysostomus, 547-407:
“Yesus memahami pikiran Yohanes yang mengutus mereka, karena Ia mengenal, seperti Allah mengenal, pikiran hati yang terpendam. Maka, Ia hadir di sana, menyembuhkan yang buta, lumpuh, dan banyak orang sakit lainnya.
Ia menyembuhkan tidak untuk mengajari Yohanes, yang telah percaya pada-Nya, tetapi mereka yang datang pada-Nya karena keraguan.
Setelah menyembuhkan mereka, Ia bersabda, “Pergilah dan katakanlah kepada Yohanes apa yang kamu dengar dan kamu lihat: orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik. Dan berbahagialah orang yang tidak menjadi kecewa dan menolak Aku”.
Melalui sabda-Nya Yesus mampu membaca dan memahami setiap pikiran yang tak terucapkan yang ada dalam lubuk hati mereka yang bertanya pada-Nya.
Karena jika hanya sekedar menjawab, “Akulah Dia”, jawaban ini pasti gagal mengatasi perasaan mudah tidak tersinggung yang terpendam dalam hati.
Dan jawaban yang sama akan menjadi bahan bakar bagi beberapa orang Yahudi yang sudah mengatakan kepada-Nya, “Engkau bersaksi tentang diri-Mu, kesaksian-Mu tidak benar” (Yoh. 8:13).
Maka, Ia tidak menjawab apa pun secara langsung mengenai jati diri-Nya. Ia membiarkan mereka belajar dari mukjizat, pembebasan dari prasangka dan pikiran picik dan menjadikannya lebih jelas.
Kemudian Yesus dengan lembut menegur mereka karena secara diam-diam mereka melukai hati-Nya.
Dia membalikkan pertanyaan kepada si penanya, menyerahkannya pada hati nurani mereka sendiri untuk menimbang; tidak orang untuk bersaksi atas perundungan pada-Nya, melainkan mengembalikan pada mereka sendiri yang tahu apa yang mereka pikirkan.
Dengan cara ini, mereka akan melawan hari nurani sendiri, ketika diperlawankan dengan sabda-Nya, “Dan berbahagialah orang yang tidak menjadi kecewa dan menolak Aku”.
Dengan cara ini Kristus menarik mereka lebih dekat kepada Diri-Nya.” (The Gospel Of Matthew, Homily 36.2)
Oratio-Missio
Tuhan, kuatkanlah imanku dan harapanku pada-Mu. Bebaskanlah aku dari segala hal yang menghalangiku menemukan Kerajaan-Mu dan kuatkanlah aku untuk melakukan kehendak-Mu. Amin.
- Apa yang perlu kulakukan untuk tidak meragukan Yesus dan membantu sesama untuk percaya pada-Nya?
et beatus est, quicumque non fuerit scandalizatus in me – Luc