Lectio Divina 16.02.2024 – Puasa yang Dikehendaki-Nya

0
54 views
Waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka, by Vatican News.

Jumat, sesudah Rabu Abu (U)

  • Yes. 58:1-9a.
  • Mzm. 51:3-4.5-6a.18-19.
  • Mat. 9:14-15.

Lectio

14 Kemudian datanglah murid-murid Yohanes kepada Yesus dan berkata: “Mengapa kami dan orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?” 15 Jawab Yesus kepada mereka: “Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka? Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa.”  

Meditatio-Exegese

Berpuasa yang Kukehendaki

Nabi Yesaya adalah salah satu dari nabi yang terpenting. Berlatar belakang keluarga imam yang terhormat, Ia lahir kira-kira tahun 700 sebelum Masehi dan tinggal di Yerusalem. Ia memperoleh pendidikan yang sangat baik dan memiliki pergaulan luas di antara pembesar Kerajaan Yehuda.

Tahun 740, sewaktu Raja Uzia mangkat, ia dipanggil untuk menjadi nabi dalam penglihatan di Bait Allah di Yerusalem. Dalam penglihatan akan keagungan Allah, Ia bersabda, “Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?” Maka sahutku, “Ini aku, utuslah aku.” (Yes. 6:8).  

Umat merasa telah melakukan kehendak Allah. Tetapi Ia tidak memperhatikan mereka, “Mengapa kami berpuasa dan Engkau tidak memperhatikannya juga? Mengapa kami merendahkan diri dan Engkau tidak mengindahkannya juga?” (Yes. 58:3).

Sang nabi dipanggil untuk menunjukkan pelanggaran dan dosa keturunan Yakub. Mereka berpuasa, tetapi hati mereka ditutup untuk suara Allah dan menindas sesama, terutama kaum buruh (Yes. 58:3).

Sang nabi pun melantangkan suara Allah, “Sesungguhnya, kamu berpuasa sambil berbantah dan berkelahi serta memukul dengan tinju dengan tidak semena-mena. Dengan caramu berpuasa seperti sekarang ini suaramu tidak akan didengar di tempat tinggi.” (Yes. 58:4).

Akhirnya, Nabi Yesaya menyingkapkan kehendak Allah bahwa puasa yang benar dilakukan dengan cara: “membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk,

supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri!” (Yes. 58:6-7).

Bila tiap pribadi melakukan kehendak-Nya, ia akan memencarkan terang-Nya, merekah seperti fajar. Bila terluka, luka itu segera pulih. Kebenaran akan melangkah di dipan dan kemuliaan-Nya berbaris dibelakangnya (Yes. 58:7).

Bila ia berseru kepada Allah, Ia akan menjawab (Yes 58:9), “Ini Aku!., Ecce adsum.

Mengapa kami dan orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak? 

Setelah orang-orang Farisi mengecam Yesus karena makan dengan para pendosa di rumah Matius (Mat. 9:9-13), kali ini  giliran murid-murid Yohanes Pembaptis mempertanyakan alasan mengapa Yesus dan para murid-Nya tidak berpuasa.

Yohanes dan orang-orang Farisi memang mempraktekkan dan mengajarkan puasa kepada para murid mereka sesuai dengan Hukum Taurat. Selama masa pembuangan di Babel dan masa sesudahnya, bangsa Yahudi memiliki kebiasaan untuk berpuasa (lih. Za. 7:1-14).

Bahkan, beberapa sekte Farisi yang sangat ketat mempraktikkan puasa dua kali seminggu – tiap hari Senin dan Kamis – antara Hari Raya Paskah dan Pentekosta, dan antara Hari Raya Pondok Daun dan Hari Raya Pemberkatan Bait Allah.

Mereka percaya bahwa Musa naik ke Gunung Sinai untuk bertemu Allah pada suatu hari Kamis, dan pada hari Senin ia turun, setelah menerima Loh Batu yang kedua kali (bdk. Ul. 34:29).

Yesus sendiri berpuasa selama 40 hari (Mat. 4:2). Tetapi Ia tidak menganjurkan para murid-Nya berpuasa. Ia membiarkan para murid-Nya untuk menentukan sendiri puasa mereka.

Waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka

Yesus menanggapi dengan tiga ilustrasi. Yohanes Pembaptis memberi kesaksian bahwa dia adalah sahabat terbaik Yesus dan Yesuslah ‘Sang Mempelai Laki-laki’ (Yoh. 3:29). Dan sekarang Yesus memperluas pemaknaan tentang sahabat. Maka, ketika para sahabat Yesus masih bersama-sama dengan-Nya  tidak mungkinlah mereka berpuasa.

Perjanjian Lama menggunakan ungkapan ‘mempelai laki-laki’ sebagai lambang Allah (Mzm. 45; Yes. 54:5-6; 62:4-5; Hos. 2:16-20). Orang Yahudi juga menggunakannya sebagai lambang kedatangan Mesias dan perjamuan-Nya (Mat. 22:2; 25:1; 2Kor. 11:2; Ef. 5:23-32; Why. 19:7, 9; 21:2).

Maka, ketika gelar ‘mempelai laki-laki’ dikenakan pada-Nya, Yesus menyingkapkan bahwa Ia adalah Mesias.

Dan perjamuan dalam Kerajaan-Nya sudah dekat. 

Para murid Yesus memulai puasa setelah Ia meninggalkan mereka pada peristiwa Ia diangkat ke surga (Kis. 13:3; 14:23;  27:9). Ia bersabda (Mat. 9:15), “Waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa”, Venient autem dies, cum auferetur ab eis sponsus, et tunc ieiunabunt.

Puasa bukan lagi menjadi upaya untuk menahan lapar dan haus, atau praktek kesalehan beragama. Tetapi puasa menjadi sarana untuk merendahkan diri dan menyatakan ketergantungan kepada Allah (Im. 16:21), serta mengharapkan kedatangan-Nya kembali. Puncak puasa adalah tindakan mengasihi, agapao, Allah, sesama dan alam ciptaan.

Santo Agustinus dari Hippo, 354-430, menulis tentang puasa, “Seluruh usaha manusia untuk berpuasa tidak berhubungan dengan penolakan atas pelbagai macam makanan yang dianggap najis, tetapi tentang mengalahkan keinginan tidak teratur dan menjaga nyala kasih kepada sesama.

Nyala kasih harus dijaga – makanan diarahkan untuk tindakan mengasihi, kata-kata untuk mengasihi,  pajak atau derma untuk mengasihi, dan ekspresi wajah juga untuk mengasihi. Segala-galanya dilakukan bersama-sama hanya untuk mengasihi.” (Letter 243, 11).

Inilah puasa yang dikehendaki Tuhan, Allah kita, ”Supaya kamu membuka ikatan-ikatan kejahatan, melepaskan tali-tali kuk, melepaskan orang yang tertindas, dan mematahkan setiap kuk?

Bukankah puasa adalah untuk membagi rotimu dengan orang yang lapar dan membawa orang miskin yang terbuang ke rumahmu sendiri; ketika kamu melihat orang yang telanjang, kamu memberi dia pakaian, dan tidak menyembunyikan dirimu dari dagingmu sendiri?” (Yes 58:6-7).

Katekese

Berpuasa dengan benar. Santo Augustinus dari Hippo, 354-430:

“Seluruh usaha keras untuk berpuasa diarahkan tidak untuk menolak pelbagai macam makanan karena dianggap najis; tetapi sebagai usaha untuk mengendalikan gelegak keinginan yang tidak teratur dan merawat luapan kasih kepada sesama.

Seluruh daya dan upaya harus ditundukkan pada kasih, khususnya: makanan harus tunduk pada kasih, lidah tunduk pada kasih, kebiasaan tunduk pada kasih, dan ekspresi raut wajah tunduk pada kasih. Segala-galanya bekerja sama hanya untuk kasih.” (Letter 243, 11

Oratio-Missio

Datanglah, Tuhan, berkaryalah di tengah kami. Nyalakanlah hati kami, dan dekatlah pada kami, jadilah aroma yang harum bagi kami, tariklah kami ke dalam kasih-Mu; dan biarkan kami mengasihi dan berlari mendekati-Mu. Amin. (Doa Santo Augustinus, terjemahan bebas).

  • Apa yang perlu aku lakukan untuk berpuasa sesuai kehendak-Nya?

Venient autem dies, cum auferetur ab eis sponsus, et tunc ieiunabunt – Matthaeum 9:15

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here