Lectio Divina 16.10.2022 – Beriman dan Berdoa

0
404 views
Tolong, selesaikan perkaraku, by MotionAge Designs Art Shop.

Minggu. Hari Minggu Biasa XXIX (H)

  • Kel. 17:8-13.
  • Mzm. 121:1-2.3-4.5-6.7-8.
  • 2Tim. 3:14-4:2.
  • Luk. 18:1-8.

Lectio

1 Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu.2 Kata-Nya: “Dalam sebuah kota ada seorang hakim yang tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorangpun.

3 Dan di kota itu ada seorang janda yang selalu datang kepada hakim itu dan berkata: Belalah hakku terhadap lawanku. 4 Beberapa waktu lamanya hakim itu menolak.

Tetapi kemudian ia berkata dalam hatinya: Walaupun aku tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorangpun, 5 namun karena janda ini menyusahkan aku, baiklah aku membenarkan dia, supaya jangan terus saja ia datang dan akhirnya menyerang aku.”

6 Kata Tuhan: “Camkanlah apa yang dikatakan hakim yang lalim itu! 7 Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?

8 Aku berkata kepadamu: Ia akan segera membenarkan mereka. Akan tetapi, jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?”

Meditatio-Exegese 

Harun dan Hur menopang kedua belah tangannya

Saling menopang, saling mendukung diperlihatkan Harun dan Hur di saat mereka menghadapi serangan musuh. Setelah bangsa Israel meninggalkan sisi utara Gurun Sin dan mendirikan kemah, suku Amalek menyerbu bangsa itu di Rafidim, yang terletak di antara Laut Merah dan Gunung Sinai.

Suku Amalek merupakan suku pertama yang disebut dalam penyerangan terhadap raja-raja Mesopotamia dalam Kej. 14:4 (lih. Bil. 13:29; 24:20). Pada saat peristiwa keluaran, suku itu mendiami wilayah utara Semenjanjung Sinai dan Nejeb di selatan Kanaan. Mereka menguasai jalur perlintasan perdagangan antara Jazirah Arab dan Mesir.

Suku ini kemungkinan melihat peluang untuk menyerang para pengungsi yang rentan dan tertarik akan kawanan ternak kaum Israel. Karena serangan inilah, bangsa Israel terus-menerus bermusuhan dengan suku ini, hingga ditumpas habis pada jaman Daud (Ul. 25:17-18, Hak. 1:16; 6:3-5, 33; 12:15; 1Sam. 15:3-9; 27:8, 30:1-2, 11-20).

Untuk pertama kali Yosua, disebut dalam kisah Kitab Suci. Nama Yosua, yang disematkan oleh Musa untuk mengganti nama aslinya Hosea yang bermakna keselamatan, adalah anak Nun (Bil. 13:16). Yosua atau Yehosua bermakna Allah Sang Juruselamat, sebuah nama yang harus disandangkan pada Anak Maria seperti diperintahkan oleh malaikat (Luk. 1:31).

Ia merupakan anggota suku dari keturunan Yusuf. Sebagai keturunan anak Yusuf, Yosua didaftar sebagai keturunan Efraim (Bil. 13:8). Setelah melaksanakan pelbagai penugasan yang berhasil, Musa menjadikannya panglima parjurit (Kel. 24:13).

Kemudian, ia ditunjuk sebagai pengganti Musa dan memimpin bangsa Israel masuk ke tanah Kanaan (Ul. 32:44; Yos. 1:1-5). Hanya Yosua dan Kaleb bin Yefune, orang Kenas itu (Bil. 32:12; Yos. 14:6.14). Kaleb mungkin keturunan orang Kenas, suku bukan Israel yang menggabungkan diri dengan bangsa pilihan Tuhan (Kej. 15:18-19).

Sepanjang hidup dan pelayanan kepada Allah, Yosua selalu taat dan tak bercela. Khotbahnya pada perkumpulan raya bangsa Israel sebelum kematiannya mengungkapkan kesaksian akan kesetiaannya pada rencana Allah dengan tak bercacat dan total (Yos. 24:1-24).

Harun, imam besar pertama, dan Hur membantu Musa. Hur hanya di sebutkan di perikop ini dan di Kel. 24:14. Mungkin Hur inilah yang disebut dalam silsilah suku Yahudi (1Taw. 2:50; 4:1.4).

Nama Hur kemungkinan berasal dari bahasa Mesir, hr, horus, dewa Mesir yang berkepala elang. Beberapa orang Israel yang berasal dari generasi Keluaran memiliki nama Mesir.

Menaati perintah Musa, Yosua memimpin pasukan Israel bertempur melawan pasukan suku Amalek. Musa memegang tongkat dan merentangkan kedua tangannya saat ia berdoa kepada Allah. Ia memohon dianugerahi kemenangan pada perang itu.

Sikap tubuhnya mengungkapkan posisi berdoa atau, dalam bahasa Latin, orans atau orante. Sikap tubuh ini menjadi sikap tubuh para imam Perjanjian Lama saat berdoa di hadapan Allah dan diteruskan dalam umat Perjanjian Baru.

Musa memanjatkan doa permohonan di atas bukit. Saat ia mengangkat tangannya, lebih kuatlah Israel. Tetapi apabila ia menurunkan tangannya, lebih kuatlah Amalek.

Untuk membantu Musa, Harun dan Hur mendudukkan Musa di atas batu, dan masing-masing menopang tangan di kanan dan kiri. Musa tetap bertahan hingga matahari terbenam, saat Yosua dan pasukannya mengalahkan pasukan Amalek.

Kedudukan Musa yang tinggi di atas bukit dengan tangan merentang saat berdoa oleh para bapa Gereja dipandang sebagai pralambang Yesus  yang merentangkan tangan seraya berdoa di atas bukit Kalvari.

Sama seperti saat bangsa Israel mengalahkan musuh abadi, bangsa Amalek, Yesus mengalahkan musuh abadi, setan.

Tongkat yang dipegang Musa dipandang sebagai saluran berkat untuk mengalahkan musuh, sama seperti kayu salib tempat Yesus bergantung menjadi saluran kuasa Allah untuk mengalahkan setan (bdk. Tertullianus, Against Marcion, 3.18; Santo Cyprianus, Testimonia 2.21; Santo Gregorius dari Nazianzus, Oration 2.88).

Peran Harun dan Hur dalam doa permohonan Musa sangat penting. Ketika umat saling menguatkan dengan berdoa bersama-sama, masing-masing saling berbagi daya. Masing-masing saling mengokohkan.

Para rasul, dalam Perjanjian Baru, pun melakukan doa bersama di hadapan Santa Perawan Maria di Ruang Atas di Yerusalem ketika mereka menantikan kedatangan Roh Kudus dan setelah kenaikan Yesus ke sorga. Mereka saling mendoakan satu sama lain, menjadi sehati dan sejiwa, cor unum et anima una.

Selama sembilan hari mereka berdoa dan saling mendoakan. Pada hari kesepuluh Roh Kudus turun dan tinggal di dalam Gereja Kristus pada saat Pesta Pentakosta Yahudi (Kis 1:11-14; 2:1-4). 

Umat Perjanjian Baru, Gereja, saling mendoakan di hadapan Tubuh Kristus, dengan melambungkan doa permohonan pada saat Ekaristi Kudus.

Ditekankan penulis suci (Kel. 17:12), “Mereka mengambil sebuah batu, diletakkanlah di bawahnya, supaya ia duduk di atasnya; Harun dan Hur menopang kedua belah tangannya, seorang di sisi yang satu, seorang di sisi yang lain, sehingga tangannya tidak bergerak sampai matahari terbenam

Harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu

Santo Lukas membina jemaat untuk setia mengimani Allah dan tekun berdoa. Perumpamaan tentang hakim yang tidak adil dan janda mengajarkan kegunaan doa yang dipanjatkan dengan penuh iman dan tak kunjung putus.

Di samping perumpamaan ini menjadi kesimpulan atas pengajaran tentang sikap batin dalam berdoa.

Terlebih dahulu jemaat diajar untuk mengembangkan sikap batin yang percaya bahwa Allah selalu menyelenggarakan yang terbaik. Ia seperti tetangga yang selalu memberi pinjaman roti atau bapak yang tak mungkin memberi anaknya ular ketika si anak meminta ikan (Luk. 11:5-13).

Selanjutnya, dua sikap iman dan doa diajarkan melalui dua perumpamaan berturut-turut. Tiap pribadi mengembangkan keteguhan hati bahwa Allah memperhatikan doa yang dilandasi keteguhan iman (Luk. 8:1-8) dan sikap batin yang rendah hati ketika berdoa (Luk. 8:9-14). 

Dalam pengajarannya, Yesus mengingatkan para murid untuk selalu teguh dalam iman. Iman dan doa serupa dengan dua sisi mata uang. Jika seseorang beriman pada Allah, ia pasti berdoa pada-Nya. Jika ia berdoa pada-Nya, ia menguatkan iman pada-Nya.

Terlebih, pertanyaan Yesus di akhir perumpamaan ini selalu mengusik kalbu. Apakah yang percaya kepada-Nya selalu setia dan teguh dalam mengimani-Nya? Dan, apakah ia didapati-Nya beriman pada-Nya ketika Ia kembali?  

Dalam perumpamaan ini, Yesus melukiskan dua orang dengan watak yang berseberangan. Sang hakim adalah pribadi yang tidak percaya dan takut pada Allah. Ia juga tidak menghormati siapa pun. 

Sebaliknya, sang janda selalu tekun dan gigih meminta hak-haknya dipenuhi. Hak miliknya telah dirampas orang lain, sehingga ia terancam tidak memiliki jaminan hidup. Perampasan hak janda biasanya terkait dengan urusan pembagian warisan.

Tanpa henti si janda mengetuk pintu pengadilan. Ia miskin, tidak mampu menyuap, tetapi dirugikan orang. Sang hakim  tidak tahan akan kegigihan si janda yang terus mengetuk pintu pengadilannya. Maka ia segera memutuskan perkara janda itu.

Barangkali ia mengikuti perintah dalam Kitab Keluaran, “Seseorang janda atau anak yatim janganlah kamu tindas. Jika engkau memang menindas mereka ini, tentulah Aku akan mendengarkan seruan mereka, jika mereka berseru-seru kepada-Ku dengan nyaring.

Maka murka-Ku akan bangkit dan Aku akan membunuh kamu dengan pedang, sehingga isteri-isterimu menjadi janda dan anak-anakmu menjadi yatim.” (Kel. 22:22-24).

Yesus mengingatkan para murid-Nya akan harapan dan kepercayaan terhadap Allah yang selalu memperhatikan dan murah hati. Tiap murid-Nya pasti mengalami pencobaan dan kesulitan, seperti perampasan yang dialami si janda.

Tetapi, bila tiap pribadi tidak kehilangan harapan pada Allah, ia akan selalu mendapatkan anugerah yang diperlukan.

Ia harus mengingat keyakinan penulis Kidung Agung akan cinta-Nya (Kid 8:6), “cinta kuat seperti maut, kegairahan gigih seperti dunia orang mati, nyalanya adalah nyala api, seperti nyala api TUHAN.”, quia fortis est ut mors dilectio, dura sicut infernus aemulatio; lampades eius lampades ignis atque flammae divinae.

Maka, siapapun yang menaruh kepercayaan pada Allah dapat menyandarkan harapan pada-Nya. Mereka akan menerima anugerah, jika tidak pada masa sekarang, pada kepenuhannya pada masa kedatangan Kerajaan-Nya, yakni kerajaan kebenaran, damai sejahtera, dan sukacita (Rm. 14:17).

Berdoa dengan tidak jemu-jemu rupanya sudah menjadi ciri khas jemaat Kristen sejak Gereja Perdana. Berdoa tidak jemu-jemu seperti mengetok pintu pengadilan terus menerus tanpa henti. Karena percaya bahwa sang hakim pasti terusik dan akan mengurus perkara sampai tuntas.

Santo Lukas mencatat paling tidak 19 kali saat-saat Yesus berdoa. Yesus berdoa selalu terkait dengan peristiwa hidup yang dialami-Nya. Konkrit. Dalam setiap doa-Nya selalu terungkap bahwa Ia setia pada rencana Bapa-Nya.

Kesetiaan itu dihayati dan ditegaskan melalui usaha-Nya selalu mencari tempat yang sunyi dan di saat genting. Ia mengabaikan keramaian dan memusatkan seluruh hidup untuk mendengarkan suara Bapa-Nya.

Maka, seluruh hidup-Nya selalu menjadi doa, “Sepanjang waktu Aku selalu melakukan apa yang diperintahkan Bapa kepadaKu!” (bdk. Yoh. 5:5:19:30).

Dan pemazmur menubuatkan tentang apa yang dilakukan Yesus terhadap mereka yang berupaya menghancurkan hidup-Nya, “… aku mendoakan mereka” (Mzm. 109:4).

Akan tetapi, jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?

Lukas 17:26-37 mengisahkan bahwa waktu kedatangan Tuhan memang sudah pasti, tetapi tidak dinyatakan kapan. Oleh sebab itu, Yesus mengingatkan agar manusia tidak mati dan hanya menjadi mangsa burung nasar (Luk. 17:37).

Maka berdoa dengan tidak jeme-jemu menjadi tanda bahwa manusia itu hidup. Santo Ireneus dari Lyon menulis, “Kemuliaan Allah akan memancar pada manusia yang hidup, Gloria Dei homo vivens.

Berdoa dengan tak jemu-jemu bermakna keterbukaan untuk senantiasa dibimbing Roh Kudus agar mampu mengenal Allah dan melaksanakan kehendak-Nya. Yesus memberi teladan pada para murid akan kesediaan-Nya dibimbing Roh Kudus, misalnya: Ia mampu mengalahkan godaan (Luk. 4:1-13) dan berpuncak pada doa saat sakratul maut (Luk. 23:46).

Gereja juga memiliki tradisi untuk mendengarkan sabda Allah melalui pembacaan Kitab Suci (bdk. 2Tim. 3:14 – 4:2). “Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus.

Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.” (1Tim. 3:15-16).

Santo Gregorius Agung mengajarkan tentang kegunaan Kitab Suci untuk pengajaran, “Setiap orang yang mempersiapkan diri untuk berkhorbah dengan benar harus merenungkan Kitab Suci agar butir pengajarannya dijamin dan berlandaskan pada kewenangan ilahi.” (Moralia, 18, 26).

Di samping itu, ia mengajarkan pula, “Apakah Kitab Suci itu jika bukan sejenis surat dari Allah yang mahakuasa kepada ciptaanNya? […] Maka, haruslah kalian mempelajari dan merenungkan sabda Penciptamu setiap hari.

Belajarlah bahwa kehendak Allah selalu menghasilkan suka cita sorgawi bila kalian menyelami sabdaNya (Epistola ad Theodorum medicum, 5, 31).

Tanpa doa, tanpa keterbukaan pada Roh Kudus, dan tanpa merenungkan sabdaNya, pantaslah Yesus mengeluh dan kecewa.

Setiap orang Kristiani ditantang untuk menjawab pertanyaan Yesus (Luk. 18:8), “Jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?”, Verumtamen Filius hominis veniens, putas, inveniet fidem in terra?

Katekese

Kita berdoa sebagai orang Kristiani.Santo Paus Yohanes Paulus II, 1920-2005 :

“Bagi orang Kristiani, tentu, doa memiliki ciri khas, yang sepenuhnya mengubah sifat dan nilai terdalamnya. Orang Kristiani adalah murid Yesus; dia adalah orang yang benar-benar percaya bahwa Yesus adalah Firman yang menjadi manusia; Anak Allah yang datang di antara kita di bumi ini.

Sebagai manusia, kehidupan Yesus adalah doa yang terus menerus, laku ibadat dan kasih kepada Bapa. Karena doa ungkapan tertinggi adalah pengorbanan, puncak doa Yesus adalah Korban Salib, yang diantisipasi dengan Ekaristi pada Perjamuan Terakhir dan diwariskan dalam Misa Kudus sepanjang masa.

Karena itu, orang Kristen tahu bahwa doanya adalah Yesus. Setiap doanya dimulai dari Yesus. Dialah yang berdoa di dalam diri kita, bersama kita, untuk kita.

Semua orang yang percaya pada Allah berdoa. Tetapi orang Kristiani berdoa di dalam Yesus Kristus: Kristus adalah doa kita! Doa yang paling agung adalah Misa Kudus, karena dalam Misa Kudus Yesus sendiri benar-benar hadir, memperbaharui Kurban Salib.

Setiap doa itu berharga, terutama Bapa Kami. Ia sendiri menghendaki untuk mengajarkan doa ini kepada para Rasul dan seluruh manusia di muka bumi.” (Sambutan untuk kaum muda yang berkumpul di Basilika Santo Petrus, Vatikan,  14 Maret 1979)

Oratio-Missio

Tuhan, tumbuhkanlah imanku pada-Mu dan kuatkan aku, agar aku tak ragu akan sabda dan janji-Mu bahwa Engkau selalu menyertaiku. Dan dalam setiap situasi yang kuhadapi – dalam pencobaan, kemunduran, atau kehilangan – semoga aku selalu menemukan kekuatan dalam kasih-Mu dan bersuka cita atas kehadiran-Mu. Amin. 

  • Apa yang perlu aku lakukan supaya terus mengimani Anak Manusia?

Verumtamen Filius hominis veniens, putas, inveniet fidem in terra? – Lucam 18:8  

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here