Sabtu. Pekan Biasa XV (H)
- Kel. 12:37-42.
- Mzm. 136:1.23-24.10-12.13-15.
- Mat. 12:14-21
Lectio
14 Lalu keluarlah orang-orang Farisi itu dan bersekongkol untuk membunuh Dia. 15 Tetapi Yesus mengetahui maksud mereka lalu menyingkir dari sana. (12-15b) Banyak orang mengikuti Yesus dan Ia menyembuhkan mereka semuanya.
16 Ia dengan keras melarang mereka memberitahukan siapa Dia, 17 supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi Yesaya:
18 “Lihatlah, itu Hamba-Ku yang Kupilih, yang Kukasihi, yang kepada-Nya jiwa-Ku berkenan; Aku akan menaruh roh-Ku ke atas-Nya, dan Ia akan memaklumkan hukum kepada bangsa-bangsa. 19 Ia tidak akan berbantah dan tidak akan berteriak dan orang tidak akan mendengar suara-Nya di jalan-jalan.
20 Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskan-Nya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkan-Nya, sampai Ia menjadikan hukum itu menang. 21 Dan pada-Nyalah bangsa-bangsa akan berharap.”
Meditatio-Exegese
Bersekongkol untuk membunuh Dia
Orang Farisi tidak mampu mengenal kehendak Allah di balik tindakan Yesus di hari Sabat. Dalam pandangan mereka, Yesus hanyalah pelanggar hukum, karena membolehkan murid-Nya memetik gandum (Mat. 12:1-8) dan menyembuhkan orang di Sinagoga (Mat.12:9-13).
Tindakan itu sama dengan menghujat Allah dan layak dihukum rajam sampai mati (Im. 24:14-16). Mata hati mereka buta untuk melihat karya belas kasih Allah. Walau mengetahui ancaman berat, Yesus terus bekerja dalam diam.
Lihatlah, itu Hamba-Ku yang Kupilih
Santo Matius mengungkapkan (Mat 12:18), “Lihatlah, itu Hamba-Ku yang Kupilih.”,Ecce puer meus, quem elegi. Penulis Injil menggunakan kata παις, pais, dan dilatinkan menjadi puer.
Kata ini memiliki dua makna: anak laki-laki dan pelayan, hamba. Maka, dalam tradisi kenabian Yesaya, makna yang diacu adalah Hamba Allah.
Berlatar belakang persekongkolan pembunuhan, identitas Yesus disingkapkan. Santo Matius menggemakan nubuat Nabi Yesaya tentang Hamba Allah yang menderita (Yes. 42:1-4).
Sang nabi bernubuat bagaimana Yesus, Sang Mesias, melaksanakan tugas perutusan-Nya – tidak melalui kuasa yang menghancurkan, tetapi melalui kasih dan pengorbanan diri.
Yesus rela digantung dan mati di kayu salib dengan mengenakan mahkota duri. Ia disalibkan sebagai Tuhan dan Raja kita (Yoh. 19:19; Flp. 2:11). Maka tiada bukti lain yang lebih besar dari pada mengorbankan Anak-Nya yang tunggal untuk kita dan keselamatan kita (bdk. Yoh. 3:16).
Yesus mati bukan hanya bagi bangsa Yahudi, tetapi juga semua bangsa bukan Yahudi. Nabi Yesaya telah menubuatkan berabad-abad sebelumnya, bahwa Sang Mesias akan membawa keadilan bagi bangsa-bangsa bukan Yahudi.
Untuk pikiran bangsa Yunani, keadilan melibatkan pemberian kepada Allah dan sesama warga yang kepadanya seseorang berhutang. Yesus mengajarkan pada para murid-Nya untuk memberi kepada Allah bukan hanya karena kewajibannya, tetapi karena mengasihi-Nya tanpa syarat, seperti Ia mengasihi kita tanpa syarat – tanpa batas.
Buluh dan sumbu
Yesus selalu berbelas kasih untuk yang lemah dan putus asa. Ia menumbuh kembangkan harapan, keberanian dan kekuatan untuk berjuang.
Tiada cobaan, kegagalan dan kelemahan yang menjauhkan kita dari uluran tangan dan belas kasih-Nya. Rahmat-Nya selalu cukup untuk setiap saat, situasi dan tantangan yang kita hadapi.
Bapa Suci Fransiskus mendorong supaya kasih Kristus dicurahkan, dihayati pada siapa saja dan di mana saja, “Kebenaran pertama yang dihayati Gereja adalah kasih Kristus. Gereja menjadikan dirinya pelayan kasih-Nya dan mencurahkan kasih itu pada segala bangsa: kasih yang mengampuni dan menyatakan dirinya sebagai anugerah.
Maka, di mana pun Gereja hadir, belas kasih Bapa harus diwujudnyatakan. Di paroki, komunitas, perkumpulan dan gerakan, sepatah kata, di mana saja ada orang Kristiani, setiap orang hendaknya menemukan oase belas kasih” (dalam bulla Misericordiae Vultus, 12)
Katekese
Kelemah lembutan Sang Juruselamat. Santo Yohanes Chrysostomus, 347-407:
“Sang nabi lebih dahulu merayakan baik kelemah-lembutan Sang Juruselamat dan kuasa-Nya yang tak terucapkan. Dengan demikian Ia membuka pintu lebar-lebar bagi bangsa-bangsa bukan Yahudi.
Nabi Yesaya juga menubuatkan penyakit yang akan ditanggung bangsa Yahudi.
Dia sudah menubuatkan kesatuan Putra dengan Bapa: “Lihat, itu hamba-Ku yang Kupegang, orang pilihan-Ku, yang kepadanya Aku berkenan. Aku telah menaruh Roh-Ku ke atasnya.” (Yes 42: 1).
Karena nubuat ini tidak melawan Kristus yang mengatasi segala hukum, seolah-olah Ia menjadi musuh dari Pemberi Hukum.
Padahal Ia memiliki kesatuan kehendak dan budi dengan Sang Pemberi Hukum dan berpegang teguh pada tujuan yang sama.
Kemudian, setelah mewartakan kelemah lembutan Tuhan, Nabi Yesaya bernubuat, ”Ia tidak akan berteriak atau menyaringkan suara” (Yes 42:2).
Karena kehendak-Nya memang untuk memungkinkan penyembuhan di hadapan mereka.
Tapi karena mereka menentang-Nya, Ia tidak melawan terhadap sikap penentangan yang mereka lakukan” (dikutip dari The Gospel Of Matthew, Homily 40.2.1)
Oratio-Missio
Allah, Tuhan kami, tuntunlah kami berjalan di jalan-Mu: di mana ada kasih dan kebijaksanaan, di situ tidak ketakutan atau kebodoan.
Di mana ada kesabaran dan kerendahan hati, di situ tidak ada amarah atau kejahilan.
Di mana ada kemiskinan dan suka cita, di situ tidak ada ketamakan atau angkara. Di mana ada damai dan keheningan, di situ tidak ada kepentingan diri sendiri atau huru-hara.
Di mana ada takut akan Allah untuk menjaga rumah tinggal, di situ tak ada musuh yang mampu memasukinya.
Di mana ada belas kasih dan kebijaksanaan, di situ tidak ada kerakusan dan kekejaman. Semoga kita semakin disadarkan melalui Putera-Mu, Yesus Kristus, Tuhan kami. Amin” (Doa Santo Fransiskus Assisi, 1182-1226, terjemahan bebas)
- Apa yang perlu kulakukan untuk menjadi oase belas kasih?
misericordiam volo et non sacrificium – Matthaeum 12:7