Lectio Divina 17.08.2020 – Berikan pada Allah Hak Allah

0
401 views
Ilustrasi --Berikan kepada Kaisar dan Tuhan sesuai masing-masing haknya (ist)

Senin. Hari Raya Kemerdekaan Republik Indonesia (P)

  • Sir. 10:1-8
  • Mzm. 101:1a,2ac, 3a,6-7
  • 1Ptr. 2:13-17
  • Mat. 22:15-21

Lectio

15  Kemudian pergilah orang-orang Farisi; mereka berunding bagaimana mereka dapat menjerat Yesus dengan suatu pertanyaan. 16 Mereka menyuruh murid-murid mereka bersama-sama orang-orang Herodian bertanya kepada-Nya: “Guru, kami tahu, Engkau adalah seorang yang jujur dan dengan jujur mengajar jalan Allah dan Engkau tidak takut kepada siapapun juga, sebab Engkau tidak mencari muka. 17  Katakanlah kepada kami pendapat-Mu: Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak?”

18  Tetapi Yesus mengetahui kejahatan hati mereka itu lalu berkata: “Mengapa kamu mencobai Aku, hai orang-orang munafik? 19  Tunjukkanlah kepada-Ku Mat.a uang untuk pajak itu.” Mereka membawa suatu dinar kepada-Nya. 20 Maka Ia bertanya kepada mereka: “Gambar dan tulisan siapakah ini?”

21 Jawab mereka: “Gambar dan tulisan Kaisar.” Lalu kata Yesus kepada mereka: “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah.” 22 Mendengar itu heranlah mereka dan meninggalkan Yesus lalu pergi.

Meditatio-Exegese

Pemerintah yang bijak dan teratur

Pada saat bangsa Yahudi dikuasai penjajah, wangsa Seleukid, Putera Sirakh mengajak bangsanya untuk tetap setia pada akar budayanya. Mereka harus setia pada sabda Allah dalam Kitab Suci dan tidak larut dalam arus budaya yang menjauhkan bangsa dari Allah, budaya Yunani bawaan penjajah.

Putera Sirakh mendorong kaum muda untuk menghayati hidup moral yang layak, terhormat dan bersuka cita dalam membangun keluarga atau bekerja. Kebahagiaan dan suka cita hanya dapat diraih bila umat setia pada perjanjian dengan Allah. 

Putera Sirakh juga mengingatkan tentang fungsi pemerintah. Ia membandingkan pemerintah yang baik dan yang buruk. Pemerintah yang baik harus menjamin kesejahteraan umum atau mempertahankan ketertiban dan keteraturan pada rakyatnya.

Dan di antara rakyat, hendaklah tercipta suasana rekonsiliatif, “Hendaklah engkau tidak pernah menaruh benci kepada sesamamu apa pun juga kesalahannya, dan jangan berbuat apa-apa terpengaruh oleh nafsu.”

Dan setiap orang, termasuk mereka yang dipercaya memegang pemerintahan, hendaklah hidup sederhana. Putera Sirakh mengingatkan bahwa akar segala dosa adalah kesombongan.

Dari kesombongan muncul kelaliman, kekerasan dan nafsu akan uang/serakah. Pemerintahan hancur karena kesombongan melekat pada mereka yang diberi mandat melayani rakyat.

“Kecongkakan dibenci oleh Tuhan maupun oleh manusia, dan bagi kedua-duanya kelaliman adalah salah … kekerasan dan uang.” (Sir. 10:7-8). Seruan ini selalu bergema sepanjang sejarah. Mudah disaksikan kebenarannya dalam skandal yang merugikan kepentingan umum.

Orang-orang Farisi menyuruh murid mereka dan orang Herodian

Setelah Yesus masuk kota Yesusalem dengan gilang gemilang (Mat. 21:1-11), Ia mengecam mereka yang menjadikan agama sebagai kedok untuk mengambil keuntungan pribadi. Ia membersihkan Bait Allah dari pedagang (Mat. 21:12-17) dan mengutuk pohon ara yang mandul (Mat. 21:18-22). Para imam dan tua-tua bangsa itu menentang dengan mempertanyakan landasan kuasanya (Mat. 21:23-17), dan Ia menanggapi dengan serangkaian perumpamaan, yang bernada menentang kuasa penyerang-Nya (Mat. 21:28-32; 21:33-46; 22:1-14).

Tetapi, karena para memimpin itu takut pada orang banyak, mereka menari cara lain untuk membunuh Dia (Mat. 21:45-46). Orang Farisi sebenarnya telah lama merencanakan pembunuhan atas dirinya (Mat. 12:14). Mereka telah berusaha mencobainya, tetapi sia-sia (Mat. 16:1; 19:3).  

Dan sekarang mereka bersekongkol dengan orang Herodian, para pendukung wangsa Herodes dan kaki tangan penjajah Romawi. Persekongkolan ini unik, karena dua kelompok yang bertentangan ini justru bersatu melawan Yesus. 

Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak?

Permusuhan yang yang dikobarkan para penentang Yesus – kaum Farisi, kaum Saduki, para imam, kaum Herodian – makin meruncing. Setelah memuji dengan mengatakan “Engkau adalah seorang yang jujur dan dengan jujur mengajar jalan Allah dan Engkau tidak takut kepada siapa pun juga, sebab Engkau tidak mencari muka.” (Mat. 22:16), orang-orang suruhan itu mencobai Yesus dengan pertanyaan yang menjebak, yaitu masalah pembayaran pajak.

Pertanyaan tentang pembayaran pajak menjadi buah simalakama bagi Yesus. Apabila Ia menjawab bahwa pembayaran pajak adalah haram menurut agama Yahudi, Ia pasti dilaporkan pada penguasa Romawi dan segera ditangkap sebagai penghasut pemberontakan.

Sedangkan apabila Ia menjawab bahwa pembayaran pajak dihalalkan oleh hukum Taurat, Ia dianggap sebagai orang yang melecehkan hukum agama. Terlebih, Ia dibenci mereka yang menentang pembayaran pajak.

Setiap tahun pajak harus harus dibayar. Semua orang  berusia antara dua belas atau empat belas tahun hingga enam puluh lima tahun, baik laki-laki, perempuan dan budak, dikenai pajak. Besarnya satu dinar, setara upah kerja sehari.

Orang Yahudi saat itu percaya bahwa raja mereka adalah Yahwe, Allah. Mereka adalah bangsa teokratik. Maka, pembayaran pajak pada raja di dunia dianggap sebagai penghinaan pada Allah.

Terlebih, kemarahan orang Yahudi makin memuncak apabila harus membayar pajak pada raja yang berasal dari negeri asing. Kelak, salah satu alasan pemberontakan mereka pada tahun 65-70 dipicu oleh keengganan untuk membayar pajak pada penguasa asing.

Tunjukkanlah kepada-Ku Mata uang untuk pajak itu

Dalam hidup sehari-hari orang Yahudi menggunakan mata uang Romawi untuk segala macam transaksi sehari-hari. Mereka memegang uang perak bergambar kaisar. Tahun 14-37 Masehi Kaisar Tiberius berkuasa dan disetiap dinar tercetak gambar kepalanya.  Keharusan ‘menghalalkan’ uang Romawi untuk kepentingan ibadat, memaksa orang Yahudi menciptakan sistem penukaran uang di Bait Allah (bdk. Mat. 21:12; Mrk. 11:15; Yoh. 2:14).

Dinar Romawi bernilai lebih tinggi dari pada uang tembaga yang digunakan di Bait Allah dan tidak ada gambar penguasa Romawi. Mereka menyimpan uang milik kaisar di saku pakaian, tetapi penduduk Yerusalem “memilih mati dari pada membiarkan panji-panji bergambar Caesar masuk Yerusalem.” (bdk. Flavius Josephus, Antiquities of the Jews, 18:59).

Maka, Ia meminta ditunjukkan uang untuk membayar pajak itu dan bertanya pada mereka (Mat. 22:19-20), ”Tunjukkanlah kepada-Ku mata uang untuk pajak itu. Gambar dan tulisan siapakah ini?”,Ostendite mihi nomisma census. Cuius est imago haec et suprascriptio?

Uang yang ditunjukkan adalah sekeping dinar dengan cap/gambar Caesar. Membawa mata uang bergambar Caesar tidak hanya berarti mengkui kedaulatan dan kekuasaannya, tetapi juga menaklukkan diri pada penjajah. Di samping itu, bagi orang Yahudi gambar siapa pun penguasa yang tercetak mata uang logam merupkan pelanggaran terhadap perintah Allah kedua, yang setara dengan membuat patung berhala  yang kedua (Kel 20:4-6).

Maka, tepatlah kecaman Yesus akan kemunafikan orang Farisi. Kata Yunani υποκριται, hupokritai, bermakna “pemain sandiwara/drama yang berperan bukan sebagai dirinya sendiri”. Yesus menyebut mereka orang munafik sebanyak empat belas kali dalam Injil Matius (Mat. 6:2.5.16; 15:7; 16:3; 22:18; 23:13.14.15.23.25.27.29; 24:51).

Saat bertanya tentang εικων, eikon, ‘gambar’, Yesus mengejutkan setiap orang, termasuk kaum Farisi. Kata itu mengingatkan orang Farisi bahwa tiap manusia diciptakan “menurut gambar Allah” (Kej. 1:27). Maka, mereka meninggalkan Yesus dengan langkah cepat dan terburu.

Kalau uang logam Romawi terdapat gambar kaisar, ia pasti diciptakan Allah dan diciptakan menurut gambar-Nya. Maka, kaisar harus tunduk pada kedaulatan dan kekuasaan Allah, yang menguasai hidup dan matinya.

Berikanlah apa yang wajib kamu berikan

Kewajiban warga negara adalah membayar pajak kepada negara. Kewajiban ini dilandaskan pada pemikiran bahwa segala kuasa berasal dari Allah (Rom. 13:1).

Pemerintahan memiliki kuasa untuk menyelenggarakan dan mengusahakan kesejahteraan umum, tanpa pilih bulu. Dan mereka yang menentangnya layak dihukum, karena berlawanan dengan kesejahteraan umum.

Maka, “tiap warga negara wajib membayar pajak kepada orang yang berhak menerima pajak, cukai kepada orang yang berhak menerima cukai; rasa takut kepada orang yang berhak menerima rasa takut dan hormat kepada orang yang berhak menerima hormat.” (Rm. 13:6-7).

Imbal balik yang diterima oleh warga sebagai wujud nyata kesejahteraan umum : terjaminnya rasa aman, perlakuan setara di muka hukum, sarana-prasarana pergerakan warga, jaminan untuk mengekspresikan hasil budaya, jaminan atas kebebasan berkeyakinan, dan sebagainya.

Ketaatan kepada penguasa yang dilambangkan dengan pembayaran pajak. Tetapi ini tidak berlaku lagi apabila penguasa melanggar hukum yang ditetapkan Tuhan, yakni prinsip penyelenggaraan kekuasaan yang melanggar hak asasi manusia (bdk. Kis 5:29).

Katekese

Orang Katolik terlibat dan hadir dalam seluruh denyut nadi masyarakat. Konsili Vatikan II, 1963-1965:

Hendaklah kaum beriman kristiani berusaha dan bekerja sama dengan semua orang lainnya untuk mengatur bidang-bidang ekonomi dan sosial secara tepat.

Hendaknya mereka secara istimewa membaktikan diri bagi pendidikan anak-anak dan kaum muda… tidak hanya sebagai upaya yang unggul untuk membina dan memajukan angkatan muda kristiani … kepada uMat. manusia, terutama kepada bangsa-bangsa yang sedang berkembang, untuk mengangkat martabat manusia dan menyiapkan kondisi-kondisi yang lebih manusiawi.

Selain itu hendaknya uMat. kristiani ikut serta dalam usaha-usaha para bangsa, yang sedang memerangi kelaparan, kebodohan serta penyakit-penyakit, dan dengan demikian berusaha menciptakan kondisi- kondisi hidup yang lebih baik dan meneguhkan perdamaian di dunia.

Dalam kegiatan itu hendaknya kaum beriman memilih untuk dengan bijaksana menggabungkan usaha mereka dengan usaha-usaha, yang dikembangkan oleh lembaga-lembaga perorangan maupun umum, oleh pemerintah-pemerintah, oleh lembaga-lembaga internasional, oleh pelbagai jemaat kristiani maupun para penganut agama-agama bukan kristiani.” (dikutip dari Dekrit tentang Kegiatan Misioner Gereja, Ad Gentes, Kepada Bangsa-Bangsa, 19).

Oratio-Missio

  • Tuhan, karena Engkau menciptakan aku, aku berhutang padaMu seumur hidupku. Karena Engkau menebus aku, aku berhutang nyawa pada-Mu. Karena Engkau melimpahi aku dengan janji setia-Mu, aku berutang pada-Mu seluruh jiwa, raga dan budiku. Terlebih, aku berutang atas limpahan kasih yang Engkau curahkan lebih dari yang aku mampu bayangkan, karena Engkau sendiri memberikan Diri-Mu sendiri dan menjanjikan Diri-Mu padaku.
  • Tuhan, aku berdoa pada-Mu, karena kasih, buatlah aku mampu merasakan apa yang kurasakan melalui akal budiku; karena kasih, buatlah aku mengenal apa yang kuketahui melalui pemahamanku. Aku berutang pada-Mu lebih dari seluruh diriku, tetapi aku tak punya apa-apa lagi, dan, karena diriku aku tak mampu meluasi seluruh hutangku pada-Mu.
  • Tuhan, perkenankanlah aku dekat padaMu, dalam kepenuhan kasih-Mu. Karena aku Engkau ciptakan, seluruhnya aku milik-Mu. Buatlah aku selalu menjadi milik-Mu, dalam kasih. Amin. (doa Santo Anselmus, 1033-1109, terjemahan bebas) 
  • Apa yang perlu aku lakukan untuk terlibat dalam memajukan lingkungan tempatku tinggal?

Tunc ait illis: “Reddite ergo, quae sunt Caesaris, Caesari et, quae sunt Dei, Deo” – Mat.thaeum 18:20

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here