Lectio Divina 18:10.2020 – Tak Takluk pada Kaisar

0
375 views
Ilustrasi - Keping uang bergambar kaisar. (ist)

Hari Minggu Biasa XXIX. Hari Minggu Misi (H)

  • Yes. 45:1,4-6
  • Mzm. 96:1,3,4-5,7-8,9-10ac
  • 1Tes. 1:1-5b
  • Mat. 22:15-21

Lectio

15 Kemudian pergilah orang-orang Farisi; mereka berunding bagaimana mereka dapat menjerat Yesus dengan suatu pertanyaan. 16 Mereka menyuruh murid-murid mereka bersama-sama orang-orang Herodian bertanya kepada-Nya: “Guru, kami tahu, Engkau adalah seorang yang jujur dan dengan jujur mengajar jalan Allah dan Engkau tidak takut kepada siapapun juga, sebab Engkau tidak mencari muka. 17 Katakanlah kepada kami pendapat-Mu: Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak?”

18  Tetapi Yesus mengetahui kejahatan hati mereka itu lalu berkata: “Mengapa kamu mencobai Aku, hai orang-orang munafik? 19 Tunjukkanlah kepada-Ku mata uang untuk pajak itu.”

Mereka membawa suatu dinar kepada-Nya. 20  Maka Ia bertanya kepada mereka: “Gambar dan tulisan siapakah ini?”

21 Jawab mereka: “Gambar dan tulisan Kaisar.” Lalu kata Yesus kepada mereka: “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah.” 22 Mendengar itu heranlah mereka dan meninggalkan Yesus lalu pergi. 

Meditatio-Exegese

Inilah firman-Ku kepada orang yang Kuurapi, kepada Koresh

Koresh atau Cyrus, maharaja asing dari Persia dan tidak mengenal Allah yang diimani bangsa terpilih, digunakan Allah untuk menyelematkan bangsa yang dibuang dari cengkeraman Kerajaan Babel. Kisah Koresh menyingkapkan kebenaran bahwa rencana keselamatan Allah mencakup seluruh semesta.

Rencana-Nya mengatasi pikiran dan mentalitas sempit yang hanya berpusat pada satu bangsa melulu. Santo Thomas Aquinas menulis, “Setelah membuka harapan umat melalui serangkaian janji ilahi-Nya (Yes. 40-44), Allah mendaftar dan merinci janji keselamatanNya agar hati umat berkobar-kobar: terlebih dahulu Ia menjajikan kelepasan dari segala penyakit (Yes 45-55), kemudian, Ia memulihkan damai sejahtera (Yes. 56-66).” (dikutip dari Exposition super Isaiam, 59).

Secara mengejutkan Nabi Yesaya menuliskan gelar yang dianugerahkan untuk Koresh, orang yang Kuurapi. Pengurapan dengan minyak suci pada raja hanya melulu menjadi hak raja bangsa Israel.

Namun, rupanya gelar itu dianugerahkan karena kebaikan hati Allah untuk menggunakan rasa bangsa asing sebagai alat-Nya.

Ia bersabda, “Tangan kanannya Kupegang supaya Aku menundukkan bangsa-bangsa di depannya dan melucuti raja-raja, supaya Aku membuka pintu-pintu di depannya dan supaya pintu-pintu gerbang tidak tinggal tertutup.” (Yes. 45:1).   

Dan setelah Babel ditaklukkan, Kores mengizinkan bangsa Israel yang ditawan di Babel kembali ke Palestina untuk membangun kembali dan membaharui hidup iman mereka. Ia mengubah kesedihan menjadi suka cita di antara umat-Nya. Rencana keselamatan-Nya selalu mengatasi cara pikir dan cara tindak manusia.

Santo Gregorius Agung menulis, “Saat aku mengalami untung dan malang: damai Tuhan dikaruniakan pada kita tepat pada saat segala hal diciptakan-Nya, yang selalu baik, walau tidak selalu diharapkan atau dicari dengan sikap hati yang benar. Benda-benda itu bisa menjadi sumber penderitaan dan penghinaan.

Persatuan kita dengan Allah dirusak karena dosa. Maka, persatuan itu sedang memperbaiki diri agar kita kembali kepada-Nya di sepanjang jalan penderitaan.

Ketika barang ciptaan, yang pada hakikatnya baik, membuat kita menderita, hal itu menjadi sarana pertobatan kita, agar kita kembali kepada sumber damai sejahtera dengan rendah hati.” (dikutip dari Moralia in Job, 3, 9, 15).

Orang-orang Farisi berunding bagaimana mereka dapat menjerat Yesus

Setelah Yesus pergi ke Yerusalem dari Galilea untuk merayakan Paskah. Di kota itu, rakyat banyak menyambut-Nya seperti raja (Mat. 21:1-11).

Saat memasuki Bait Allah, Ia mendapati banyak orang memperalat Rumah Allah untuk mencari keuntungan untuk diri atau kelompok sendiri. Maka, Ia mengusir para pedagang dari Bait Allah (Mat. 21:12-17) dan mengutuk pohon ara yang mandul (Mat 21:18-22).

Namun, Ia ditentang oleh para imam dan tua-tua bangsa, yang mempertanyakan landasan kuasa-Nya  mengusir para pedagang dan penukar uang itu (Mat. 21:23-17).

Yesus menyerang balik dan mengundang mereka untuk berbalik kepada Allah melalui serangkaian perumpamaan (Mat. 21:28-32 tentang dua orang anak; 21:33-46 tentang penggarap kebun anggur; 22:1-14 tentang perjamuan kawin).

Para penentang-Nya merasa terpojok dan terus mencari cara lain untuk membunuh Dia (Mat. 21:45-46). Tetapi usaha untuk menangkap dan membunuh Yesus gagal saat itu, karena ketakutan terhadap orang banyak.

Sebenarnya, kaum Farisi telah lama merencanakan pembunuhan atas dirinya (Mat. 12:14). Mereka telah berusaha mencobainya, tetapi sia-sia (Mat. 16:1; 19:3).

Kaum Farisi, sebenarnya, menentang penjajahan, termasuk tidak membayar pajak kepada Pemerintahan Romawi. Mereka juga menentang Herodes Antipas, penguasa yang berlindung di bawah ketiak penjajah.

Dan sekarang mereka bersekongkol dengan orang Herodian, para pendukung wangsa Herodes dan kaki tangan penjajah Romawi. Persekongkolan ini unik, karena dua kelompok yang bertentangan ini justru bersatu melawan Yesus. 

Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak?

Makin meruncing permusuhan yang yang dikobarkan para penentang Yesus – kaum Farisi, kaum Saduki, para imam, kaum Herodian. Mereka memuji Yesus terlebih dahulu dengan mengatakan, “Engkau adalah seorang yang jujur dan dengan jujur mengajar jalan Allah dan Engkau tidak takut kepada siapapun juga, sebab Engkau tidak mencari muka.” (Mat. 22: 16).

Setelah itu, orang-orang suruhan itu mencobai Yesus dengan pertanyaan yang menjebak. Santo Lukas menggunakan kata παγιδευσωσιν, pagideusosin, yang berakar dari kata παγιδεύω, pagideuó, menjebak, memasang perangkap.

Pertanyaan tentang pembayaran pajak sangat memojokkan Yesus. Jika Ia menjawab, “Membayar pajak adalah haram”, Ia pasti dilaporkan pada penguasa Romawi dan segera ditangkap sebagai penghasut pemberontakan.

Sedangkan jika Ia menjawab, “Membayar pajak dihalalkan oleh hukum Taurat”, Ia dianggap sebagai orang yang melecehkan hukum agama.

Konsekuensinya, Ia makin dibenci mereka yang menentang pembayaran pajak.

Orang Yahudi saat itu percaya bahwa raja mereka adalah Yahwe, Allah. Mereka adalah bangsa teokratik. Maka, pembayaran pajak pada raja di dunia dianggap sebagai penghinaan pada Allah.

Terlebih, kemarahan orang Yahudi makin memuncak apabila harus membayar pajak pada raja yang berasal dari negeri asing. Kelak, salah satu alasan pemberontakan mereka pada tahun 65-70 dipicu oleh keengganan untuk membayar pajak pada penguasa asing.

Tunjukkanlah kepada-Ku mata uang untuk pajak itu

Pajak yang dikenakan adalah pajak kepala. Hanya orang dewasa yang dikenakan pajak ini sebesar satu dinar, setara upah kerja sehari. Kalau memakai ukuran sekarang kira-kira Rp. 80.000–Rp. 100.000.

Uang yang ditunjukkan adalah sekeping dinar yang tercetak di atasnya gambar Caesar (bdk. Mat. 20:2).

Membawa mata uang bergambar Caesar tidak hanya berarti mengkui kedaulatan dan kekuasaannya, tetapi juga menaklukkan diri pada penjajah.

Di samping itu, bagi orang Yahudi gambar siapa pun penguasa yang tercetak mata uang logam merupkan pelanggaran terhadap perintah Allah kedua, yang setara dengan membuat patung berhala  yang kedua (Kel. 20:4-6).

Maka, tepatlah kecaman Yesus akan kemunafikan mereka, karena mereka lebih suka membawa uang perak bergambar Caesar, yang bernilai lebih tinggi dari pada uang tembaga yang tidak ada gambar penguasa Romawi.

Para pemimpin lebih suka menyimpan Caesar di saku pakaian; sedangkan rakyat jelata, penduduk Yesusalem lebih “memilih mati dari pada membiarkan panji-panji bergambar Caesar masuk Yerusalem” (Yosephus, Antiquities of the Jews, 18:59).

Yesus menggunakan kata ‘munafik’ untuk orang Farisi sebanyak empat belas kali dalam Injil Matius (Matt 6:2, 5, 16; 15:7; 16:3; 22:18; 23:13, 14, 15, 23, 25, 27, 29; 24:51).

Berikanlah apa yang wajib kamu berikan

Perikop ini sering kali dipergunakan untuk memberi keabsahan akan kewajiban warga Gereja kepada negara, termasuk membayar pajak. Santo Paulus menulis bahwa segala kuasa berasal dari Allah (Rm. 13:1).

Pemerintahan memiliki kuasa untuk menyelenggarakan dan mengusahakan kesejahteraan umum, tanpa pilih bulu. Dan  mereka yang menentangnya layak dihukum, karena berlawanan dengan kesejahteraan umum.

Maka, “tiap warga negara wajib membayar pajak kepada orang yang berhak menerima pajak, cukai kepada orang yang berhak menerima cukai; rasa takut kepada orang yang berhak menerima rasa takut dan hormat kepada orang yang berhak menerima hormat” (Rm. 13:6-7).

Imbal balik yang diterima oleh warga sebagai wujud nyata kesejahteraan umum : terjaminnya rasa aman, perlakuan setara di muka hukum, sarana-prasarana pergerakan warga, jaminan untuk mengekspresikan hasil budaya, jaminan atas kebebasan berkeyakinan, dan sebagainya.

Namun bila lebih teliti merenungkan, Santo Matius menggunakan kata αποδοτε, apodote, berasal dari kata kerja ἀποδίδωμι, apodidómi. Kata ini berasal dari gabungan dua kata: apó, ‘dari’ dan dídōmi, ‘memberi’; maka,  memberikan kembali, mengembalikan, menjual.

Maka, “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar.” (Mat 22: 21) harus dimaknai sebagai: “Kembalikan kepada Kaisar apa yang wajib kamu kembalikan kepada Kaisar.”

Kalau uang dinar dikembalikan kepada Kaisar, apa lagi yang dimiliki kaisar, yang menganggap diri sebagai dewa? Tidak ada.

Maka, Yesus mengembalikan martabat Allah, sebagai satu-satunya yang layak disembah. Ia menghayati benar seruan doa pemazmur, “Tuhanlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya.”, Domini est terra, et plenitudo eius, orbis terrarum, et qui habitant in eo (Mzm 24:1). Bukan kaisar atau lambang kekuasaannya: uang.

Yesus menggemakan kembali sabda Bapa-Nya melalui Nabi Yesaya, “Akulah TUHAN dan tidak ada yang lain; kecuali Aku tidak ada Allah. Aku telah mempersenjatai engkau, sekalipun engkau tidak mengenal Aku, supaya orang tahu dari terbitnya matahari sampai terbenamnya, bahwa tidak ada yang lain di luar Aku. Akulah TUHAN dan tidak ada yang lain.” (Yes. 45:5-6).  

Katekese

Lepaskanlah citra duniawi dan kenakan gambar dan rupa surgawi. Origenes dari Alexandria, 185-254 :

“Beberapa orang mengira bahwa Sang Juruselamat hanya mengungkapkan makna tunggal ketika bersabda, “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar”, – yaitu: “Bayarlah pajak yang harus kamu bayar.”

Siapa di antara kita yang tidak setuju untuk membayar pajak kepada Kaisar? Oleh karena itu, perikop ini mengandung makna rohani mendalam dan suci. Terdapat dua macam citra dalam diri manusia.

Satu diterimanya dari Allah ketika ia diciptakan, pada awal mula, seperti sabda-Nya dalam Kitab Suci, Kitab Kejadian, “menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia.”  (Kej. 1:27).

Citra  lainnya adalah citranya di bumi (1 Kor.15:49). Manusia menerima gambar kedua ini kemudian. Dia dikeluarkan dari Firdaus karena ketidaktaatan dan dosa, setelah ‘pangeran dunia ini’ (Yoh. 12:31) telah menggodanya dengan bujuk rayu.

Sama seperti uang logam, atau dinar, memiliki gambar kaisar dunia ini, demikian pula dia yang melakukan pekerjaan ‘penghulu-penghulu dunia yang gelap ini’ (Ef. 6:12). Tiap keping uang logam  mengandung gambar dia yang memberinya pekerjaan untuk dilakukan.  

Yesus memerintahkan bahwa gambar itu harus diserahkan dan dibuang dari wajah kita. Dia menghendaki kita untuk mengenakan citra itu, yang sejak awal mula diciptakan telah kita kenakan, karena kita diciptakan menurut gambar dan rupa Allah.

Hal ini terjadi ketika kita mengambalikan “kepada kaisar apa yang menjadi milik kaisar, dan bagi Allah apa yang menjadi milik Allah.”  Yesus berkata, “Tunjukkanlah kepada-Ku mata uang untuk pajak itu.” Untuk mata uang, Santo Matius menggunakan kata ‘dinar’ (Mat. 22:19).

Ketika Yesus mengambilnya, Ia bersabda, “Gambar dan tulisan siapakah ini?” Jawab mereka, “Gambar dan tulisan Kaisar.”  Lalu kata Yesus kepada mereka, “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah.”” (dikutip dari Homily On The Gospel Of Luke 39.4-6).

Oratio-Missio

  • Tuhan, karena Engkau menciptakan aku, aku berhutang padaMu seumur hidupku. Karena Engkau menebus aku, aku berhutang nyawa pada-Mu. Karena Engkau melimpahi aku dengan janji setia-Mu, aku berutang pada-Mu seluruh jiwa, raga dan budiku. Terlebih, aku berutang atas limpahan kasih yang Engkau curahkan lebih dari yang aku mampu bayangkan, karena Engkau sendiri memberikan Diri-Mu sendiri dan menjanjikan Diri-Mu padaku. Tuhan, aku berdoa pada-Mu, karena kasih, buatlah aku mampu merasakan apa yang kurasakan melalui akal budiku; karena kasih, buatlah aku mengenal apa yang kuketahui melalui pemahamanku. Aku berutang pada-Mu lebih dari seluruh diriku, tetapi aku tak punya apa-apa lagi, dan, karena diriku aku tak mampu meluasi seluruh hutangku pada-Mu. Tuhan, perkenankanlah aku dekat padaMu, dalam kepenuhan kasih-Mu. Karena aku Engkau ciptakan, seluruhnya aku milik-Mu. Buatlah aku selalu menjadi milik-Mu, dalam kasih. Amin. (doa Santo Anselmus, 1033-1109, terjemahan bebas)
  • Apa yang  harus aku lakukan supaya aku mudah tunduk pada Allah?

Tunc ait illis, “Reddite ergo, quae sunt Caesaris, Caesari et, quae sunt Dei, Deo.” – Matthaeum 18:20

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here