Lectio Divina 19.02.2021 – Puasa yang Dikehendaki-Nya

0
327 views
Ketika mempelai pria diambil, mereka berpuasa by Vatican News

Jumat Sesudah Rabu Abu (U).

  • Yes. 58:1-9a
  • Mzm.51:3-4.5-6a.18-19
  • Mat. 9:14-15

Lectio

14 Kemudian datanglah murid-murid Yohanes kepada Yesus dan berkata: “Mengapa kami dan orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?” 15 Jawab Yesus kepada mereka: “Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka? Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa.”  

Meditatio-Exegese

Mengapa kami dan orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?  Setelah orang-orang Farisi mengecam Yesus karena makan dengan para pendosa di rumah Matius (Mat. 9:9-13), kali ini  giliran murid-murid Yohanes Pembaptis mempertanyakan alasan mengapa Yesus dan para murid-Nya tidak berpuasa.

Yohanes dan orang-orang Farisi memang mempraktikkan dan mengajarkan puasa kepada para murid mereka sesuai dengan Hukum Taurat. Selama masa pembuangan di Babel dan masa sesudahnya, bangsa Yahudi memiliki kebiasaan untuk berpuasa (lih. Za. 7:1-14).

Bahkan, beberapa sekte Farisi yang sangat ketat mempraktikkan puasa dua kali seminggu – tiap hari Senin dan Kamis – antara Hari Raya Paskah dan Pentekosta, dan antara Hari Raya Pondok Daun dan Hari Raya Pemberkatan Bait Allah. Mereka percaya bahwa Musa naik ke Gunung Sinai untuk bertemu Allah pada suatu hari Kamis, dan pada hari Senin ia turun, setelah menerima Loh Batu yang kedua kali (bdk. Ul. 34:29).

Yesus sendiri berpuasa selama 40 hari (Mat. 4:2). Tetapi Ia tidak menganjurkan para murid-Nya berpuasa. Ia membiarkan para murid-Nya untuk menentukan sendiri puasa mereka.

Waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka

Yesus menanggapi dengan tiga ilustrasi. Yohanes Pembaptis memberi kesaksian bahwa dia adalah sahabat terbaik Yesus dan Yesuslah ‘Sang Mempelai Laki-laki’ (Yoh. 3:29). Dan sekarang Yesus memperluas pemaknaan tentang sahabat. Maka, ketika para sahabat Yesus masih bersama-sama dengan-Nya  tidak mungkinlah mereka berpuasa.

Perjanjian Lama menggunakan ungkapan ‘mempelai laki-laki’ sebagai lambang Allah (Mzm. 45; Yes. 54:5-6; 62:4-5; Hos. 2:16-20). Orang Yahudi juga menggunakannya sebagai lambang kedatangan Mesias dan perjamuan-Nya (Mat. 22:2; 25:1; 2Kor. 11:2; Ef. 5:23-32; Why. 19:7, 9; 21:2).

Maka, ketika gelar ‘mempelai laki-laki’ dikenakan pada-Nya, Yesus menyingkapkan bahwa Ia adalah Mesias dan perjamuan dalam Kerajaan-Nya sudah dekat. 

Para murid Yesus memulai puasa setelah Ia meninggalkan mereka pada peristiwa Ia diangkat ke surga (Kis 13:3; 14:23;  27:9). Ia bersabda (Mat. 9:15), “Waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa”, Venient autem dies, cum auferetur ab eis sponsus, et tunc ieiunabunt.

Puasa bukan lagi menjadi upaya untuk menahan lapar dan haus, atau praktek kesalehan beragama. Tetapi puasa menjadi sarana untuk merendahkan diri dan menyatakan ketergantungan kepada Allah (Im. 16:21), serta mengharapkan kedatangan-Nya kembali. Puncak puasa adalah tindakan mengasihi, agapao, Allah, sesama dan alam ciptaan.

Santo Agustinus dari Hippo, 354-430, menulis tentang puasa, “Seluruh usaha manusia untuk berpuasa tidak berhubungan dengan penolakan atas pelbagai macam makanan yang dianggap najis, tetapi tentang mengalahkan keinginan tidak teratur dan menjaga nyala kasih kepada sesama.

Nyala kasih harus dijaga – makanan diarahkan untuk tindakan mengasihi, kata-kata untuk mengasihi, pajak atau derma untuk mengasihi, dan ekspresi wajah juga untuk mengasihi. Segala-galanya dilakukan bersama-sama hanya untuk mengasihi.”  (dikutip dari Letter 243, 11).

Inilah puasa yang dikehendaki Tuhan, Allah kita, ”Supaya kamu membuka ikatan-ikatan kejahatan, melepaskan tali-tali kuk, melepaskan orang yang tertindas, dan mematahkan setiap kuk?

Bukankah puasa adalah untuk membagi rotimu dengan orang yang lapar dan membawa orang miskin yang terbuang ke rumahmu sendiri; ketika kamu melihat orang yang telanjang, kamu memberi dia pakaian, dan tidak menyembunyikan dirimu dari dagingmu sendiri?” (Yes 58:6-7).

Katekese

Berpuasa dengan benar. Santo Augustinus dari Hippo, 354-430:

“Seluruh usaha keras untuk berpuasa diarahkan tidak untuk menolak pelbagai macam makanan karena dianggap najis; tetapi sebagai usaha untuk mengendalikan gelegak keinginan yang tidak teratur dan merawat luapan kasih kepada sesama.

Seluruh daya dan upaya harus ditundukkan pada kasih, khususnya: makanan harus tunduk pada kasih, lidah tunduk pada kasih, kebiasaan tunduk pada kasih, dan ekspresi raut wajah tunduk pada kasih. Segala-galanya bekerja sama hanya untuk kasih” (dikutip dari Letter 243, 11

Oratio-Missio

  • Datanglah, Tuhan, berkaryalah di tengah kami. Nyalakanlah hati kami, dan dekatlah pada kami, jadilah aroma yang harum bagi kami, tariklah kami ke dalam kasih-Mu; dan biarkan kami mengasihi dan berlari mendekati-Mu. Amin. (Doa Santo Augustinus, terjemahan bebas).
  • Apa yang perlu aku lakukan untuk selalu merendahkan diri di hadapan Allah?

Venient autem dies, cum auferetur ab eis sponsus, et tunc ieiunabunt – Matthaeum 9:15

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here