Minggu. Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus (P)
- Kej. 14:18-20.
- Mzm. 110:1.2.3.4.
- 1Kor. 11:23-26.
- Luk. 9:11b-17.
Lectio
11b Ia menerima mereka dan berkata-kata kepada mereka tentang Kerajaan Allah dan Ia menyembuhkan orang-orang yang memerlukan penyembuhan.
12 Pada waktu hari mulai malam datanglah kedua belas murid-Nya kepada-Nya dan berkata: “Suruhlah orang banyak itu pergi, supaya mereka pergi ke desa-desa dan kampung-kampung sekitar ini untuk mencari tempat penginapan dan makanan, karena di sini kita berada di tempat yang sunyi.” 13 etapi Ia berkata kepada mereka: “Kamu harus memberi mereka makan!”
Mereka menjawab: “Yang ada pada kami tidak lebih dari pada lima roti dan dua ikan, kecuali kalau kami pergi membeli makanan untuk semua orang banyak ini.” 14 Sebab di situ ada kira-kira lima ribu orang laki-laki. Lalu Ia berkata kepada murid-murid-Nya: “Suruhlah mereka duduk berkelompok-kelompok, kira-kira lima puluh orang sekelompok.”
15 Murid-murid melakukannya dan menyuruh semua orang banyak itu duduk. 16 Dan setelah Ia mengambil lima roti dan dua ikan itu, Ia menengadah ke langit, mengucap berkat, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya supaya dibagi-bagikannya kepada orang banyak.
17 Dan mereka semuanya makan sampai kenyang. Kemudian dikumpulkan potongan-potongan roti yang sisa sebanyak dua belas bakul.
Meditatio-Exegese
Perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku
Santo Paulus amat marah pada jemaat Korintus, pelabuhan metropolis di sisi timur Yunani. Melalui surat yang dikirimnya, sekitar tahun 57, ia menegur keras jemaat yang didirikan dan dibinanya atas perilaku menyimpang yang mereka lakukan. Mereka lupa akan apa yang diajarkannya enam tahun lampau.
Rasul agung itu menggunakan kata-kata keras (1Kor. 11:17), “Pertemuan-pertemuanmu tidak mendatangkan kebaikan, tetapi mendatangkan keburukan.”, non in melius sed in deterius convenitis.
Ia juga menggunakan ungkapan yang telah kuterima, accepi dan kuteruskan, tradidi. Dua ungkapan ini menjelaskan bahwa apa yang disampaikannya merupakan pengajaran yang berasal dari Tradisi Apostolik, Rasuli (1Kor. 11:23; 15:3).
Ungkapan “apa yang aku terima dari Tuhan” bermakna “apa yang aku terima melalui Tradisi yang berasal dari apa yang dikatakan dan dilakukan Tuhan sendiri”.
Dalam perjamuan Ekaristi, jemaat dipisahkan antara mereka yang berpunya dengan yang miskin. Yang kaya makan sampai kenyang, bahkan mabok. Sedangkan yang miskin dibiarkan kelaparan. Akhirnya, perilaku ini menjadi penghinaan terhadap jemaat Allah (1Kor. 11:18-22).
Setelah menegur, Santo Paulus mengingatkan jemaat akan Ekaristi yang ditetapkan Tuhan. Ia enyingkapkan unsur iman mendasar tentang misteri Ekaristi: penetapan Sakramen Ekaristi oleh Yesus Kristus dan kehadiran-Nya yang nyata dalam sakramen itu.
Santo Paulus mengajak jemaat untuk menyadari dan mengenangkan apa yang dilakukan Tuhan pada waktu Paskah: memberikan tubuh dan darah-Nya kepada para murid-Nya, seperti dilukiskan oleh Santo Lukas (Luk 22:7-8. 13-16. 19-20): “Maka tibalah hari raya Roti Tak Beragi, yaitu hari di mana orang harus menyembelih domba Paska.
Lalu Yesus menyuruh Petrus dan Yohanes, kata-Nya, ”Pergilah, persiapkanlah perjamuan Paska bagi kita, supaya kita makan…
Maka berangkatlah mereka… lalu mereka mempersiapkan Paska. Ketika tiba saatnya, Yesus duduk makan bersama-sama dengan Rasul-rasul-Nya.
Kata-Nya kepada mereka: Aku sangat rindu makan Paska ini bersama-sama dengan kamu, sebelum Aku menderita. Sebab Aku berkata kepadamu: Aku tidak akan memakannya lagi sampai ia beroleh kegenapannya dalam Kerajaan Allah…
Lalu Ia mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkannya, dan memberikannya kepada mereka kata-Nya: Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku. Demikian juga dibuat-Nya dengan cawan sesudah makan; Ia berkata: Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku, yang ditumpahkan bagi kamu.” (bdk. Mat. 26:17-29; Mrk. 14:12-25; 1Kor. 11:23-26).
Tentang Ekaristi, Gereja sesuai dengan Tradisi rasuli, mengajarkan, “Perintah Yesus untuk mengulangi perbuatan dan perkataan-Nya, “sampai Ia datang kembali.” (1Kor. 11:26) menghendaki tidak hanya mengenangkan Yesus dan apa yang telah Ia lakukan.
Perintah itu bertujuan agar para Rasul dan para penggantinya merayakan secara liturgis kenangan akan Kristus, hidup-Nya, kematian-Nya, kebangkitan-Nya, dan akan pembelaan-Nya bagi kita di depan Bapa.” (Katekismus Gereja Katolik, 1341).
Perayaan Ekaristi juga merupakan pewartaan akan misteri Paskah yang dilakukan sampai kedatangan kembali Yesus dalam kemuliaanNya. “Dari perayaan ke perayaan umat Allah yang sedang berziarah mewartakan misteri Paska, “sampai Ia datang” (1 Kor. 11:26), dan “menempuh jalan salib yang sempit” (AG, 1) menuju perjamuan pesta surgawi, di mana semua orang terpilih akan duduk di meja dalam Kerajaan Allah.” (Katekismus Gereja Katolik, 1344).
Yesus membawa mereka dan menyingkir ke sebuah kota yang bernama Betsaida
Yesus mengajak para murid-Nya pergi ke Betsaida yang terletak di wilayah Galilea (Luk. 9:10; Yoh 1:44; 12:21). Mereka pergi ke kota yang bermakna rumah nelayan atau rumah ikan, kampung halaman Filiplus (Yoh. 12:21), Andreas dan Petrus (Yoh. 1:44), kira-kira dekat dengan ujung utara Danau Galilia, tepat sebelah timur muara Sungai Yordan.
Suasana hati dan badan mereka lelah dan tertekan. Para murid mengalami kelelahan karena perjalanan. Sedangkan Yesus mengalami tekanan batin yang berat. Ia berduka dan merasa kehilangan atas kematian sepupu-Nya,Yohanes Pembaptis, anak Zakharia, karena dipenggal kepalanya (Mat 14:13).
Sabda-Nya, “Marilah mengasingkan diri ke tempat yang sepi dan beristirahatlah sebentar.” Ia perlu menyingkir ke suatu tempat yang sunyi, di luar jangkauan kuasa Herodes Antipas. Di situlah Ia berkumpul dan mendengarkan kisah atau laporan perjalanan masing-masing para murid ketika diutus pergi berdua-dua.
Dan, kemungkinan Ia memberi pesan khusus untuk hati-hati karena dikelilingi penguasa jahat, Herodes Antipas, yang disebut-Nya sebagai serigala (Luk. 13:23).
Tentang kisah ini, Santo Markus mencatat alasan lain, “Sebab, ada banyak orang yang datang dan pergi, dan untuk makan pun mereka tidak sempat.” (Mrk. 6:31).
Mereka pergi ke tempat sunyi dengan perahu (Mrk. 6:32). Menyusuri tepi danau, menuju tempat yang tidak terlalu jauh dari Kapernaum. Mereka berperahu dengan harapan tidak diikuti orang banyak. Tetapi, harapan itu sirna, pergi bersama angin Danau Galilea.
Orang banyak itu tetap mengikuti mereka dari darat. Dan ketika mendarat, melupakan seluruh kecemasan dan kelelahan, Yesus tetap menerima, melayani dan mewartakan Kerajaan Allah pada mereka.
Santo Lukas menggunakan kata δεξαμενος, dexamenos, dari kata dasar apodechomai: menyambut, menerima seseorang dengan suka rela. Yesus terus tergerak hati-Nya untuk menerima mereka yang mencariNya
Santo Lukas melukiskan (Luk. 9:11), “Ia menerima mereka dan berkata-kata kepada mereka tentang Kerajaan Allah dan Ia menyembuhkan orang-orang yang memerlukan penyembuhan.”, Et excepit illos et loquebatur illis de regno Dei et eos, qui cura indigebant, sanabat.
Suruhlah orang banyak itu pergi
Orang banyak itu datang berkumpul secara spontan, tiada perencanaan. Mereka tidak memikirkan kecukupan persediaan makan. Yang ada dalam pikiran hanya mendengarkan Yesus dan disembuhkan dari penyakit. Dan kelaparan sudah mengancam pada saat matahari mulai terbenam.
Jumlah mereka sangat banyak, lima ribu laki-laki, tanpa memperhitungkan kaum perempuan dan anak-anak (bdk. Mat 14:21). Melihat situasi genting, Yesus menyuruh para murid, sabdaNya (Luk 9:13), “Kamu harus memberi mereka makan.”, Vos date illis manducare.
Saat dihadapkan pada situasi seperti ini, para murid mulai panik. Mereka lupa bahwa sebelum diutus pergi berdua-dua, mereka diberi daya dan kuasa untuk mengusir setan, menyembuhkan penyakit dan mewartakan Kerajaan Allah (Luk 9:1-2). Tetapi, situasi ancaman kelaparan yang melanda ribuan orang, membuat kepercayaan dan akal sehat mereka hilang.
Daya dan kuasa yang diberikan Yesus itu seolah lenyap. Perintah Yesus ditanggapi dengan permintaan untuk menyuruh orang banyak itu pergi.
Mereka memiliki dalih: tempat terpencil, jumlah orang yang sangat banyak, uang terbatas, dan persediaan makanan yang didapat sangat sedikit.
Di dalam keterbatasan segala sumber daya, Yesus mengajak para murid-Nya untuk memanfaatkan, mengatur, mengelola dan mengorganisasi – merencanakan, melakukan, memantau dan mengevaluasi karya.
Maka, para murid harus secara cerdik dan tulus mengggunakan seluruh anugerah untuk melaksanakan tugas perutusan, termasuk memberi makan ribuan orang.
Tiap murid harus belajar dari Hakim Gideon, saat ia mengalahkan pasukan Median yang berjumlah lebih dari 150.000 tentara dengan kekuatan hanya 300 prajurit (bdk. Hak. 6-7). Maka, komunitas iman tidak pernah boleh berkata, “Suruhlah orang banyak itu pergi.”
Menengadah ke langit, mengucap berkat, memecah-mecahkan roti
Santo Lukas mengingat kisah Musa yang memohon bantuan Allah untuk memberi makan roti dan daging pada kaum Israel (bdk. Bil. 1-4; Kel. 16:4-18).
Nabi Elia memberi makan janda dan anaknya di Sarfat, di daerah Sidon selama masa kelaparan melanda (1 Raj 17:7-16) dan Nabi Elisa yang memberi makan 100 orang dengan dua puluh roti jelai (2Raj. 4:42-44).
Bagi Lukas dan jemaatnya, Yesus ditampilkan sebagai Musa baru, nabi baru yang lebih hebat dari terdahulu (bdk. Yoh. 6:14-15).
Pada malam menjelang kepergian bangsa Yahudi dari tanah Mesir, Allah memerintahkan umat-Nya untuk merayakan jamuan Paskah, dengan roti tak beragi dan anggur, dan korban bakaran dari domba tak bercela (Kel. 12:5-8).
Darah anak domba harus dibubuhkan di kedua tiang pintu dan ambang atas sebagai tanda perlindungan Allah saat malaikat yang menebarkan kematian melewati rumah-rumah mereka (Kel. 12:7.13).
Setiap tahun umat Yahudi memperingati dan mengenangkan peristiwa keluaran dalam perayaan Paskah dengan roti tak beragi sebagai tanda kesetiaan pada Allah yang selalu setia pada janji-Nya (Kel. 12:14; Santo Paulus melukiskan Paskah baru bagi pengikut Kristus dalam 1Kor. 5:7-8.
Piala berkat yang berisi anggur merah tak hanya mengingatkan akan darah anak domba yang dibubuhkan di tiang pintu dan ambang atas, tetapi juga pegharapan akan kedatangan Sang Mesias, yang akan membangun kembali kota Yerusalem di masa depan.
Santo Lukas menggambarkan secara rinci tindakan Yesus (Luk 9:16), “Ia mengambil lima roti dan dua ikan itu, Ia menengadah ke langit, mengucap berkat, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya supaya dibagi-bagikannya kepada orang banyak.”, Acceptis autem quinque panibus et duobus piscibus, respexit in caelum et benedixit illis et fregit et dabat discipulis suis, ut ponerent ante turbam.
Sekitar tahun 80-an Santo Lukas mengingatkan jemaatnya akan Ekaristi. Kata-kata itu mengingatkan akan penetapan Ekaristi dan terus digunakan hingga kini dan nanti (Luk. 22:19).
Roti Ekaristi, Yesus Kristus, harus ‘dipecah-pecah’ dan ‘dibagikan’ kepada semua, mulai dari jemaat. Inilah Roti Hidup yang menuntun setiap orang Katolik menghadapi seluruh masalah dengan cara baru.
Tentang mukjizat penggandaan roti dan dua ikan, Gereja mengajarkan, “Mukjizat perbanyakan roti menunjukkan lebih dahulu kelimpahan roti istimewa dari Ekaristi-Nya (bdk. Mat 14:13-21; 15:32-39) : Tuhan mengucapkan syukur, memecahkan roti dan membiarkan murid-murid-Nya membagi-bagikannya, untuk memberi makan kepada orang banyak.
Tanda perubahan air menjadi anggur di Kana (bdk. Yoh 2:11) telah memaklumkan saat kemuliaan Yesus. Ia menyampaikan penyempurnaan perjamuan pernikahan dalam Kerajaan Bapa, di mana umat beriman akan minum (bdk. Mrk 14:25) anggur baru, yang telah menjadi darah Kristus.” (Katekismus Gereja Katolik, 1335).
Masing-masing anggota jemaat telah menerima Roti Hidup. Maka, roti ini menjadi tenaga dan kuasa untuk mengusir setan dan mewartakan Kerajaan Allah.
Tiap anggota jemaat dipanggil untuk mewujud nyatakan tenaga dan kuasa yang dianugerahkan itu dalam tindakan konkrit mulai dari yang sederhana.
Memilah sampah, mengolah limbah rumah tangga, menyiapkan khotbah dan pengajaran adalah contoh ‘lima roti dan dua ikan’ yang akan berbuah dan menyisakan 12 bakul.
Katekese
Akulah roti hidup. Paus Fransiskus, Buenos Aires, 17 Desember 1936
“Akulah roti hidup,” sabda Yesus. Mari kita renungkan dan pandang citra Yesus yang sangat indah ini. Ia mungkin menawarkan suatu penalaran, pertunjukan, tetapi, kita sadar, Yesus bersabda dalam perumpamaan.
Dan sekarang Ia mengungkapkan ini, “Akulah roti hidup.” Ia sedang meringkas seluruh diri pribadi dan tugas perutusan-Nya. Kita akan menyaksikan kepenuhan ini pada Perjamuan Malam Terakhir.
Yesus sadar bahwa Bapa meminta-Nya tidak hanya memberi makan pada manusia, tetapi memberikan diri-Nya sendiri, memecah-mecah diri-Nya, hidup-Nya, tubuh-Nya, hati-Nya sendiri agar kita memiliki hidup. Sabda Tuhan ini menyadarkan kita kembali akan rasa kagum kita atas anugerah Ekaristi.
Tak ada seorang pun di dunia, yang sangat mengasihi sesamanya manusia, dapat menjadikan dirinya makanan bagi orang lain. Allah melakukannya pada masa lalu, dan Ia melakukannya sekarang, bagi kita.
Mari kita membaharui kekaguman ini.
Mari kita melakukannya karena kita mengasihi Sang Roti Hidup. Karena kasih kepada-Nya selalu mengisi hidup kita dengan tanda heran.
Namun, dalam Injil, walau menyaksikan tanda heran, orang banyak terhenyak. Mereka hanya melihat kulit luar.
Mereka pikir, “Bukankah Ia ini Yesus, anak Yusuf, yang ibu bapanya kita kenal? Bagaimana Ia dapat berkata: Aku telah turun dari surga?” (Yoh. 6:41). Mungkin kita juga terhenyak.
Sebab kita mengira lebih baik bagi kita mengimani ilah yang tinggal di surga tanpa pernah terlibat dalam hidup kita sehari-hari, sehingga kita dapat mengatur segala perkara di sini di bumi.
Tetapi ternyata Allah menjelma menjadi manusia untuk memasuki kenyataan konkrit di dunia. Untuk memasuki realitas kita yang nyata, Allah menjadi manusia untukku, untukmu, dan untuk kita, agar Ia memasuki hidup kita.
Dan Ia selalu merasa tertarik akan setiap aspek hidup kita. Kita dapat menceritakan pada-Nya apa yang kita rasakan, pekerjaan kita, hari-hari kita, sakit kepala kita, kecemasan kita, dan segala macam hal. Kita dapat menceritakan semua padaNya karena Yesus ingin dekat dengan kita.
Apa yang tidak dikehendaki-Nya? Dikesampingkan karena dianggap sebagai sisa makanan, padahal Dialah Roti. Ia hanya dilirik dan diabaikan, atau dipanggil hanya saat kita membutuhkan-Nya.
Akulah roti hidup. Paling tidak sekali sehari kita makan bersama. Mungkin di sore hari bersama keluarga kita, setelah seharian bekerja atau belajar. Akan sangan indah, sebelum makan, kita mengundang Yesus, Sang Roti Hidup. Memohon pada-Nya memberkati apa yang telah kita lakukan dan apa yang gagal kita lakukan.
Mari kita mengundang-Nya untuk memasuki rumah kita. Mari kita berdoa dengan cara yang biasa kita lakukan di rumah. Yesus akan hadir di meja makan bersama kita dan kita akan dikenyangkan dengan kasih-Nya yang agung.” (Angelus, Lapangan Santo Petrus, Minggu, 8 Agustus 2021)
Oratio-Missio
Jiwa Kristus, sucikanlah aku. Tubuh Kristus, selamatkanlah aku. Darah Kristus, kuduskanlah aku…
- Apa yang perlu aku lakukan untuk membagikan anugerah yang kuterima dari dengan cuma-cuma pada sesama, dimulai dari yang terdekat denganku?
Acceptis autem quinque panibus et duobus piscibus, respexit in caelum et benedixit illis et fregit et dabat discipulis suis, ut ponerent ante turbam – Lucam 9:16