Minggu. Pekan Biasa XXV (H)
- Keb. 2:12.17-20
- Mzm. 54:3-4.5.6.8
- Yak. 3:16-4:3
- Mrk. 9:30-37
Lectio
30 Yesus dan murid-murid-Nya berangkat dari situ dan melewati Galilea, dan Yesus tidak mau hal itu diketahui orang; 31 sebab Ia sedang mengajar murid-murid-Nya. Ia berkata kepada mereka: “Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia, dan mereka akan membunuh Dia, dan tiga hari sesudah Ia dibunuh Ia akan bangkit.”
32 Mereka tidak mengerti perkataan itu, namun segan menanyakannya kepada-Nya. 33 Kemudian tibalah Yesus dan murid-murid-Nya di Kapernaum. Ketika Yesus sudah di rumah, Ia bertanya kepada murid-murid-Nya: “Apa yang kamu perbincangkan tadi di tengah jalan?”
34 Tetapi mereka diam, sebab di tengah jalan tadi mereka mempertengkarkan siapa yang terbesar di antara mereka. 35 Lalu Yesus duduk dan memanggil kedua belas murid itu. Kata-Nya kepada mereka: “Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya.”
36 Maka Yesus mengambil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka, kemudian Ia memeluk anak itu dan berkata kepada mereka: 37 “Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku. Dan barangsiapa menyambut Aku, bukan Aku yang disambutnya, tetapi Dia yang mengutus Aku.”
Meditatio-Exegese
Anak Allah akan menolong dia serta melepaskannya dari tangan para lawannya
Ditulis dalam bahasa Yunani pada sekitar 100 SM oleh penulis tanpa nama berbangsa Yahudi, Kitab Kebijaksanaan menjadi kitab terakhir dalam Perjanjian Lama.
Kitab ini sering dikaitkan dengan Raja Salomo, raja Israel yang bijaksana itu.
Melalui Kitab Kebijaksanaan, bangsa Yahudi yang tinggal di perantauan, khususnya di kota metropolitan Mesir, Alexandria, diharapkan mampu menghayati warisan iman dan hidup seturut dengan iman para leluhur.
Mereka harus mampu mempertahankan iman Israel sejati di tengah gempuran budaya moderen, budaya Yunani yang menembus hampir setiap sendi kehidupan.
Mengejar kenikmatan hidup tanpa batas menjadi salah satu tantangan yang harus dihadapi. Pengejaran sering diteruskan dengan merundung, mempersekusi, mengejar-kejar orang yang hidup benar dan jujur.
Bagi mereka, hidup benar dan jujur merupakan ejekan. Maka mereka ingin membuktikan apakah Allah, Bapa orang benar dan jujur, akan membela, melindungi dan menyelamatkannya.
Tanya mereka, “Ia memanggil Allah sebagai Bapanya? Ayo kita lihat buktinya apakah Ia melindungi anak-Nya ini.”
Jika Allah diam saja, maka mereka terbukti benar, dan orang jujur salah. Walau menghadapi tantangan yang tak kunjung putus, kisah pahlawan iman selalu tak terbilang.
Ejekan terhadap orang benar dan jujur berpuncak pada ucapan, “Jika orang yang benar itu sungguh anak Allah, niscaya Ia akan menolong dia serta melepaskannya dari tangan para lawannya.” (Keb 2:18).
Ironisnya, ejekan ini justru ditimpakan pada Yesus.
Ia tidak hanyak diejek, tetapi juga dianiaya dan disiksa, dicobai kelembutan dan kesabaran hati-Nya, dan dijatuhi hukuman mati dengan keji. Seluruh perlakuan yang ditimpakan kepada orang benar dan jujur digemakan kembali oleh para ahli Taurat dan kaum Farisi saat Yesus digantung kayu salib (bdk. Mat. 27:40-43; Mrk. 15:31-32; Luk. 23:35-37).
Mengherankan, orang benar dan jujur menyebut dirinya anak Allah (Keb 2:13). Sebutan untuk pribadi ini menjadi hal baru dalam refleksi iman bangsa Yahudi, karena sebutan itu biasanya dikenakan pada seluruh umat Israel atau raja (bdk. Kel. 4:22; Ul. 14:1; 32:6; Mzm. 2; Yes. 30:1, 9; Hos. 11:1).
Dalam kitab-kitab lain Perjanjian Lama, misalnya: Sir. 23:4; kita meyaksikan kasih Bapa kepada tiap pribadi yang benar dan jujur. Secara khusus gelar anak Allah dikenakan kepada semua orang benar dan jujur, dan berpuncak pada Sang Mesias, yang adalah Orang Benar.
Dalam Septuaginta (LXX), Kitab Suci yang ditulis dalam bahasa Yunani dan digunakan bangsa Yahudi di seluruh wilayah kekuasaan Yunani dan Romawi dan diakui Gereja Katolik, kata παις, pais memiliki dua makna: anak laki-laki dan hamba.
Secara khusus kata hamba, dalam bahasa Latin servus, mempunyai makna khas pada Hamba Yahwe (bdk. Yes. 52:13-53:13).
Hamba Yahwe, melalui penderitaan yang tak terperi, membebaskan Israel dari dosa. Kata pais yang memiliki dua makna mencapai kepenuhannya pada diri Yesus Kristus, Anak Allah dan Hamba Tuhan.
Nabi Yesaya menulis nubuat yang dipenuhi Yesus (Yes. 53:13), “ia telah menyerahkan nyawanya ke dalam maut dan karena ia terhitung di antara pemberontak-pemberontak, sekalipun ia menanggung dosa banyak orang.”, tradidit in mortem animam suam et cum sceleratis reputatus est; et ipse peccatum multorum tulit.
Hikmat yang dari atas
Mewarisi cara hidup bijaksana dan unggul, Santo Yakobus menuntut jemaat yang digembalakannya untuk hidup sesuai teladan Yesus Kristus, Anak Allah dan Hamba Tuhan.
Cara hidup yang bijaksana dan unggul dilandasi oleh hikmat yang dari atas.
Alasan yang dikemukakan Santo Yakobus untuk hidup secara bijaksana dan unggul adalah iman menuntut perbuatan yang dituntun oleh Hukum Kasih (Mat 22:37-39).
Hukum itu sama dengan hikmat yang dari atas (Yak. 3:17), karena: murni, pendamai, penurut, penuh belas kasih, berbuah kebaikan, tidak memihak dan tidak munafik.
Hikmat yang dari atas pasti pasti menuntun manusia pada tujuan hidupnya yang sejati, yakni berjumpa dengan Yesus Kristus, Sang Kebijaksanaan, yang tergantung di salib (bdk. Yes. 28:29; 1Kor. 1:18-3:3).
Singkatnya, Santo Yakobus menasihati agar setiap anggota jemaat hidup dituntun oleh kebijaksanaan ilahi: murni/rendah hati, belas kasih dan pendamai.
Hidup yang dituntun oleh kebijaksanaan ilahi tidak mudah. Tiap anggota jemaat harus mampu memenangkan pertempuran di dalam hati melawan iri hati, dan mementingkan diri sendiri dan segala macam perbuatan jahat.
Yang kalah dalam pertempuran batin akan mengikuti kebijaksanaan yang dari bawah, duniawi, dan akan memusuhi mereka yang hidup berlandaskan kebijaksanaan ilahi.
Supaya dapat menang, tiap anggota jemaat harus mengembangkan sikap terbuka untuk dibimbing Allah.
Anak Manusia
Sepertinya Yesus meninggalkan daerah Kaisarea Filipi dan Gunung Hermon, atau wilayah tertentu lainnya. Markus tidak begitu menaruh perhatian pada letak geografis.
Fokusnya hanya mengisahkan perjalanan hidup Yesus sebagai Mesias. Pelayanan Yesus di daerah Galilea berakhir dengan perjalanan ini.
Di sepanjang perjalanan melintasi wilayah Galilea, Yesus menghindari perjumpaan dengan banyak orang (Mrk. 9:30).
Ia menggunakan kesempatan sendirian bersama para murid untuk membina mereka sebagai komunitas. Dan, Yesus mulai mengarahkan pandangan-Nya ke Yerusalem (bdk. Mrk. 10:32; Luk. 9:51).
Mengherankan bahwa para rasul, terutama tiga orang sahabat dekat Yesus – Petrus, Yakobus dan Yohanes – tidak mengerti apa yang diajarkan Yesus. Yesus meyakini kalau isi pengakuan iman Petrus dan para rasul yang diungkapkan dalam Mrk 8:29, belum sepenuhnya benar.
Mereka masih dijangkiti ‘ragi kaum Farisi dan ragi Herodes Antipas’ (Mrk. 8:14-18).
Ragi yang membusukkan mereka mencakup mentalitas, antara lain: mentalitas kaum terpilih, mentalitas mengagungkan diri/kelompok sendiri, mentalitas kompetisi dan prestise, dan mentalitas meminggirkan dan menyingkirkan.
Mentalitas yang merusak ini dipromosikan justru melalui praktik hidup keagamaan palsu dan berkongsi dengan sistem sosio-politik-budaya-ekonomi-pertahanan-keamanan.
Maka inti pengakuan iman bahwa Yesus adalah Mesias dimaknai sebagai seorang raja dari keturunan Daud yang yang diurapi dan muncul untuk membebaskan Israel dan mendirikan kerajaan semesta (bdk. Mzm. 110:1; Dan. 9:25-26).
Yesus menolak seluruh sesat pikir dan sesat tindakan ketika orang orang banyak hendak menjadikan, bahkan memaksaNya sebagai raja (Yoh. 6:15).
Yesus tidak menggunakan gelar Mesias ketika bernubuat tentang akhir hidup-Nya (Mrk. 9:31), “Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia, dan mereka akan membunuh Dia, dan tiga hari sesudah Ia dibunuh Ia akan bangkit.”, Filius hominis traditur in manus hominum, et occident eum, et occisus post tres dies resurget.
Gelar yang dikenakan padaNya adalah Anak Manusia, ben adam, ανθρωπου, anthropou (Yeh. 2:1; 2:3; 4:9; 5:1 dst, LXX). Gelar ini sering dipakai Allah untuk menyapa Nabi Yehezkiel, yang banyak menanggung penderitaan dan penyiksaan selama pembuangan ke Babel.
Namun juga, gelar ini juga dikenakan kepada Anak Manusia yang mulia dan diberi kuasa dalam penglihatan Nabi Daniel (Dan. 7:13-14).
Gelar Anak Manusia memadukan antara penderitaan yang dialami Yesus (Mrk. 8:31; 9:31; 10:45; 14:21.41) dan kekuasaan serta kemuliaan-Nya (Mrk. 2:10.28; 8:38; 13:26; 14:62).
Dan Anak Manusia berkenan menyingkapkan diri-Nya pada Santo Stefanus, seperti dikisahkan Santo Lukas (Kis. 7:55-56), “Tetapi Stefanus, yang penuh dengan Roh Kudus, menatap ke langit, lalu melihat kemuliaan Allah dan Yesus berdiri di sebelah kanan Allah.
Lalu katanya, “Sungguh, aku melihat langit terbuka dan Anak Manusia berdiri di sebelah kanan Allah.”
Hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya
Ketika sampai di rumah di Kapernaum, Yesus bertanya tentang apa yang mereka percakapkan di sepanjang jalan. Yesus berperan sebagai pendidik yang ulung. Ia membiarkan para murid-Nya berbincang hingga tuntas, tanpa menyela.
Di akhir percakapan, Ia bertanya, “Apa yang kamu perbincangkan tadi di tengah jalan?” (Mrk 9:33).
Ternyata, di tengah jalan tadi mereka mempertengkarkan siapa yang terbesar di antara mereka (Mrk. 9:34). Mereka berbicara tentang persaingan, bukan kerja sama; kesombongan, bukan kerendahan hati.
Yesus mengajak mereka menukik ke hakikat menjadi murid-Nya, yaitu mengikuti jalan-Nya, sebagai Hamba Yahwe (Yes. 52:13-53:12).
Sebagai Hamba, Yesus tidak mengandalkan diri-Nya sendiri. Ia membuka diri untuk dibimbing Roh Kudus (Mrk. 1:12), agar mampu melaksanakan kehendak Bapa-Nya.
Ketika mengajar tentang makna pelayanan Yesus duduk, sebagai Rabbi yang berwibawa (Mrk. 9:35). Yesus meminta para murid-Nya untuk menjadi pelayan semua orang, παντων διακονος, panton diakonos. Kata diakonos menggambarkan seseorang yang melayani orang lain karena kehendak bebas.
Pelayanan para diakonos berbeda dengan pelayanan para budak, doulos, yang diperoleh melalui perampasan atau pembelian.
Maka pelayanan selalu mengutamakan kesejahteraan sesama dari pada pemenuhan kepentingan diri sendiri.
Dalam masyarakatan Yahudi dan Greko-Romawi, anak, παιδιων, paidion, anak kecil, dari kata pais, anak atau hamba, tidak pernah memiliki peran penting.
Yesus memangku anak selalu bermakna bahwa pelayanan terutama dan pertama-tama selalu ditujukan kepada mereka yang dipandang kecil, lemah, miskin, tersisihkan dan difabel.
Maka, pelayanan selalu memiliki pilihan untuk lebih mengutamakan dan bersama dengan mereka yang miskin, preferential option for and with the poor.
Dan Yesus sendiri mengidentifikasi keberadaan-Nya di dalam diri anak-anak dan mereka yang kecil. Merekalah orang yang menggantungkan dan mempercayakan diri kepada Allah.
Maka, jalan untuk mengikuti Dia adalah jalan pelayanan kepada siapa Yesus mengidentifikasikan diri-Nya. Maka, Ia bersabda(Mrk. 9:37; bdk. Mat. 25:40), “Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku. Dan barangsiapa menyambut Aku, bukan Aku yang disambutnya, tetapi Dia yang mengutus Aku.”, Quisquis unum ex huiusmodi pueris receperit in nomine meo, me recipit; et, quicumque me susceperit, non me suscipit, sed eum qui me misit.
Katekese
Jadilah rendah hati, bukan sombong. Santo Augustinus, Uskup dari Hippo, 354-430:
“Amatilah sebatang pohon, bagaimana ia pertama-tama menghujamkan akar-akarnya ke tanah, sehingga ia mampu tumbuh tinggi ke atas. Ia memperkuat cengkeraman akar di kedalaman tanah, agar mampu menjulangkan pucuk-pucuk dahan dan daun ke angkasa.
Bukankah itu berasal dari kerendahan hati sehingga ia mampu berusaha untuk terus naik tinggi?
Tetapi tanpa kerendahan hati, tak mungkin kehormatan diraih (bdk. Ams 18:12). Bila engkau menghendaki tumbuh menjulang ke angkasa tanpa akar, itu bukan pertumbuhan; tetapi, kehancuran.” (dikutip dari The Gospel Of John, Sermon, 38.2)
Oartio-Missio
Tuhan, melalui salib Engkau menebus dunia dn menyingkapkan kemuliaan-Mu dan kemenangan-Mu atas dosa dan maut. Semoga aku tidak gagal memandang kemuliaan-Mu dan kemenangan-Mu di salib.
Bantulah aku untuk mengarahkan hidupku sesuai dengan kehendak-Mu dan mengikuti jalan-Mu menuju kesucian. Amin.
- Apa yang perlu kulakukan untuk melayani sesama seperti Yesus?
Quisquis unum ex huiusmodi pueris receperit in nomine meo, me recipit; et, quicumque me susceperit, non me suscipit, sed eum qui me misit – Marcum 9: 37