Minggu. Minggu Biasa XXXIII (H)
- Ams. 31:10-13.19-20.30-31
- Mzm. 128:1-2.3.4-5
- 1Tes. 5:1-6
- Mat. 25:14-30 (panjang) atau Mat. 25:14-15.19-21 (singkat)
Lectio
14 “Sebab hal Kerajaan Surga sama seperti seorang yang mau bepergian ke luar negeri, yang memanggil hamba-hambanya dan mempercayakan hartanya kepada mereka. 15 Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya, lalu ia berangkat.
19 Lama sesudah itu pulanglah tuan hamba-hamba itu lalu mengadakan perhitungan dengan mereka. 20 Hamba yang menerima lima talenta itu datang dan ia membawa laba lima talenta, katanya: Tuan, lima talenta tuan percayakan kepadaku; lihat, aku telah beroleh laba lima talenta.
21 Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.”
Meditatio-Exegese
Ia lebih berharga dari pada permata
Kebijaksanaan atau hikmat berlawanan dengan kebodohan. Kebijaksanaan yang dipersonifikasi dalam diri nyonya hikmat selalu memanggil dan mengundang siapa saja untuk datang dan menyerap apa yang diajarkannya (Ams. 1:20-23).
Ia selalu mendidik tiap pribadi berkembang menjadi pribadi yang pandai, benar, adil dan jujur (Ams. 1:3). Pribadi yang bijaksana melandaskan hidupnya pada ‘takut akan Tuhan’, timor Domini (Ams. 1:7).
Sebaliknya, kebodohan selalu berkawan dengan kejahatan. Sedari awal, nyonya hikmat selalu berseru pada anak-anaknya untuk menahan diri dari godaan dosa.
Kejahatan selalu berseru “Marilah ikut kami, biarlah kita menghadang darah, biarlah kita mengintai orang yang tidak bersalah, dengan tidak semena-mena; biarlah kita menelan mereka hidup-hidup seperti dunia orang mati, bulat-bulat, seperti mereka yang turun ke liang kubur.” (Ams. 1:11-12).
Menutup Kitab Amsal dengan puisi akrostik 20 baris yang diawali dengan tiap huruf Ibrani, penulis menyingkapkan kebijaksanaan bermutu tinggi yang harus dihayati dan disimbolkan dalam diri seorang isteri dalam tradisi Israel kuna.
Nyonya hikmat disingkapkan sebagai perempuan sempurna yang selalu tahu apa yang harus dilakukan dengan benar di setiap situasi. Ia bertindak sesuai kebijaksaan yang diterakan Allah pada setiap ciptaan-Nya sejak mula penciptaan.
Tentang kekuatan perempuan sempurna, yang dijumpai dalam tokoh-tokoh Perjanjian Lama, pada masa Yesus, dan sesudahnya, Santo Paus Yohanes Paulus II mengajarkan, “Seorang wanita merasa kuat karena kesadarannya akan kepercayaan ini, merasa kuat karena kenyataan bahwa Allah “mempercayakan umat manusia kepadanya”, selalu dan di dalam cara apa saja, bahkan dalam situasi-situasi diskriminasi sosial di mana wanita mungkin menemukan dirinya.
Kesadaran dan panggilan fundamental ini berbicara kepada wanita mengenai martabat yang mereka terima dari Allah sendiri, dan ini membuat mereka “kuat” dan meneguhkan panggilan mereka. Jadi “wanita sempurna” (lih. Ams. 31:10) menjadi penopang dan sumber kekuatan rohani yang tidak tergantikan bagi orang lain, yang menerima daya hidup yang besar dari semangat rohaninya.
Seluruh keluarga, juga seluruh bangsa berutang budi kepada “para wanita sempurna” ini.” (Surat Apostolik Mulieris Dignitatem, 30).
Pribadi yang sempurna pasti lebih berharga dari pada permata. Permata-permata Gereja juga terpancar dalam pribadi para santa dan perempuan yang hidup mulia.
Seorang mau bepergian ke luar negeri
Yesus mengubah tema khotbah panjang-Nya dari berjaga-jaga untuk menyongsong kedatangan Sang Tuan menjadi khotbah tentang kedatangan-Nya yang kedua. Perikop ini menjadi perumpamaan yang terakhir dan menyingkapkan kepercayaan sang tuan kepada hambanya.
Dengan canggih Santo Matius memanfaatkan dunia bisnis untuk menyingkapkan misteri Kerajaan Allah. Setiap pebisnis biasanya mempercayakan pengelolaan usahanya kepada orang-orang kepercayaannya setiap kali ia akan pergi jauh. Setelah kembali, ia pasti meminta setiap orang menyerahkan laporan pertanggung jawaban keuangan dan seluruh bisnis.
Santo Matius menggunakan kata κυριος, kurios, tuan, sebanyak 14 kali. Melalui penyerahan harta kepada masing-masing hamba sesuai dengan kemampuannya, sang tuan menguji kesetiaan dan kerajinan hamba-hambanya dalam menjalankan roda usaha.
Ia tidak hanya memberi imbalan yang sesuai bagi mereka yang setia, rajin dan dapat dipercaya. Tetapi juga menghukum mereka yang duduk malas dan tidak melakukan apapun dengan talenta yang dipercayakan sang tuan.
Satu talenta setara dengan 34 kg emas atau satu talenta setara dengan 6.000 keping uang perak-dirham (lih. pajak Bait Allah yang harus dibayar Yesus dalam Mat 18:24-27). Bila sementara ahli menyatakan bahwa satu talenta setara dengan upah pekerja harian selama lima belas tahun, bisa dihitung berapa jumlahnya.
Talenta atau uang melambangkan kekayaan yang sangat banyak dalam dunia bisnis di Timur Tengah kuna. Maka, sang tuan yang mempercayakan kekayaan itu sama dengan Allah yang demikian murah hati menganugerahkan rahmat dan kebebasan pada setiap anggota jemaat yang terikat dengan perjanjian-Nya (bdk. Ul. 26:18-19; Yer. 11:4).
Anugerah itu diberikan sesuai dengan kesanggupan masing-masing anggota atau hamba. Ia berharap setiap anggota menggunakan dengan bijaksana untuk kemajuan KerajaanNya di dunia, Gereja.
Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu
Dua hamba yang pertama bekerja dan menghasilkan laba uang dua kali lipat. Pada saat tuannya kembali, mereka melaporkan, “Tuan, lima/dua talenta tuan percayakan kepadaku; lihat, aku telah beroleh laba lima; dua talenta.”
Kedua orang itu melakukan perintah sang tuan, yakni: mengikuti hukum ekonomi atau hukum dagang. Semakin sering diputar atau digunakan dalam transaksi jual beli, semakin ia berlipat ganda jumlahnya.
Hasil yang berlipat ganda mengingatkan akan hasil panen gandum. Seorang petani yang menanam sebulir benih gandum di ladang yang subur bisa mengharapkan panen antara 60 hingga 100 bulir tiap malai, dengan perawatan yang baik dan benar. Tetapi bila tidak ditanam, benih itu tetap tinggal hanya sebiji (bdk. Mat. 13:23; Yoh. 12:24).
Maka, sang tuan memberi anugerah sesuai dengan apa yang mereka lakukan, kebahagiaan seperti yang dialami sang tuan. Sabda-Nya (Mat. 25:21.23), “Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar.”
Dan dilanjutkan sabda-Nya, “Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.”, intra in gaudium domini tui.
Namun hamba ketiga, yang menerima satu talenta, tidak mau kehilangan talenta itu. Maka, ia memilih untuk menguburkannya di dalam tanah. Ia salah memperlakukan talenta.
Ia mengabaikan hukum yang berlaku terhadap uang. Dengan menanam ia memperlakukan uang persis sama seperti benih sesawi atau gandum, misalnya. Maka, hamba itu disebut bodoh.
Kebodohan hamba ini tak hanya tercermin dari tindakannya mengubur talenta, tetapi juga dari relasinya yang buruk dengan sang tuan. Ia tidak menyukai tuannya.
Melalui kata-katanya sendiri, ia mencela sang tuan sebagai orang yang kejam. Sang tuan suka menuai di ladang yang tidak ditanaminya. Ia memungut di ladang yang tidak ditanaminya.
Seandainya hamba itu bertindak bijaksana seperti ajaran nyonya hikmat, ia mengikuti perintah sang tuan. Kalaupun tidak melakukan sendiri, ia bisa mengatur bagaimana talenda digunakan dalam usaha dagang.
Hamba itu “seharusnya uangku itu kauberikan kepada orang yang menjalankan uang, supaya sekembaliku aku menerimanya serta dengan bunganya.” (Mat. 25:27).
Talenta, anugerah yang sangat tinggi nilainya, sama dengan apa yang diminta saat dibaptis: iman. Dan iman menghantar tiap orang ke dalam hidup kekal, bila menghasilkan buah-buah roh: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri (Gal. 5:22-23).
Namun, bila mencampakkan iman dan hidup menurut daging, hamba itu hanya menghasilkan: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya (Gal. 5:19-21) .
Upah yang diterima adalah pencampakan ke tempat yang gelap, gehenna, tempat ratap dan kertak gigi. Santo Matius menggunakan istilah ini sebanyak tujuh kali (Mat. 8:12; 13:42, 50; 22:13, 24:51 25:30; 25:30).
Sabda-Nya (Mat. 25:30), “Dan campakkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap.”, Et inutilem servum eicite in tenebras exteriores.
Katekese
Suka cita abadi. Santo Gregorius Agung, 540-604:
“Seluruh perbuatan baik yang kita lakukan saat ini, berapapun banyaknya kita lakukan, hanyalah sedikit dibandingkan dengan ganjaran abadi kelak. Hamba yang setia harus bertanggung jawab atas banyak hal setelah mengalahkan segala macam kesulitan yang dihadapkan padanya oleh harta benda yang dapat musnah.
Ia merayakannya dalam suka cita abadi di kediaman surgawi. Ia sepenuhnya dibawa masuk kedalam suka cita tuannya. Ketika ia dibawa masuk ke dalam rumah abadi, ia digabungkan dengan bala malaikat. Suka cita jiwanya terletak pada kebenaran bahwa tidak ada lagi hal yang dapat memusnahkannya dan dapat membuatnya senantiasa bersedih hati.” (Forty Gospel Homilies 9.2)
Oratio-Missio
Tuhan, jadilah Penguasa hati dan budiku. Jadilah Raja rumah dan relasiku. Dan Jadilah Tuan atas karya dan pelayananku. Bantulah aku menggunakan seluruh anugerah, talenta dan seluruh anugerah yang Engkau berikan padaku demi kemuliaan dan KerajaanMu. Amin.
- Apa yang harus aku lakukan untuk memperoleh tempat bahagia bersama Sang Tuan?
Euge, serve bone et fidelis. Super pauca fuisti fidelis; supra multa te constituam: intra in gaudium domini tui – Matthaeum 25:21.23