Lectio Divina 2.5.2024 – Aku Menyebut Kamu Sahabat

0
75 views
Ilustrasi: Sahabat by Debra Bannister.

Lectio Divina 2.5.2024 – Aku menyebut kamu sahabat

Kamis. Minggu Paskah V, Perayaan Wajib Santo Atanasius (P)

  • Kis.15:7-21
  • Mzm.96:1-2a.2b-3.10
  • Yoh.15:9-11

Lectio

9 “Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasih-Ku itu. 10 Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya.

11 Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh. 12 Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. 13 Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.

14 Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu. 15 Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku.

16 Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu. 17 Inilah perintah-Ku kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain.” 

Meditatio-Exegese

Oleh kasih karunia Tuhan Yesus Kristus kita akan beroleh keselamatan sama seperti mereka juga

Setelah mendengarkan pembicaraan dan pembahasan dari seluruh pihak dalam rapat akbar para Rasul dan utusan resmi masing-masing komunitas, rapat sampai pada keputusan akhir. Keputusan itu diumumkan Petrus, pemimpin rapat dan menjadi primus inter pares, yang utama dari seluruh bapa Gereja.

Sebagai kepala Gereja, Petrus mengingatkan akan peristiwa pembaptisan keluarga Kornelius kita-kira 14 tahun sebelumnya. Ia menyingkapkan, melalui penglihatan kepadanya, bahwa Allah menghendaki bangsa bukan Yahudi diterima dalam Gereja dengan kedudukan dan martabat yang sama dengan mereka yang berasal dari bangsa Yahudi, tanpa mengikuti hukum Musa (bdk. Kis. 10:1-11:18).

Lebih lanjut ia menyatakan bahwa Allah menganugerahkan Roh Kudus pada orang-orang non Yahudi yang mengikuti Yesus. Di samping itu, hati mereka disucikan-Nya, bukan melalui ketaatan pada hukum Musa, tetapi karena iman kepada-Nya.

Mengakhiri seruannya, Petrus berkata (Kis. 15:11), “Sebaliknya, kita percaya, bahwa oleh kasih karunia Tuhan Yesus Kristus kita akan beroleh keselamatan sama seperti mereka juga.”, Sed per gratiam Domini Iesu credimus salvari quemadmodum et illi.

Paulus mengungkapkan gagasan yang sama, “Menurut kelahiran kami adalah orang Yahudi dan bukan orang berdosa dari bangsa-bangsa lain. Kamu tahu, bahwa tidak seorang pun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus.

Sebab itu kamipun telah percaya kepada Kristus Yesus, supaya kami dibenarkan oleh karena iman dalam Kristus dan bukan oleh karena melakukan hukum Taurat. Sebab: “tidak ada seorang pun yang dibenarkan” oleh karena melakukan Hukum Taurat.” (Gal. 2:15-16).   

Selanjutnya, Yakobus tak hanya sependapat dengan Petrus dan Paulus. Namun, ia meminta agar seluruh jemaat dari bangsa non Yahudi harus menghormati orang Yahudi Kristen dengan cara “menjauhkan diri dari makanan yang telah dicemarkan berhala-berhala, dari percabulan, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari darah.” (Kis. 15:20).

Konsili Yerusalem membuktikan bahwa Gereja selalu disertai Roh Kudus. Origenes menulis, “Sepengetahuanku, kekayaan yang dipancarkan melalui peristiwa-peristiwa ini tidak dapat dijelaskan jika tidak ada bahtuan dari Roh Kudus yang sama, yang selalu membimbing mereka.” (In Ex Homily, IV, 5).

Bimbingan Roh Kudus selalu dibutuhkan agar Gereja selalu mengalami damai sejahtera dan kesatuan.

Tinggallah di dalam kasih-Ku itu

Kasih yang mengalir dari Bapa dan Putera selalu mencipta, menghidupkan  dan menumbuhkan sukacita dan persahabatan. Dan Ia menciptakan tiap pribadi sesuai dengan gambar dan rupa-Nya dan memberkati manusia (Kej. 1:26-27).

Ia menghendaki agar manusia bersatu dengan-Nya dalam damai sejahtera dan sukacita hingga kekal. Ia mengundang, “Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu.” (Yoh. 14: 4).

Undangan yang sama diulang kembali, “Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasih-Ku itu.” (Yoh. 15:9).       

Yesus tinggal di dalam kasih Bapa-Nya dengan melaksanakan perintah-Nya. Tiap murid tetap tinggal dalam kasih Yesus bila melakukan perintah-Nya, seperti cara Ia melakukan seluruh perintah Bapa-Nya.

Sabda-Nya (Yoh 15:10), “Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya.”, Si praecepta mea servaveritis, manebitis in dilectione mea, sicut ego Patris mei praecepta servavi et maneo in eius dilectione.

Inilah sukacita hidup tanpa henti, yakni: tinggal dalam kasih-Nya. Sabda-Nya, “Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh.” (Yoh. 15: 11). 

Kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu

Perintah Yesus untuk para murid cuma satu (Yoh. 15:12), “Supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu.”, ut diligatis invicem, sicut dilexi vos.

Yesus menuntut para murid-Nya jauh lebih mendalam dari syarat yang ditentukan oleh Perjanjian Lama, “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” (Im. 19:18).

Perintah baru menyingkapkan kasih Yesus sepenuhnya diarahkan untuk kebaikan sesama manusia. Ia mengasihi demi keselamatan dan kesejahteraan mereka.

Kasih ini mendorong-Nya rela mempertaruhkan hidup untuk membebaskan manusia dari dosa, kematian, ketakutan dan segala hal yang dapat memisahkan manusia dari Allah. Kasih pada Allah dan kesediaan untuk mempertaruhkan diri sendiri, bahkan sampai mati untuk sesama, merupakan tanggapan atas kasih yang demikian besar pada manusia.

Santo Paulus menulis, “Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus?… Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita” (Rm. 8:35.38-39).

Santo Paulus mendasarkan refleksinya pada sabda Tuhan, “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.” (Yoh. 15:13).

Aku menyebut kamu sahabat

Kasih berpuncak pada pemberian diri sepenuh-penuhnya kepada Allah dan sesama, terutama kepada mereka yang terkecil di antara yang kecil. Sabda-Nya (Yoh. 15:14), “Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu.”, Vos amici mei estis, si feceritis, quae ego praecipio vobis  

Dengan persembahan diri inilah Yesus menuntut para murid melakukan seperti yang mereka lihat dan alami bersama-Nya: ketaatan pada Bapa, hingga sengsara dan wafat di salib. Mulalui cara inilah Yesus merengkuh mereka menjadi sahabat-Nya.

Yesus mengangkat manusia sebagai sahabat (Yoh. 15:15), φιλους, philous. Ia menggemakan kembali pandangan dalam Perjanjian Lama tentang sahabat Allah. Abraham disebut sebagai sahabat yang dikasihi Allah (Yes. 41:8, Yak. 2:23).

Allah berbicara kepada Musa seperti berbicara kepada seorang sahabat (Kel. 33:11). Yesus, Tuhan dan Guru, tidak menyebut para murid hamba, δουλους, doulous, tetapi sahabat.  

Maka, Yesus tidak menyimpan rahasia. Ia menyingkapkan segala hal yang Ia dengar dari Bapa-Nya. Inilah yang menjadi landasan hidup komunitas iman yang dibina Santo Yohanes: transparansi, keterbukaan. Tidak ada yang disembunyikan di antara anggota jemaat dan sepenuhnya saling percaya.

Dengan cara inilah masing-masing anggota mampu bersaksi tentang pengalaman indah berjumpa dengan Allah dan saling memperkaya hidup. Jemaat Gereja Perdana memberi teladan agar sekarang komunitas iman hidup, “sehati dan sejiwa”, cor unum et anima una (Kis. 4: 32; 1:14; 2:42-46).

Akulah yang memilih kamu

Para murid-Nya tidak memilih Yesus. Ia menjumpai, memanggil dan mempercayakan tugas perutusan pada masing-masing pribadi untuk menghasilkan buah yang banyak. Tiap pribadi membutuhkan-Nya, tetapi Ia juga membutuhkan seluruh hidup dan karya masing-masing murid agar karya-Nya dapat terus terlaksana hingga hari ini, seperti ketika Ia melayani seluruh Galilea. Dan perintah-Nya adalah: “Kasihilah seorang akan yang lain”  (Yoh. 15:17)

Katekese

Allah adalah kasih.  Bapa Suci Benediktus XVI,16 April 1927

“Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada dalam kasih, dia tetap berada dalam Allah dan Allah dalam dia.” (1Yoh. 4,16). Kata-kata dari surat pertama Yohanes ini mengungkapkan secara jelas inti terdalam dari iman Kristiani: gambaran Kristiani akan Allah dan buah gambaran akan umat manusia dan panggilannya.

Dalam ayat yang sama, Santo Yohanes memberikan ringkasan akan hidup Kristiani, “Kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita.” (Ensiklik Deus Caritas Est, 1).

Oratio-Missio

Ajarlah, ya Tuhan, untuk melayaniMu seperti yang Engkau kehendaki, memberi tanpa pamrih, berjuang tanpa mengeluh kesakitan, bekerja tanpa mengenal lelah, berjerih payah tanpa mengenal upah, bertekun dan dengan sadar melakukan kehendak-Mu. Demi Kristus, Tuhan kami. Amin. (doa Santo Ignatius Loyola, terjemahan bebas)

  • “Akulah yang memilih kamu,” sabda Tuhan, maka apa yang perlu aku lakukan untuk menjadi sahabat-Nya?

Hoc est praeceptum meum, ut diligatis invicem, sicut dilexi vos – Ioannem 15:12

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here