Lectio Divina 2.9.2024 – Mereka Menolak Injil-Nya

0
37 views
Roh Tuhan menaungi-Ku, by Vatican News

Senin. Minggu Biasa XXII, Hari Biasa (H)

  • 1Kor 2:1-5
  • Mzm 119:97.98.99.100.101.102
  • Luk 4:16-30

Lectio (4:16-30)

Meditatio-Exegese

Iman kamu jangan bergantung pada hikmat manusia, tetapi pada kekuatan Allah

Paulus sampai di Korintus dari Athena (Kis. 17:16-34). Di pusat kebudayaan Yunani, ia tidak membuat orang bertobat, kecuali pewartaannya yang mengagumkan di Aeropagus.

Kepergiannya ke Korintus rupanya disebabkan oleh berita tentang kemerosotan hidup moral dan iman di antara jemaat, yang membuatnya, “sangat takut dan gentar” (1Kor 2:3). Ia pasti sudah membayangkan kesulitan dan tantangan yang akan dihadapinya di kemudian hari.

Tetapi, kesulitan dan tantangan tidak menyurutkan semangatnya untuk bekerja bagi Allah dan umat yang dibinanya. Ia terus sadar akan tugas pengutusannya.

Kesadaran itu selalu dijaga, karena “Pada suatu malam berfirmanlah Tuhan kepada Paulus di dalam suatu penglihatan, “Jangan takut. Teruslah memberitakan firman dan jangan diam. Sebab Aku menyertai engkau.” (Kis. 18:9-10).

Paulus meringkas seluruh pengajaran dan tugas pengutusannya, yakni, “Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan.” (1Kor 2:2). Dan Gereja terus berpegang pada warisan pengajaran yang diteruskan turun temurun.

Santo Paus Yohanes Paulus II mengajar, “Semangat kita dijuruskan kepada satu arah, satu-satunya arah bagi akalbudi, kehendak dan hati, yakni kepada Kristus Penebus kita, kepada Kristus Penebus umat manusia.

Pandangan akan kita arahkan kepada-Nya, karena tiada keselamatan selain dalam Dia, Putera Allah, sambil mengulangi kata-kata Petrus, “Tuhan kepada siapakah kami akan pergi? Pada-Mulah sabda kehidupan kekal.” (Yoh. 6:68) […]

Gereja menghayati misteri-Nya, terus menerus menimba dari padanya, dan tiada hentinya berusaha menyalurkan misteri Guru dan Tuhannya itu kepada umat manusia – kepada suku-suku dan bangsa-bangsa, kepada angkatan demi angkatan, dan kepada setiap orang-seakan-akan terus mengulangi, apa yang dijalankan oleh Rasul Paulus.

“Sebab kuputuskan untuk tidak mengetahui apa pun juga di antara kamu, selain Yesus Kristus, Dia yang disalibkan.” (1Kor. 2:2). Gereja tinggal dalam lingkup misteri Penebusan, yang menjadi prinsip dasar kehidupan maupun pengutusannya.” (Ensiklik Penebus Umat Manusia, Redemptoris Hominis, 7)

Mengikuti teladan Paulus, yang tidak mengandalkan kepandaian pikiran dan lidah untuk bicara serta kebijaksanaan manusiawi, pewartaan akan Yesus, yang disalib, selalu dilandaskan pada  “keyakinan akan kekuatan Roh” (1Kor 2:4).

Kekuatan dan kuasa Allah selalu menjadi alasan bagaimana tiap pribadi percaya dan mengimani-Nya. Santo Paus Paulus VI mengajar bahwa pewartaan dan pesan yang dilakukan tiap orang Kristen, “sesuatu yang unik, tidak dapat digantikan. Tak boleh orang bersikap acuh tak acuh terhadapnya, bersikap sinkretis atau mengadakan penyesuaian.

Pesan ini menyangkut keselamatan umat manusia. Pesan Injil merupakan keindahan perwahyuan yang digambarkannya. Pesan Injil disertai dengan kebijaksanaan yang bukan berasal dari dunia ini. Pesan Injil dapat membangkitkan iman, – iman yang bersandar pada kekuatan Allah (1Kor. 2:5).

Pesan injil adalah kebenaran. Maka patutlah bahwa para rasul mengorbankan seluruh waktu mereka dan seluruh tenaga mereka demi Injil, dan juga korban demi Injil, bahkan bila perlu mengorbankan hidup mereka sendiri.” (Imbauan Apostolik tentang Karya Pewartaan Injil dalam Zaman Modern, Evangelii Nuntiandi, 5).

Maka, tiap pribadi setelah mendengarkan warta tentang Yesus, harus mengikuti teladan Paulus (1Kor. 2:5), “Supaya iman kamu jangan bergantung pada hikmat manusia, tetapi pada kekuatan Allah.”, ut fides vestra non sit in sapientia hominum sed in virtute Dei.

Ia datang ke Nazaret tempat Ia dibesarkan

Dibimbing Roh Kudus, Yesus kembali ke kampung halaman-Nya. Pada hari Sabat, Ia menghadiri ibadat di sinagoga Nazaret, seperti biasa Ia lakukan.

Seperti kebiasaan, pemimpin sinagoga meminta seseorang untuk tampil membacakan sabda Tuhan dalam Kitab Suci, berkhotbah atau mengajar dan semua yang hadir mendengarkannya. Setelah selesai ditutup dengan doa dan berkat oleh pemimpin sinagoga atau imam yang hadir (bdk. Bil. 6:22-27).

Di Hari Sabat itu, Yesus membacakan kutipan dari Nabi Yesaya yang berbicara tentang kaum miskin, tawanan, orang buta dan orang tertindas (Yes. 61-1-2). Teks ini sangat relevan dengan situasi yang dialami seluruh komunitas dan Yesus sendiri di wilayah Galilea.

Semua orang takjub mendegar penjelasanNya. Semua orang heran, karena Ia memberi makna baru atas sabda Allah.

Melalui sabda itu Yesus mengumumkan tugas perutusan-Nya: mewartakan Kabar Sukacita bagi kaum miskin; mewartakan pembebasan bagi kaum tawanan; membuka mata orang buta; membebaskan para tawanan; dan mewartakan ‘Tahun Rahmat Tuhan’ telah datang.

Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya

Dalam tradisi Kitab Suci, Tahun Rahmat Tuhan dirayakan setiap tujuh tahun (Ul. 15:1; Im. 25:3). Tahun Rahmat penting dirayakan untuk mengembalikan hak atas tanah kepada marga pemilik asal.

Semua harus dapat dikembalikan kepada pemilik asal.  dan dengan cara ini bangsa menghindari pemilikian lahan tanpa kendali dan memberi jaminan kesejahteraan kepada tiap keluarga.

Pada tahun ini juga seluruh hutang dihapus dan para budak ditebus untuk mendapatkan kemerdekaan (Ul. 15:1-18). Tetapi rupanya bangsa itu tegar tengkuk dan berbalik membatalkan kesepatan yang telah dibuat dengan Allah (bdk. Yer. 34:8-16).

Sesudah pembuangan Tahun Rahmat Tuhan dirayakan tiap lima puluh tahun (bdk. Im. 25:8-12). Tujuan Tahun Rahmat tetap sama dan diteruskan: mengembalikan hak-hak kaum miskin; menerima mereka yang disingkirkan dan menyatukan dalam komunitas.

Tahun Rahmat menjadi sarana legal untuk kembali setia pada Hukum Tuhan. Inilah kesempatan untuk kembali menempuh jalan yang benar, menemukan dan memperbaiki kesalahan dan memulai pembaharuan hidup. Yesus mengawali pewartaanNya dengan bersabda, “Tahun rahmat Tuhan telah datang.”

Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya

Yesus menyatakan bahwa nas dari Nabi Yesaya adalah benar dan harus dilaksanakan. Dengan cara ini Ia menyatakan diri sebagai Mesias yang datang untuk memenuhi nubuat itu.

Ia bersabda (Luk. 4:21), ”Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya.”, Hodie impleta est haec Scriptura in auribus vestris.  

Tetapi, kemudian warta-Nya dan Diri-Nya sendiri ditolak oleh orang-orang yang dikenal-Nya sejak dari masa kecil, sejak Bapa Yusup dan Ibu Maria membawa-Nya pulang ke Nazaret dari pengungsian di Mesir (Mat. 2:19-23). Kata mereka, “Bukankah Ia ini anak Yusuf?”

Nada pelecehan terkandung dalam kalimat ini. Mereka tidak percaya bahwa Yesus sungguh anak Yusup. Mereka tidak percaya pada yang peristiwa suci yang terjadi karana kehendak Allah. Terlebih, mereka menolak gagasan untuk menerima kaum miskin, buta dan tertindas.

Mereka bangun, lalu menghalau, dan membawa Yesus ke tebing gunung, untuk melemparkan Dia

Untuk membantu komunitas tempat-Nya dibesarkan, Yesus mengingatkan akan dua kisah yang sangat mereka kenal di Kitab Suci, yakni kisah Nabi Elia dan Nabi Elisa. Melalui kedua kisah itu Ia berusaha menyadarkan akan perlunya merangkul semua manusia tanpa pilih bulu.

Kedua kisah itu mengecam sikap batin yang menutup diri untuk menerima orang dari segala lapisan masyarakat dan bangsa. Mentalitas ini tumbuh kuat di lingkungan Nazaret – dan mungkin, terus tumbuh hingga saat ini. 

Pada saat terjadi bencana kelaparan, Elia tidak diutus pada bangsa Israel, tetapi ia diutus untuk menjumpai seorang janda di Sarfat, di Sidon, dan tinggal di situ (1 Raj. 17:7-16). Sedangkan Nabi Elisa diutus untuk menyembuhkan panglima perang Siria, Naaman, dari penyakit kusta, saat tidak ada mukjizat penyembuhan di kalangan orang Israel (2 Raj. 5: 14).

Yesus berusaha menumbuhkan sikap batin baru: keterbukaan. Tetapi, sayang, usaha-Nya gagal. Santo Lukas melukiskan penolakan dramatis komunitas Nazaret, yang sangat dikenal-Nya

“Mereka bangun, lalu menghalau Yesus ke luar kota dan membawa Dia ke tebing gunung, tempat kota itu terletak, untuk melemparkan Dia dari tebing itu.” (Luk. 4:29). Sebaliknya, Yesus tetap tegar. Ia tidak terpengaruh olah kemarahan orang banyak dan berpaling dari tugas perutusan-Nya.

Tidak mudah mengubah mentalitas yang selalu merasa unggul dan menutup diri untuk menerima yang lain. Maka, Kabar Gembira seolah gagal di awal pewartaan.

Santo Lukas menampilkan kegagalan. Bukan kegagalan di pihak Yesus, tetapi di pihak penerima warta. Tetangga Yesus gagal mendengarkan sabda-Nya yang penuh kasih.

Santo Gregorius Agung mengajarkan: “Bukti kasih adalah dalam karya. Di mana kasih berada, ia melakukan hal yang besar. Tetapi ketika kasih berhenti berkarya, ia menjadi tidak ada.”

Katekese

Setelah membaca Kitab Nabi Yesaya, Yesus menyingkapkan diriNya sebagai Allah dan Manusia. Santo Cyrilus dari Alexandria, 376-444 :

“Yesus merasa perlu untuk menyatakan Diri-Nya senduru kepada Umat Israel dan misteri inkarnasi-Nya sekarang harus dinyatakan kepada mereka yang belum mengenal Diri-Nya.  

Kini, setelah Allah Bapa menetapkanNya untuk menyelamatkan dunia, dengan bijaksana Ia meminta hal ini pula untuk diwartakan [bahwa Yesus sudah dikenal di mana-mana]. Perhatian ini dicurahkan-Nya pertama-tama untuk orang Nazaret, karena, secara manusiawi, Ia tumbuh dewasa di sana, di antara mereka.

Maka, setelah masuk sinagoga, Ia mengambil gulungan Kitab Suci untuk dibacakan-Nya. Setelah membuka bagian Kitab Nabi Yesaya, Ia memilih perikop yang terdapat kitab nabi besar itu yang menyingkapkan misteri tentang Diri-Nya.

Melalui sabda ini Ia menyampaikan pada kita dengan jelas melalui suara sang nabi bahwa Ia sekaligus menjadi manusia dan datang untuk menyelamatkan dunia. Karena kita mengakui bahwa Sang Putera diurapi bukan dengan cara lain kecuali dengan menjadi sama seperti sebagai manusia dan mengambil kodrat yang sama dengan kita.

Karena sekaligus sungguh Allah dan sungguh manusia, Ia memberikan Roh kepada ciptaan dalam kodrat-Nya yang ilahi dan menerima-Nya dari Allah Bapa dalam kodrat-Nya sebagai manusia.

Dialah yang menguduskan seluruh ciptaan, baik melalui pengutusan dari Bapa yang kudus maupun melalui pemberian Roh Kudus dariNya. Ia sendiri mencurahkan RohNya pada kuasa di atas dan pada mereka yang mengenali kehadiranNya.” (Commentary On Luke, Homily 12)

Oratio-Missio

Tuhan, Engkaulah kepenuhan dari seluruh harapan kami. Roh Kudus selalu menyediakan bagi kami rahmat, kebenaran, hidup dan kemerdekaan. Penuhilah kami dengan sekacita Injil dan nyalakanlah hati kami dengan kasih dan tekat untuk selalu bekerja bagi-Mu dan melakukan kehendak-Mu. Amin.

  • Apa yang perlu aku lakukan ketika menghadapi tantangan ketika mewartakan Yesus? 

Coepit autem dicere ad illos,“ Hodie impleta est haec Scriptura in auribus vestris – Lucam 4:25

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here