Lectio Divina 20.06.2020 – Mengapa Kamu Mencari Aku?

0
985 views
Mengapa kamu mencari Aku by fineartamerica

Sabtu, Peringatan Wajib Hati Tersuci Santa Perawan Maria (P)

  • Yes.61:9-11
  • Mzm1 sam.2:1,4-5,6-7
  • Luk.2:41-51

Lectio

41  Tiap-tiap tahun orang tua Yesus pergi ke Yerusalem pada hari raya Paskah. 42  Ketika Yesus telah berumur dua belas tahun pergilah mereka ke Yerusalem seperti yang lazim pada hari raya itu. 43  Sehabis hari-hari perayaan itu, ketika mereka berjalan pulang, tinggallah Yesus di Yerusalem tanpa diketahui orang tua-Nya.

44  Karena mereka menyangka bahwa Ia ada di antara orang-orang seperjalanan mereka, berjalanlah mereka sehari perjalanan jauhnya, lalu mencari Dia di antara kaum keluarga dan kenalan mereka. 45  Karena mereka tidak menemukan Dia, kembalilah mereka ke Yerusalem sambil terus mencari Dia.

46  Sesudah tiga hari mereka menemukan Dia dalam Bait Allah; Ia sedang duduk di tengah-tengah alim ulama, sambil mendengarkan mereka dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada mereka. 47 Dan semua orang yang mendengar Dia sangat heran akan kecerdasan-Nya dan segala jawab yang diberikan-Nya. 48  Dan ketika orang tua-Nya melihat Dia, tercenganglah mereka, lalu kata ibu-Nya kepada-Nya: “Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami? Bapa-Mu dan aku dengan cemas mencari Engkau.”

49  Jawab-Nya kepada mereka: “Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?” 50 Tetapi mereka tidak mengerti apa yang dikatakan-Nya kepada mereka. 51 Lalu Ia pulang bersama-sama mereka ke Nazaret; dan Ia tetap hidup dalam asuhan mereka. Dan ibu-Nya menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya.  

Meditatio-Exegese

Tiap-tiap tahun orang tua Yesus pergi ke Yerusalem pada hari raya Paskah

Ketika Allah membuat perjanjian dengan umat-Nya, Ia mengajar mereka jalan kasih: ”Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.” (Ul. 6:5-7).

Perjanjian kasih mengikat seluruh umat sebagai anak-anak-Nya yang dikasihi. Kasih-Nya menjadi batu penjuru yang mengikat pria dan wanita dalam satu daging dalam perkawinan, dan dalam kasih timbal-balik dengan anak-anak mereka, dan dengan anak-anak dari anak-anak mereka dari satu generasi ke generasi.

Ia menghendaki kasih-Nya menjadi pusat seluruh relasi dan segala perbuatan manusia. Inilah alasan mengapa Allah mengutus Roh Kudus, agar kita dapat mengasihi seperti Ia mengasihi kita. Santo Paulus menulis,  ”Kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita” (Rm 5:5). Santo Yohanes bersaksi (1Yoh. 4:19), ”Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita”, nos ergo diligamus quoniam Deus prior dilexit nos.

Hukum Taurat mewajibkan laki-laki Yahudi, minimal berusia 12 tahun, menghadap ke hadirat Allah di Bait Suci tiga kali dalam setahun pada hari raya Roti Tidak Beragi, Tujuh Minggu dan Pondok Daun (Kel. 23:14; Ul. 16:16).

Tetapi, dua kebiasaan terakhir dikecualikan untuk mereka yang tinggal sangat jauh.  Pada Hari Raya Roti Tak Beragi-Paskah, Yerusalem selalu dipenuhi peziarah dari seluruh penjuru dunia.

Keluarga Kudus Nazaret memenuhi segala perintah Taurat dengan sepenuh hati, bahkan lebih dari tuntutan minimal, karena melibatkan Bapak Yusuf, Ibu Maria dan Kanak-kanak Yesus. Sehingga mereka layak untuk disebut kudus (bdk. Luk. 1:35; Ibr. 10:25).

Keluarga Kudus harus menempuh pelbagai macam bahaya yang menghadang – perampokan, penipuan, tersesat, kecelakaan, sakit, kehabisan perbekalan di perjalanan, yang berjarak  kira-kira 91 mil atau 146 km.

Ia sedang duduk di tengah-tengah alim ulama

Yesus lahir di tengah keluarga Yahudi, yang mendidik anak menurut ajaran dan kebijaksanaan Allah seperti termuat dalam Perjanjian Lama dan tradisi keagamaan bangsa itu.

Yesus bahkan tunduk pada hukum Musa (Gal. 4:4). Ia disunat sebagai tanda bahwa Ia adalah anggota bangsa itu sesuai perjanjian-Nya dengan Abraham pada hari kedelapan; dan Ia diberi naman Yesus, Yeshua dalam bahasa Ibrani bermakna Allah menyelamatkan.

Yusuf dan Maria mendidik Yesus kecil menurut Kitab Suci dan adat-istiadat Yahudi. Mereka mengikuti sabda Allah dalam Kitab Kebijaksanaan, “Hai anakku, dengarkanlah didikan ayahmu, dan jangan menyia-nyiakan ajaran ibumu” (Keb. 1:8).

Terlebih, untuk para orang tua Kitab Kebijaksanaan mengajarkan (Keb. 22:6), ”Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu”, proverbium est adulescens iuxta viam suam etiam cum senuerit non recedet ab ea.

Berbeda dengan kebanyakan keluarga jaman kini, kehidupan keluarga Yahudi pada saat itu dipusatkan pada doa harian keluarga, mencakup pendarasan Mazmur dan bacaan Kitab Suci.

Setiap Jumat petang, keluarga berkumpul untuk perjamuan, menyalakan lilin Sabat dan berdoa memohon berkat untuk roti dan anggur untuk membuka perayaan Hari Sabat yang disucikan.

Tiap Sabtu pagi keluarga mengikuti ibadat Sabat yang mencakup pembacaan dari Taurat, lima Kitab Musa dan mendaraskan Mazmur di sinagoga setempat.

Anak lelaki remaja harus bersekolah tiap pagi di akhir pekan di rumah yang disebut rumah bukukitab di sinagoga atau rumah rabbi. Mereka mendapatkan pelajaran lanjutan tentang Kitab Suci Yahudi.

Tiap remaja laki-laki harus menghafalkan kelima kitab pertama dalam jajaran Kitab Suci Yahudi, Taurat atau Kitab Musa, pada saat mereka berusia 12 atau 13 tahun.

Mereka juga harus belajar menghafal dan mempraktekkan amsal yang ditemukan dalam Kitab Kebijaksanaan (Kebijaksanaan Salomo) dan Kitab Sirakh yang sangat umum ditemukan di lingkungan keluarga Yunani di wilayah-wilayah yang berbahasa Yunani.

Tempat pengajaran terletak di serambi luar Bait Allah. Para murid biasanya duduk bersimpuh, menghadap para guru. Guru dan murid berinteraksi melalui tanya-jawab.

Dan pada saat itu, Yesus ambil bagian dalam proses pembelajaran ini saat berusia 12 tahun, saat diwajibkan untuk diuji pengetahuan-Nya supaya dapat dimasukkan dalam kelompok usia dewasa.

Tiada penjelasan yang memadai mengapa Yesus justru duduk di tengah-tengah para guru Yahudi. Barangkali, semula Ia hadir dan duduk sebagai murid biasa.

Tetapi ketika Ia mendengarkan dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mereka menjadi tertarik, dan sangat heran akan kecerdasan-Nya dan segala jawab yang diberikan-Nya. Maka, masing-masing guru justru beranjak dari tempat duduk mereka dan mulai mengelilingi Yesus.

Ungkapan terima kasih harus disampaikan kepada Ibu Maria dan Bapak Yusuf. Mereka telah mengantar Yesus hingga mencapai kematangan jiwa dan mampu mengembangkan diri dalam pengetahuan, kebijaksanaan dan pemahaman akan Hukum Tuhan.

Tugas perutusan Ibu Maria dan Bapak Yusuf sama dengan tugas perutusan setiap pasangan suami-istri yang dikaruniai anak: menuntun tiap anak mencapai kematangan jiwa, pengembangan diri dalam pengetahuan, kebijaksanaan dan mengenal Injil. Tugas ini tidak bisa digantikan oleh perangkat moderen.

Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?

Dua kalimat ini menjadi sabda Yesus yang pertama kali dicatat dalam Injil. Kekhawatiran ibu dan bapak-Nya, yang mencari selama tiga hari, terungkap dalam pertanyaan, ”Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami? Bapa-Mu dan aku dengan cemas mencari Engkau.” (Luk. 2:48).

Wajar dan manusiawi kekhawatiran mereka; mereka mencemaskan keselamatan anak, sama seperti orang tua lain yang cemas bila anak tidak pulang atau dalam pengawasan mereka.

Namun, jawaban menyentak kalbu justru mereka dapatkan (Luk 2:49), “Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku? ”

Ungkapan Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku dalam teks Yunani dapat diterjemahkan menjadi Aku sedang berurusan dengan Bapa-Ku. Ungkapan jawaban Yesus menunjukkan bahwa Ia sadar akan diri-Nya sediri untuk selalu memenuhi kehendak Bapa-Nya.

Jawaban Yesus yang didengarkan Ibu Maria dan Bapak Yusuf mengandung makna yang jauh lebih dalam dari pada pemahaman mereka berdua. Mereka berdua harus terus menerus memahami dan menyelami hidup Anak mereka.

Ibu Maria menyimpan kisah duka ini dalam hati, sama seperti para ibu yang lain yang sering sepertinya dikecewakan oleh anak-anak mereka. Inilah salah satu kedukaan Ibu Maria; sulit memahami Anaknya sendiri; salah satu pedang yang menembus jiwanya, seperti kata Simeon (Luk 2:35)

Ia tetap hidup dalam asuhan mereka

Yesus tetap hidup dalam kasih dan taat pada Ibu Maria dan Bapak Yusuf. Sama seperti para orang lainnya, mereka membesarkan Yesus sebagai pribadi yang menghormati Allah dan hidup seturut dengan kebijaksanaan-Nya.

Santo Lukas mengisahkan bahwa ”Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia” (Luk. 2:52).

Ia tinggal di Nazaret dan hidup dari pertukangan, seperti bapak-Nya. Dan Ia tetap tinggal di Nazaret sampai berusia 30 tahun. Usia 30 tahun merupakan usia yang ditentukan tradisi Yahudi bagi laki-laki untuk menjadi rabbi atau guru yang mengajarkan pengetahuan dan kebijaksanaan Allah seperti termaktub dalam Kitab Suci dan tradisi.

Dan di usia itulah, Yesus dibaptis Yohanes di Sungai Yordan dan diurapi Roh Kudus untuk melaksanakan tugas perutusan-Nya sebagai Sang Kristus, Mesias, Dia yang diurapi, dan Juruselamat dunia.

Katekese

Merenungkan Teladan Hidup Ibu Maria. Paus Fransiskus, 17 Desember 1936 – sekarang

Di dalam diri Maria kita melihat bahwa kerendahan hati dan kelembutan bukanlah keutamaan-keutamaan dari orang yang lemah, tetapi dari orang yang kuat yang tidak perlu memperlakukan orang lain secara buruk agar merasa dirinya penting.

Dengan memandang Maria, kita menyadari bahwa dia yang memuliakan Allah karena “menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya” dan “menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa” (Luk. 1:52-53), juga adalah dia yang membawa semangat dalam usaha kita meraih keadilan

(Luk. 1:52-53).

Dia juga yang menyimpan secara cermat “segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya” (Luk. 2:19). Maria mampu mengenali jejak-jejak Roh Allah dalam peristiwaperistiwa besar, juga dalam peristiwa-peristiwa yang nampaknya kecil.

Dia senantiasa merenungkan misteri Allah di dunia kita, dalam sejarah manusia dan dalam hidup kita sehari-hari. Dia adalah perempuan pendoa dan pekerja di Nasaret sekaligus dia juga Ratu yang siap dan cepat membantu, yang berangkat dari kotanya “langsung” (Luk. 1:39) untuk melayani sesama.

Dinamika keadilan dan kelembutan ini, kontemplasi dan perjalanan menuju orang-orang lain adalah apa yang membuat Maria menjadi teladan Gereja untuk evangelisasi. Kita mohon melalui perantaraan keibuannya untuk membantu kita agar Gereja dapat menjadi rumah bagi banyak orang, seorang ibu untuk semua bangsa, dan agar memungkinkan kelahiran dunia baru.

Kristus yang bangkitlah yang memberitahu kita, dengan kuasa yang mengisi kita dengan keyakinan dan harapan teguh: “Lihatlah, Aku menjadikan segala sesuatu baru” (Why. 21:5)” (dikutip dari Seruan Apostolik Evangelii Gaudium, 288)

Oratio-Missio

  • Tuhan, Engkau datang untuk memulihkan damai dan relasi kami dengan Bapa di surga. Semoga bila ada perpecahan, jadikanlah aku pembawa persatuan dan perdamaian. Bila ada pertengkaran, jadikanlah aku pembawa kerukunan dan pengampunan. Semoga seluruh keluarga dan bangsa-bangsa di dunia menemukan damai, keselarasan dan kerukunan dalam Dikau, Pangeran Damai Sejahtera dan Juruselamat. Amin.
  • Apa yang perlu aku lakukan untuk mengantar anak-anak yang dipercayakan padaku untuk mengenal dan hidup berdasarkan pengetahuan dan kebijaksanaan Allah?

Quid est quod me quaerebatis? Nesciebatis quia in his, quae Patris mei sunt, oportet me esse? – Lucam 2:49

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here